Bali seberapa efektifkah? Kabarnya akan diperpanjang hingga 31 juli 2021. Kebetulan rumah saya ada dipinggir jalan, suara ninu–ninu tak kunjung henti, terdengar bersautan. Rasanya tak santun lagi dihati, dibeberapa tempat antrian isi tabung oksigenpun mengular, belum lagi harga tabung oksigen baru yang melonjak tinggi, atau harga susu beruang yang isinya susu sapi dan iklannya naga yang dulunya sekaleng delapan ribu kini yang berjualan lima puluh ribu pun laris.
Sedarurat itukah Indonesia? Seefektif itukan PPKM hingga harus menarik rem darurat? Jawabannya iya, kalau kita menilik ke berbagai rumah sakit yang antriannya tak santai lagi, sampai ada dalam sehari RS kehilangan 63 pasiennya karena kekurangan oksigen, walau esoknya berita diralat kembali.
Pemerintah sudah mengingatkan lonjakan covid semenjak sebelum lebaran bahkan mendekati lebaran sudah mulai banyak penjagaan, tapi hasilnya barisan jihad pulang kampung menerobos brigade polisi dan pagar-pagarnya. “ Siapa yang menjamin, saya bisa bertemu emak tahun depan? apa negara mau tanggung jawab? sungkem itu wajib, berbakti itu wajib”, Allahu Akbar, lalu bubarlah polisi tak bisa membendung laju mereka. Dan ada juga yang menyalahkan genose yang salah kaprah, sehingga ikut andil besar dalam penyebaran.
Percaya itu bebas,percaya agama, percaya mistis, percaya demokrasi dsb semua itu tak perlu penjelasan dan tidak harus logis, percaya Michael Jackson masih hidup juga ga masalah, percaya Nikita Mirzani masih perawan juga boleh, sama sekali tidak ada yang melarang walau ada fakta berbicara. Di era pandemik seperti ini kita dihadapkan pada berbagai berita dan dongeng, mana yang mau dipercaya jadi bingung.
Jangan vaksin, karena vaksin itu sebenarnya penanaman microchip yang sistemnya sedang dibangun dan kelak semua orang di dunia ini akan dibuat seperti robot. Suatu saat kita akan dikelompokkan menjadi 5 Clan: Pfizer Clan, Sinovac Clan, Aztrazeneca Clan, Johnson & Johnson Clan dan Nusantara Clan, apakah iya seperti itu?
Lalu saya berpikir apa yang disadap dari hidup saya yang hanya kaum rebahan, ngopi, nongkrong dan ghibah. Tapi balik lagi yang perlu dipahami yang punya alasan adalah gagasan, opini. Contoh bukan hanya vaksin yaitu kenapa kalau makan kambing bisa menyebabkan darah tinggi, faktanya bagaimana ?
Faktanya menurut peneliti dari Alabama Cooperative Extension System (ACES), daging kambing memiliki komposisi gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging-daging yang lain. Yang menyebabkan daging kambing jadi momok adalah cara masaknya yang salah, penambahan kecap yang berlabih, garam, daging yang digoreng, dibakar dsb. Nah dari sinilah saat kita berbicara dengan seseorang sodorkanlah pikiran dan alasannya dan terserah orang itu nanti akan setuju atau tidak, kembali lagi hak dia, tapi paling tidak kita sudah menghadirkan dialog. Tapi kepercayaan tak perlu dialog.
Lebih repot lagi kalau ada orang berbicara membawa nama Tuhan, ya suka-suka dia jadinya. Buat apa Vaksin harus dilakukan, vaksin itu haram ada babinya, Tuhan itu punya Kun Fa Yakun, kalau kamu mau mati sekarang ya matilah kamu, kenapa harus jaga jarak? kalau Tuhan menghendaki kamu tertular Covid-19 ya tertular meski kamu bersembunyi didalam gua bawah tanah, bahkan kalau kamu minum kopi yang telah dicampur dengan virus Covid-19 kalau Tuhan ga menghendaki ga bakalan kena Covid.
Fakta-fakta diatas membuat para sains lelah, membuat negara seolah autopilot tanpa pengendali, jika disimak per tanggal 24 juni 2021 saja yang terinfeksi di Indonesia mencapai 20.000 kasus, ya karena rasa tercovidkan itu tadi, belum lagi pemerintah yang galau.
Mau Contoh lagi? kalau sudah bawa nama Tuhan segerombolan orang yang membela kaumnya yang divonis 4 tahun penjara ga terima bisa membuat kerumunan semesta, lupa Covid itu apa? “Pemimpin kita ini dipenjara, dzalim itu, teriak mereka. Dalam pikiran mereka kalau Tuhan berkehendak maka virus itu ga ada, yang punya obat itu Tuhan, yang punya penyakit itu Tuhan, yang punya pengetahuan itu Tuhan, lha apa guna Tuhan?
Hal-hal yang ga masuk akal saja terjadi, wanita bisa hamil tanpa disentuh, orang mati bangkit lagi, orang dimakan ikan hidup-hidup masih bisa sehat, jadi sebutkan apa yang tidak mungkin dari Tuhan? yang waras wajib mengalah, yang waras ya sudah senyumin saja, kalau Tuhan sudah dibawa, kita tak bisa apa-apa.
Jrx menjadi kiblat sebuah pemberontakan anticovid, karena mereka menganggap kematian covid itu masih dibawah 3% dibandingkan dengan angka kematian karena kecelakaan. Orang Indonesia ini hobi sekali menantang maut apalagi cuma Covid, naik motor tanpa helm, naik mobil tanpa mobil, naik genteng tanpa pengaman, apalagi untuk makhluk kecil yang tidak terlihat.
Tapi tunggu dulu, Faktanya yuk kita jalan-jalan di rumah sakit, tenda-tenda darurat mulai didirikan, rumah sakit mulai mengumumkan kamar-kamar yang sudah penuh. Di negara lain sudah mulai buka masker, sudah mulai berani mengadakan konser, dinegara kita sedang berseteru bahwa covid itu tentara Allah, bahwa Covid itu konspirasi, bahwa covid itu plandemi.
Seandainya Covid bisa diselesaikan dengan doa maka sejak maret tahun lalu seharusnya sudah tidak ada, apa yang terjadi sekarang? lonjakan luar biasa dan nampaknya perjalanan kita masih panjang untuk tuntas dari Covid.
Panjang lebar kita berbicara tentang konspirasi, teori Tuhan, teori kematian tidak akan ada habisnya. Ayo kita mulai dari diri sendiri untuk selalu menjaga kesehatan: jaga jarak, pakai masker, cuci tangan jangan lelah.
Waspada selalu, jika merasa sudah mulai demam, batuk, pilek mulailah kedokter dan dirumah saja, konsultasikan sejak dini jangan terlambat. Jangan dengarkan orang lain yang tidak kompeten, mulailah menyaring berita-berita dan informasi, jangan asal percaya hoax. Perjalanan kita masih panjang untuk bebas berjabat tangan apalagi menggelar konser di GBK