Jumat, April 26, 2024

Ketika Petruk Mewasiatkan Ajaran Budi Luhur

Gerry Katon Mahendra
Gerry Katon Mahendra
Dosen Administrasi Publik Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta

Pada dasarnya setiap manusia memiliki sifat berbudi luhur yang harus dipraktekkan kepada sesama manusia. Moral budi luhur pada umumnya diwujudkan dalam sikap, perilaku, dan tindakan yang dihiasi dengan kebaikan dan kemuliaan, menjunjung tinggi norma-norma yang ada di masyarakat, serta bertanggung jawab secara penuh atas semua tindakan yang telah dibuatnya.

Pelajaran untuk menanamkan sifat budi luhur sangat mudah kita peroleh dari berbagai referensi yang tersedia. Sebagai bangsa dengan kekayaan nilai seni dan budaya ketimuran yang kental, tentu tidak sulit untuk menemukan dan menyemai pelajaran berbudi luhur untuk diterapkan pada kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.

Berbicara mengenai seni dan kebudayaan, wayang beserta tokoh yang ada didalamnya merupakan salah satu bentuk seni dan kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa kita, dimana didalamnya kaya akan nilai-nilai kehidupan yang relevan diterapkan oleh manusia lintas zaman.

Tidak terkecuali nilai-nilai budi luhur yang bisa diambil dari para tokoh wayang. Petruk salah satunya, sebagai salah satu tokoh dalam pewayangan yang juga merupakan anak dari Semar dan bagian dari Punakawan ternyata memiliki sifat-sifat budi luhur yang mampu dijadikan contoh dan relevan diterapkan oleh masyarakat modern.

Terinspirasi dari buku “Petruk Dadi Ratu” bab ke-8 karangan Suwardi Endraswara (2014), tokoh Petruk digambarkan sebagai seorang pelayan yang memiliki pemikiran visioner. Petruk dianggap mewakili golongan muda yang memiliki visi membangun yang brilian.

Disamping itu, Petruk juga memiliki sikap pasrah dan sumarah yang diyakini sebagai cikal bakal tumbuhnya sifat budi luhur. Petruk seringkali digambarkan sebagai tokoh pewayangan yang tidak tampan secara fisik. Namun dibalik itu bentuk tubuh Petruk yang unik tersebut dianggap memiliki makna filosofis budi luhur yang sangat mendalam.

Sebagai contoh, hidung panjangnya digambarkan bahwa manusia harus senantiasa meniti jalan yang lurus sebagai bekal bagi keselamatan dunia maupun akhirat. Tubuh Petruk yang cenderung membungkuk diartikan sebagai pengingat bahwa manusia harus senantiasa ingat asal usulnya dan jangan pernah lupa diri ketika diberikan nikmat oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Selain itu, Petruk juga memiliki kelebihan sifat yang mulia seperti gemar membantu sesama dan sering dikatakan “mengkurep tangane dibanding mlumah” (gemar bekerja dan memberi namun jarang meminta). Masih sangat terinspirasi dari buku “Petruk Dadi Ratu” dalam setiap cerita wayang yang dipentaskan oleh Dalang, cukup sering terlintas pesan-pesan kebaikan yang mampu ditangkap dan diteladani oleh manusia zaman sekarang, diantaranya Petruk mencontohkan kepada kita untuk hidup dalam ketenangan dan jangan mencari musuh. Petruk menasehati manusia untuk menahan lawwamah (jiwa yang masih cacat cela), amarah, dan sufiyah.

Setelah mampu menahan dan menghindari nafsu tersebut, maka harus mampu untuk mempraktekkan nafsu mutmainah dan selalu memunculkan jiwa yang terang, tujuannya agar manusia bisa selamat dunia dan akhirat.

Selanjutnya, Petruk selalu mengajarkan kepada manusia agar tidak membenci ketetapan yang sudah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Petruk mengajarkan agar manusia selalu mengutamakan sifat dan sikap bersyukur atas pemberian nikmat-Nya baik secara hati, lisan, maupun sikap perilaku.

Sebuah konsep yang sederhana namun membutuhkan niat dan keikhlasan yang luar biasa ketika harus menerapkannya. Apalagi jika dikaitkan dengan zaman saat ini, dimana kehidupan terasa begitu berat dan sarat akan konflik, maka diperlukan iman dan keikhlasan yang sangat kuat untuk selalu bersyukur dalam menerima ketetapan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Petruk juga sering berkata bahwa Tuhan pasti memberikan kebahagiaan bagi ummatnya meskipun seringkali bersifat sementara. Petruk juga sering mengingatkan bahwa kebahagiaan yang kita peroleh merupakan kebahagiaan dunia yang bersifat fana dan harus selalu diimbangi dengan ibadah agar nantinya kebahagiaan itu berlanjut hingga akhirat kelak.

Secara umum Petruk berpesan bahwa manusia harus selalu berusaha  dan bekerja keras untuk mencapai kebahagiaan dunia serta terus mengutamakan ibadah sebagai tabungan kebahagiaan akhirat. Ketika manusia sudah mampu mencapai kebahagiaan dunia, Petruk juga berpesan untuk tidak menjadi manusia yang serakah. Sejatinya memang ketidakpuasan dan keinginan untuk mendapatkan hal lebih menjadi sifat alami manusia, namun bukan berarti manusia harus bersikap serakah untuk mencapai tuuan kebahagiaannya.

Sifat serakah justru akan membuat tatanan kehidupan menjadi kacau dan tidak seimbang. Manusia serakah akan menindas manusia lain, manusia serakah juga akan merusak alam guna mencapai tujuan kebahagiaannya. Salah satu pengingat bagi manusia agar tidak hidup serakah adalah kematian.

Kematian merupakan konsep dan konsekuensi yang sudah pasti. Setiap yang hidup pasti akan mati, tidak peduli tua, muda, sehat, sakit, jika sudah saatnya Tuhan memanggil, maka manusia harus siap menghadap.

Konsep ini yang seharusnya bisa menjadi alarm bagi manusia bahwa ketika hidup di dunia harus mampu memberikan manfaat bagi sesama dan beribadah untuk Tuhannya. Petuah-petuah Petruk yang sering tersampaikan melalui pertunjukan kesenian wayang sejatinya masih sangat relevan dengan kehidupan manusia saat ini.

Zaman yang semakin modern dan rentan akan kepentingan masing-masing golongan cenderung merenggangkan ikatan sosial manusia serta menjadikan manusia sebagai robot-robot baru yang tidak memiliki rasa kepedulian terhadap apapun, juga menghilangkan sifat alamiah manusia sebagai makhluk yang berbudi luhur.

Khusus di Indonesia, di mana kehidupan berbangsa dan bernegara kita seringkali ternodai oleh sikap-sikap diskriminatif, konflik horizontal, dan saling curiga antar golongan masyarakat. Maka filosofi dan nasehat-nasehat Petruk patut menjadi bahan renungkan dalam upaya menanamkan sifat berbudi luhur sebagai bekal dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat yang lurus sesuai tuntunan kepercayaan masing-masing.

Menyikapi perbedaan dengan rasa syukur, saling menghargai sesama manusia, hidup rukun berdampingan tanpa membedakan kelompok dan golongan, serta menjunjung tinggi keadilan bagi sesama masyarakat Indonesia.

Gerry Katon Mahendra
Gerry Katon Mahendra
Dosen Administrasi Publik Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.