Selasa, Maret 19, 2024

Ketika Netizen yang Kesal Serbu Akun Medsos

Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono
Lahir di Malang 15 Maret 1990. Sarjana Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang. Twitter: @lugaswicaksono

Akun media sosial Instagram Hanif Abdurrauf Sjahbandani dibanjiri komentar netizen (pengguna media sosial) usai pemain timnas sepakbola Indonesia U-22 ini mendapatkan kartu merah menit 63 saat pertandingan melawan Vietnam di SEA Games 2017 Malaysia, Selasa (22/8/2017) petang. Pemain bernomor punggung 21 ini diusir wasit ke luar lapangan setelah kartu kuning kedua didapatkannya usai menyikut salah satu pemain lawan dalam perebutan bola.

Tindakan tidak sportif ini sebenarnya tidak perlu karena bola sudah dikuasainya dan kejadiannya di tengah lapangan sehingga tidak begitu membahayakan pertahanan. Terlebih ketika itu Vietnam lebih banyak bermain menekan, dan diusirnya Hanif membuat Indonesia bermain hanya dengan 10 pemain dan cukup berat menghadapi tim kuat dengan 11 pemain. Meskipun akhirnya bersyukur skor akhir berkesudahan imbang 0-0.

Saat Hanif keluar lapangan banyak netijen yang kesal karena tindakan konyol itu tidak seharusnya terjadi kalau dia lebih bisa mengontrol emosi. Netijen lalu berusaha melampiaskan kekesalannya dengan membuka akun Instagram Hanif dan menuliskan komentar di postingan terakhirnya. Mereka sembari menyaksikan jalannya pertandingan yang menegangkan menuliskan beragam nada protes mulai dari yang bijak sampai kasar.

Belakangan komentar terus bertambah, setelah hasil dipastikan imbang dan Indonesia berkesempatan lolos babak berikutnya, sebagian netijen berkomentar lebih bijak. Mereka membela Hanif karena apapun itu sudah berjuang, dan menyalahkan mereka yang sebelumnya berkomentar kasar. Setidaknya kini jumlah komentar hampir 4 ribu komentar.

Aksi netizen yang menyerbu akun Instagram pemain sepakbola sebelumnya juga pernah terjadi. Akun milik seorang pemain Timor Leste, Filipi Olivera mendadak ramai ketika pertandingan Indonesia vs Timor Leste di Malaysia yang berkesudahan 1-0, Minggu (20/8/2017) lusa. Puluhan ribu netijen Indonesia ramai-ramai berkomentar di setiap foto yang diunggah di akun media sosial pemain bernomor punggung 4 ini. Instagram dia yang biasanya sepi dari komentar, like atau follower mendadak menjadi riuh.

Nyaris semua komentar bernada kekesalan atas ulahnya saat bermain melawan Indonesia. Filipi dianggap bermain tidak sportif karena seringkali mengangkat kaki terlampau tinggi saat berebut dengan pemain lawan serta ada unsur kesengajaan untuk mencederai lawannya. Ia juga salah satu alasan keributan pemain saat perpanjangan waktu babak kedua yang menyebabkan dua pemain Indonesia, Evan Dimas dan Marianus Wanewar di kartu kuning wasit. Meskipun Filipi akhirnya juga dikartu merah wasit.

Saking kesal dengan ulahnya, sebagai suporter Indonesia yang hanya bisa menyaksikan pertandingan melalui layar kaca berusaha melampiaskan kekesalannya. Netijen kemudian mencari dan menemukan akun Instagram dia. Beruntung bagi netijen karena pemain ini menggunakan nama aslinya sebagai nama akun sehingga mudah ditemukan. Terlebih akun itu tidak disetting privat sehingga semua netijen meskipun tidak pernah berinteraksi sebelumnya bisa bebas mengakses.

Netijen pun akhirnya mulai beraksi mempersekusinya dengan menuliskan pesan sesuai ungkapan hatinya di dalam kolom komentar yang tersedia. Isi pesannya pun bermacam-macam dari mulai yang menyampaikan secara baik-baik sampai bernada umpatan semuanya ada. Sampai kolom komentar pada foto terakhir yang diunggah mencapai lebih dari 35 ribu komentar. Uniknya komentar-komentar juga ditemukan di seluruh unggahan fotonya sampai ke akar-akarnya dari yang pertama kali diunggah Juni tahun lalu.

Sampai kemudian Filipi menyadari ada yang tidak normal pada akun Instagramnya. Dia kemudian melalui Instragramnya meminta maaf atas ulahnya selama bermain dalam pertandingan yang telah usai. Sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menutup akun media sosialnya itu.

Netijen berharap luapan kekesalannya diketahui oleh sumber kekesalannya. Mereka setidaknya merasa puas sampai kemudian mendapatkan respon dari Filipi. Dan media sosial adalah kunci karena telah menjalankan fungsinya untuk menjembatani netijen menyampaikan aspirasinya kepada seseorang yang sulit dijangkau secara geografis.

Ini sesuai dengan teori determinisme teknologi. Teori yang pertamakali dicetuskan Marshall McLuhan ini menyebut kalau media sosial sebagai bagian dari teknologi turut andil dalam perubahan cara berkomunikasi, berpikir dan berperilaku. Begitupula media sosial sebagai teknologi komunikasi, sebenarnya foto-foto Filipi di Instagram tidak lebih penting, dan bukan menjadi alasan netijen stalking Instagramnya. Bagi netijen Instagram adalah sarana yang tepat untuk menyampaikan pesan atau medium is the message.

Sehari setelah Filipi menerima beragam aspirasi dari netijen, tepatnya Senin (21/8/2017) giliran jurnalis Kompas.com, Nazar Nurdin menerima nasib serupa setelah beritanya berjudul ’Suporter PSIS dan Persis Solo Terlibat Saling Lempar Batu’. Berita ini mengesalkan bagi netijen Solo karena dianggap tidak sesuai fakta di lapangan. Mengingat Pasopati Solo tidak hadir di Stadion Jatidiri Semarang tetapi justru ditulis terlibat keributan. Entah bagaimana caranya netijen bisa menemukan akun Instagram jurnalis ini. Para netijen pun kemudian beramai-ramai meluapkan kekesalannya melalui akun Instagram sang jurnalis. Menyikapi itu Kompas.com belakangan menyunting judul berita itu menjadi ’Sesama Suporter PSIS Semarang Terlibat Saling Lempar Batu’.

Aksi netijen yang meluapkan kekesalan di akun sosial media adalah satu ciri fanatisme suporter dengan rasa memiliki terhadap tim. Harapannya adalah dengan luapan kekesalan itu selain merasa emosinya tersalurkan juga tidak ada lagi seorangpun yang berani lagi dengan tim yang dicintainya. Netijen membuktikan bahwa di Indonesia sepakbola bukan saja tentang sebuah pertandingan, tetapi juga tentang segalanya.

Ini belum soal insiden bendera Indonesia dicetak terbalik di buku dan koran Malaysia yang membuat hubungan kedua negara kembali menghangat. Meskipun pemerintah kedua negara sudah saling baikan tetapi tetap saja perang komentar di media sosial atau netijen menyebutnya twitwar tidak dapat dicegah. Netizen Indonesia vs Malaysia saling perang mulut, eh perang jempol menuliskan kata-kata yang argumentatif di setiap media sosial. Mereka saling serang dalam perdebatan, saling sanggah dan saling jawab. Belakangan situs-situs website milik Malaysia mulai dibobol. Salah satunya www.kualalumpurmalaysia.com. Tampilan website ini berubah hitam dengan pesan yang intinya jangan main-main dengan netijen Indonesia.

Marshall dalam teori determinisme teknologi juga menyebutkan bahwa perkembangan tekonologi turut andil dalam mempengaruhi perilaku dan gaya komunikasi masyarakat. Sebagai pengguna teknologi, kita para netijen akan berpikir bahwa menyerbu akun media sosial untuk melampiaskan kekesalan cukup efektif untuk memberikan sanksi sosial sebagai efek jera.

Awalnya hanya beberapa saja yang berkomentar kasar sampai banyak yang tahu dan menirukannya. Apa yang terjadi dengan Hanif, Filipi, Malaysia, Filipi atau Nazar bisa saja menimpa siapapun tanpa mengenal siapa dia kalau sudah dianggap melakukan kekeliruan. Bisa juga suatu saat menimpa kita sendiri para netizen yang sering berkomentar kasar.

Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono
Lahir di Malang 15 Maret 1990. Sarjana Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang. Twitter: @lugaswicaksono
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.