Rabu, April 24, 2024

Kesehatan Mental dan Buruh

Aulia Mauludi
Aulia Mauludi
Penulis lepas

Kerja adalah cerminan kesehatan jiwa. Semakin baik tempat kerja, semakin kecil kemungkinan kita mengalami masalah kejiwaan. Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nation secara gamblang menjelaskan tentang cara kerja produksi dalam skala luas. Sebagian besar buruh adalah kelompok manusia yang rentan mengalami masalah kejiwaan akibat terlalu luasnya proses produksi dengan minimnya pengetahuan.

Dalam sebuah pekerjaan besar, manusia akan memiliki pengenalan diri yang baik apabila dia mengetahui posisi mereka dalam sebuah produksi. Apabila buruh terlepas dari pengetahuannya atas kerja kolektif, maka dia akan teralienasi dari dunianya, seperti teori Marx. Pengetahuan tentang siapa dia menjadi penting karena di sana mereka bisa memaknai hidupnya, di mana makna hidup adalah dasar pembentukan mental yang paling dasar menurut Eric Fromm.

Kapitalis biasanya memotong produksi yang luas menjadi bagian-bagian kecil yang dikerjakan oleh buruh secara rutin. Anggap saja seorang buruh rokok yang pekerjaannya hanya melinting rokok. Kinerjanya diukur dari seberapa banyak dia melinting rokok. Begitu pagi datang, dia melinting terus hingga sore menjelang. Dia tidak tahu mengapa dia harus menghabiskan sembilan jam kerja untuk melakukan hal yang sama selama beberapa tahun hingga habis masa produktifnya.

Ketika dia sudah tidak produktif lagi, biasanya buruh kesulitan mendefinisikan siapa dan apa makna hidupnya selama ini. Sedikit sekali pelinting rokok yang tahu posisinya dalam sebuah proses produksi untuk menjadi bermakna hidupnya. Padahal seorang pelinting rokok memiliki posisi yang sangat penting dalam meraih devisa.

Industri rokok adalah industry terbesar di Indonesia. Sebagai gambaran bagaimana besarnya industry ini, cukai rokok menyumbang sekitar 10% dari pendapatan pemerintah di APBN. Jumlah manusia yang bersentuhan dengan industry rokok pun sangat besar. Dalam sejarahnya, apabila rokok diharamkan oleh MUI, maka perekonomian akan terdampak langsung.

Buruh dan Mental

Sebenarnya semua yang masih menerima gaji bulanan bisa dibilang buruh. Guru, pegawai bank, hingga pekerja pabrik masuk dalam kategori ini. Tetapi, sensitifitas mereka atas dunia kerja sangat berbeda. Hal ini disebabkan karena buruh dan pegawai lainnya memiliki perbedaan kebutuhan yang jauh. Ada banyak factor mengapa seseorang memilih suatu pekerjaan. Empat factor yang paling sering disebutkan adalah gaji, expertise, jejang karir, dan lingkungan kerja yang nyaman.

Expertise adalah pilihan seorang pekerja untuk bekerja di suatu bidang karena di tempatnya dia menemukan seseorang yang bisa dijadikan tempat untuk belajar. Buruh tidak mungkin menjadikan expertise sebagai suatu pertimbangan dalam memilih pabrik. Bagi pelinting rokok, tidak mungkin mencari pabrik yang memiliki ahli linting terbaik. Melinting rokok hanya begitu-begitu saja. Berbeda dengan pekerja seni yang tidak keberatan dibayar murah, tetapi bisa bekerja sama dengan orang yang mampu mengembangkan dirinya sebagai seorang professional.

Jenjang karir pun bukan suatu pilihan bagi buruh pabrik. Apabila kita bekerja di bank, kita masih berharap bisa memiliki karir bagus nantinya walaupun sekarang mendapatkan gaji kecil dan tekanan di tempat kerja tinggi. Tetapi, bagi seorang pelinting rokok, sulit baginya untuk bisa menapaki jejang di kemudian hari. Pekerjaan mereka lebih dilihat sebagai sebuah fungsi dibandingkan sebagai sebuah struktur.

Di antara empat pilihan itu, hanya dua yang dimiliki oleh seorang buruh bawahan, gaji dan lingkungan yang baik. Sesuai jenjang kebutuhan Maslow pun, buruh hanya bisa memenuhi dua kebutuhan terbawah, fisik (makan, minum, dll.) dan rasa aman. Untuk mencapai aktualisasi diri seorang buruh kasar di tempat kerja, tampaknya masih jauh dari harapan.

Inilah yang menjadi sebab mengapa undang-undang buruh sangat sensitive diterima oleh buruh kelas bawah. Mereka tidak memiliki banyak pilihan dalam mencari pekerjaan. Gaji dan tempat yang nyaman dalam bekerja adalah dua pilihan yang terkait langsung dengan undang-undang perburuhan. Bagaimana standar gaji dan keamanan dari PHK adalah isu penting bagi mereka di setiap pembentukan undang-undang tenaga kerja. Sedangkan, expertise dan jenjang karir biasanya tidak terkait dengan undang-undang perburuhan.

Untuk tingkat kebutuhan lainnya seperti penghargaan dan aktualisasi diri yang ujungnya adalah meningkatkan pengetahuan dan pengembangan diri, para buruh dibebaskan untuk berserikat dan berkumpul. Dari serikat pekerja inilah diharapkan buruh mampu untuk mengetahui posisinya dalam pekerjaan, dilihat dari sudut pandang yang lebih luas. Buruh akan bisa bernegosiasi karena mereka mengetahui nilai jual pekerjaannya. Terlebih lagi, mereka bisa membentuk makna diri untuk menjaga kesehatan mentalnya bersama dengan anggota serikat buruh lainnya.

Kalau mengikuti teori Freud, alienasi diri ini adalah ketidaksadaran yang dikerjakan terus menerus. Buruh hidup tidak dalam keadaan rasional yang baik. Pekerjaan monoton dan dilakukan berulang-ulang selama bertahun-tahun bisa membuat buruh tidak mengetahui potensinya sebagai seorang manusia.

Aulia Mauludi
Aulia Mauludi
Penulis lepas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.