Minggu, November 24, 2024

Kenaikan Harga BBM Mendera Masyarakat Menengah ke Bawah

Nur Marlalita
Nur Marlalita
Mahasiswi UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta, Jurusan Manajemen
- Advertisement -

Semakin besar angka laju pertumbuhan penduduk maka semakin besar pula kebutuhan hidup. Pakaian, makanan, dan tempat tinggal adalah contoh kebutuhan yang harus kita penuhi untuk bertahan hidup.

Nilai suatu barang pasti juga akan meningkat drastis dari tahun ke tahun, terutama untuk kebutuhan pokok yang tidak bisa diabaikan dan harus dipenuhi. Selain itu, transportasi juga merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Alat transportasi juga mengharuskan untuk menggunakan bahan bakar minyak bumi atau juga dikenal sehari-hari sebagai BBM.

BBM pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1883 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Minyak bumi ditemukan secara tidak sengaja karena muncul sebagai bentuk rembesan.

BBM biasa disebut juga dengan bahan bakar transportasi berupa bensin yang tersedia dalam delapan jenis yaitu Premium, Pertalite, Pertamax, Dexlite, Pertamax turbo, Pertamax racing, dan Pertamina dex. Premium, Pertalite, dan Pertamax adalah bahan bakar minyak yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun Premium kini akan dihapus mulai pada tahun 2022 karena penggunaannya yang dikatakan tidak ramah lingkungan.

Tidak hanya itu harga bahan bakar minyak merupakan proksi untuk tolak ukur besar dan kecil nya biaya anggaran negara. Kenaikan harga bahan bakar minyak dari dulu hingga kini masih mendera masyarakat miskin. Tidak jarang kenaikan harga bahan bakar minyak yang sangat signifikan akan diikuti oleh kenaikan harga bahan pokok lainnya.

Apalagi, hampir setiap di kepemimpinan presiden di Indonesia pernah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak. Awalnya, harga BBM pada saat di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto hanya sebesar Rp. 150, kemudian saat ini telah meningkat sebesar Rp. 12.500 untuk jenis baha bakar minyak Pertamax di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.

Adapun alasan pemerintah menaikkan harga BBM untuk mengatasi inflasi dan pembengkakan APBN untuk subsidi yang telah diberikan oleh pemerintah kepada kalangan masyarakat menengah kebawah. Pemerintah sebenarnya masih memikirkan nasib dari masyarakat tetapi  hanya itu jalan dan solusi untuk mengatasi permasalahan keuangan negara.

Tidak hanya itu, harga BBM dinaikan karena alasan minyak dunia sebagai variable terikat minyak yang diimpor oleh Indonesia. Menurut catatan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, besaran subsidi kesehatan tahun lalu hanya Rp43,8 triliun, infrastruktur Rp125,6 triliun, bantuan sosial Rp70,9 triliun, sementara subsidi BBM meraup dana paling besar, Rp165,2 triliun.

Oleh karena itu, latar belakang pemerintah menaikkan harga BBM ialah pengeluaran negara untuk subsidi BBM itu sendiri sudah terlalu besar sehingga diperlukan adanya pemangkasan agar dapat diaplikasikan kepada sektor lainya yang lebih nyata seperti sektor pendidikan ataupun kesehatan.

Dana yang disubsidikan untuk bahan bakar minyak selama ini dinilai kurang tepat sasaran. Selama ini, pengguna dari subsidi BBM hanya diperoleh oleh kalangan menengah keatas yang membeli banyak bahan bakar minyak ini. Pengurangan subsidi ini bertujuan agar subsidi ini dapat dialokasikan untuk memberikan bantuan langsung sementara masyarakat (BLMS).

- Advertisement -

Adapun dampak dari kenaikan harga BBM selain bahan pangan itu adalah biaya transportasi yang pastinya ikut naik juga. Kedua sektor inilah yang menyebabkan masyarakat tidak dapat menerima kenaikan akan harga bahan bakar minyak ini. Harga angkutan umum dan harga makanan yang terus melambung tinggi padahal gaji yang mereka terima selama sebulan tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan akan bahan pangan dan transportasi mereka sehari hari.

Dalam rangka menjaga stabilitas harga BBM, diperlukan berbagai formulasi strategi kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah. Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah diharapkan melanjutkan kebijakan transformasi secara bertahap dari subsidi berbasis komoditas menjadi subsidi berbasis orang/penerima manfaat. Kebijakan transformasi subsidi energi ini dilaksanakan dalam rangka menuju skema perlindungan sosial yang menyeluruh. Dengan kebijakan subsidi/bantuan berbasis target sasaran, diharapkan pengelolaan subsidi dan ketimpangan.

Subsidi energi terdiri atas subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg, serta subsidi listrik. Pada periode tahun 2017-2020, realisasi subsidi energi mengalami perkembangan yang cenderung fluktuatif, terutama dipengaruhi perkembangan asumsi dasar ekonomi makro dan kebijakan besaran subsidi tetap untuk minyak solar.

Nur Marlalita
Nur Marlalita
Mahasiswi UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta, Jurusan Manajemen
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.