Selasa, Maret 19, 2024

Kembali ke Tradisi: Tawaran Sukidi

Kamil Alfi Arifin
Kamil Alfi Arifin
Peneliti di Pusham UII dan Mindset Institute, serta mengajar di Jurusan Komunikasi UII Yogyakarta

Tawaran Sukidi untuk kembali ke tradisi, sebagaimana disampaikan dan ditegaskannya kembali dalam acara “Studium General: Menimbang Tradisi Sebagai Basis Tajdid Pemikiran Islam di Era Baru” yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Rabu, 19 Januari 2022), penting untuk kita cermati.

Penekanannya pada tradisi ini sangat menarik karena, pertama, dilontarkan oleh seorang Sukidi yang notabennya adalah pemikir Muhammadiyah. Kedua, Sukidi sebagai generasi penerus (yang mungkin bahkan melampaui) salah seorang raksasa pemikir pembaharu Islam Indonesia: (alm.) Nurcholish Madjid atau Cak Nur.

Kita bisa memahami tawaran penting Sukidi itu sebagai kritik terhadap gerakan pembaharuan Islam yang selalu menyerukan slogan “kembali ke  Al-Quran dan Sunnah”.

Selama ini, kita melihat, gerakan pembaharuan Islam yang menekankan bentuk purifikasi atau pemurnian agama memang selalu mengupayakan kembali ke Al-Quran dan Sunnah secara literlek. Apa yang berbunyi dalam Al-Quran dan Sunnah ingin dihidupkan dan diwujudkan sepenuhnya dalam realitas kehidupan umat Islam. Itulah ideal masyarakat Islam menurut mereka.

Sementara, gerakan pembaharuan Islam yang menekankan bentuk modernisasi, juga selalu mengupayakan perlunya membaca ulang Al-Quran dengan cara yang rasional. Tetapi intinya, keduanya, sama-sama menekankan pada pentingnya teks Al-Quran dan Sunnah sebagai basis dari gerakan pembaharuan Islam. Dengan kata yang lebih tegas, keduanya berangkat dari semangat dan seruan yang serupa: kembalilah ke teks. Kembali ke teks sebagai solusi dan panasea untuk mengatasi problem-problem ketertinggalan dan kemunduran Islam dalam menghadapi tantangan-tantangan modernitas.

Kebisuan Teks

Padahal, menurut Sukidi, kembali ke teks atau kembali ke Al-Quran dan Sunnah itu adalah tindakan yang sulit, kalau bukan sia-sia. Al-Quran dan Sunnah adalah teks yang bisu, diam, dan penuh ambiguitas. Bahkan tanpa makna. Makna dalam Al-Quran sebagai teks adalah produk dari tradisi. Tanpa tradisi, Al-Quran dan Sunnah sebagai teks, kata Sukidi, have no meaning. Kita hanya bisa memahami Al-Quran sebagai teks, dengan bantuan tradisi.

Tapi pertanyaannya, apa yang dimaksud tradisi— menurut Sukidi?

Sukidi mengatakan bahwa dia ingin merevitalisasi kata tradisi yang selama ini, dalam wacana pembaharuan pemikiran keislaman, seperti mengalami reduksi menjadi simbol kejumudan semata. Tradisi dilawankan secara peyoratif dengan kemodernan. Yang satu, identik dengan ketertinggalan dan kebekuan. Yang kedua, identik dengan kemajuan dan progres. Kita, saat ini, kata Sukidi, harus me-reinventing tradisi. Tradisi harus menjadi kata kunci dalam pembaharuan Islam di era yang baru.

Dalam pengertian Sukidi, tradisi adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat teks, orang-orang yang bergumul dengan teks, metode, habit of thinking, dan lain sebagainya. Makna dalam Al-Quran hanya hadir ketika ada interaksi secara intens dan historis antara teks Al-Quran dengan komunitas penafsir.

Dengan kata lain, tradisi yang dimaksud Sukidi dalam hal ini merujuk ke tradisi penafsiran Al-Quran dari komunitas dan generasi penafsir dalam khazanah Islam yang begitu sangat kaya.

Mengapa Tradisi, Bukan Teks?

Dengan kembali ke tradisi, kita akan melihat bahwa Al-Quran, kata dia, memiliki kekayaan pemaknaan. Ada keberagaman penafsiran. Makna dalam Al-Quran sebagai teks itu bersifat multivocality.

Terlalu berbahaya jika kembali ke teks. Kembali ke teks sebetulnya hanyalah kembali penafsiran juga, bahkan barangkali kembali ke pengabsolutan satu pemaknaan semata. Padahal, pemaknaan yang manakah yang paling benar di sisi Tuhan? Kita menurut Sukidi, tidak memiliki bukti. Sebab itu, kita tak pernah benar-benar bisa kembali ke Al-Quran dan Sunnah dengan mudah. Sepeninggal nabi, tak ada yang punya akses sepenuhnya untuk bisa memahami pikiran atau hukum Tuhan secara absolut benar melalui teks-teks kitab sucinya. Teks hanyalah teks. Kita hanya memiliki bukti: kekayaan pemaknaan dalam tradisi. Itu yang kita punya untuk memahami Al-Quran sebagai teks.

Hal ini juga yang menarik dari Sukidi. Sukidi tidak menunjukkan mengenai kekayaan pemaknaan Al-Quran sebagai teks dengan menggunakan kerangka perspektif dan metodis yang datang dari luar Islam seperti hermeneutika, semiologi atau semiotika dan lain sebagainya yang memperkenalkan mengenai gagasan tentang kebebasan pemaknaan dalam membaca teks: tidak ada makna bawaan (innet meaning) dalam teks, teks selalu terbuka terhadap pemaknaan, pengarang sudah mati—sebagaimana dilakukan banyak sarjana muslim modern.

Sukidi menunjukkan itu semua dengan menggunakan tradisi, tradisi penafsiran Al-Quran yang begitu kaya dalam khazanah Islam yang dilakukan oleh para interpreter atau generasi masyarakat muslim yang serius dan tekun bergumul dengan teks Al-Quran (mulai dari tafsir awal Islam, tafsir klasik, tafsir modern) dalam sepanjang sejarah.

Tradisi itu dipandang sangat penting untuk menjadi basis dari pembaharuan Islam di era yang baru. Bukan teks sebagaimana dilakukan oleh gerakan pembaharuan Islam sebelumnya.

Dalam gerakan pembaharuan keislaman yang selalu menyerukan slogan kembali ke teks, ada kecenderungan untuk mengabsolutkan satu penafsiran di satu sisi, tapi juga kecenderungan tidak mengapropriasi (kalau bukan mengabaikan) kekayaan penafsiran dalam khazanah Islam di sisi yang lain. Kecenderungan seperti ini memang khas semangat modernisme yang ingin menguniversalkan dan menonjolkan satu pemaknaan tunggal, dengan menyisihkan penafsiran-penafsiran lainnya yang beragam.

Kamil Alfi Arifin
Kamil Alfi Arifin
Peneliti di Pusham UII dan Mindset Institute, serta mengajar di Jurusan Komunikasi UII Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.