Apa yang kalian bayangkan tentang negara Thaiand? Ya, negara gajah putih tersebut sangat dikenal dengan keindahannya. Apalagi keindahan pantai yang berada di Krabi dan Phuket, yang merupakan salah satu destinasi paling favorit di dunia. Thailand juga salah satu negara dengan turis paling banyak di dunia.
Thailand juga dikenal dengan masyarakatnya yang sangat ramah, dari kalangan atas sampai orang gelandangan. Bahkan, saya pernah stay di Phuket selama 2 hari, waktu saya mau mencari makanan halal (karena di Phuket sangat jarang makanan halal) banyak masyarakat sekitar yang menunjukan dimana tempat restoran yang halal. Sebuah pengalaman yang tidak terlupakan.
Namun begitu, dibalik keindahan dan keramahan mesyarakatThailand, ada hal sisi kelam di negara Thailand, yaitu situasi politik yang terkadang naik dan terkadang turun. Tahukah kalian, bahwa sampai saat ini, Thailand masih dikuasai oleh junta militer yang mempengaruhi kerajaan dan Perdana Menteri Thailand.
Sudah beberapa kali rakyat melakukan kudeta pemerintah, namun selalu digagalkan oleh junta militer. Dan kini, kamis, 15 Oktober 2020, tidak ada hujan dan tidak ada angin, tiba-tiba puluhan ribu rakyat Thailand pro demokrasi, ramai-ramai turun kejalan di ibukota Bangkok.
Mereka menentang Surat Keputusan pemerintah Thailand yang menyatakan bahwa pemerintah Thailand melarang penuh melakukan aksi demonstrasi dengan bentuk apapun dan meminta PM Thailand, Prayut Chan O Cha, untuk meletakan jabatannya sebagai Perdana Menteri. Di hari yang sama, sebanyak 20 aktivis ditangkap oleh aparat keoplisian. Padahal, aksi demonstrasi berakhir dengan secara damai
Berbicara tentang perpolitikan di Thailand, saya sangat tertarik untuk membahas mengenai tensi perpolitikan dan kelamnya politik di Thailand. Mulai dari tensi menuju demokrasi setelah 1932, kontroversi PM Thaksin Shinawatra, Kudeta 2006, krisi politik 2008, dan krisis politik 2013.
Menuju Demokrasi setelah 1932
Setelah kudeta oleh para elit militer dan dukungan para pengusaha pada tahun 1932, yang dijuluki oleh “revolusi siam”. Pemerintahan Thailand secara resmi mengubah sistem pemerintahanya dari monarki absolut menjadi monarki konstitusional. Kemudian, kepemimpinan diktator militer berakhir dan mulai dibentuknya pemerintahan sipil. Kemudian, para militer dibawah Pibul Songgram kembali merebut pemerintahan Thailand selama 10 tahun.
Setelah Pibul berkuasa, pemerintah diganti dengan Thanom kittikachorn yang menjabat dari 1957-1968 dan 1963 – 1973 dan Sarit Thanarat (1958-1963). Kedua pemimpin negara tersebut memerintah secara diktator dan pada rezim mereka, pemerintah Thailand memberlakukan darurat militer, melarang untuk berpolitik, serta membekukan konstitusi. Sampai pada tahun 1973, masyarakat Thailand merasa muak terhadap rezim Thanom yanag juga para mahasiswa dan rakyat mencoba untuk melakukan kudeta dan berhasil menggulingkan rezim diktator tersebut.
Setelah kudeta revolusi, rakyat Thailand melihat peluang yang besar untuk mendirikan partai politik dan juga pemerintahan sipil. Namun begitu, pemerintahan sipil hanya mampu bertahan selama 3 tahun saja, yang kemudian digantikan kmbali oleh pemerintahan militer.
Kontroversi PM Thaksin Shinawatra
Pada tahun 2001, seorang milyarder yang juga sebagai Menteri, Thaksin Shinawatra berhasil memenangkan pemilihan parlemen, ia berhasil menduduki jabatan sebagai Perdana Menteri Thailand. Namun, sebelum resmi dilantik sebagai PM, ia dituduh oleh oleh pengadilan dikarenakan korupsi dan menang dengan hasil curang. Ia menjabat sampai 2005. Kemudian ia kembali menjabat sebagai PM kedua kalinya. Tetapi, tuduhan terhadap dirinya mengenai kasus korupsi dan penipuan pemilu terus digaungkan oleh pengadilan.
Kudeta 2006
Pada tahun 2006, junta militer yang dipimpin oleh Jendral SoonthiBoonyaratkalin berhasil merebut kekuasaan dengan cara kudeta pada tanggal 19 September, hal ini bertepatan dengan kunjungan PM Thaksin ke markas PBB di New York untuk menghadiri sidang tahunan. Pada Oktober 2006, Raja Bumibol memberikan dekrit “Dewan Keamanan Nasional” dan menunjuk Surayud Chulanot sebagai pelaksana tugas PM sementara yang menggantikan Thaksin.
Di tahun yang sama, massa pendukung mantan PM Thaksin kemudian mendirikan partai Phak Palang Prachacon yang artinya Partai Kekuatan Rakyat, atau disingkat PPP. Partai PPP kemudian berhasil memenangkan dalam pemilihan DPR pada tahun 2007 dan pada tahun 2008, Samak Sundaravej selaku ketum partai terpilih menjadi PM pada awal tahun 2008.
Krisis Politik 2008
Pada tahun 2008, terjadi kekacauan politik di Thailand yang semakin mengingkat. Partai PPP menghadapi tekanan dan rakyat berdemonstrasi untuk menuntut PM Samak mundur dari PM Thailand. Hal ini dikarenakan para demonstran anti pemerintah menganggap sistem perpolitikan di Thailand dirusak oleh politisi kaya, dan bersamaan dengan mantan PM Thaksin dituduh menyuap para birokrat, aparat, parpol dan perwira militer.
Pada September, PM Samak akhirnya dipaksa untuk mengundurkan diri sebagai PM dan parlemen memilih saudara iparnya, Samak Somchai Wongsawat sebagai penggantinya. Hal tersebut menimbulkan kerusuhan yang terburuk, bahkan paling buruk selama 15 tahun terakhir. Rakyat kembali berdemo karena PM yang baru masih satu partai PPP yang dikenal sangat buruk.Sampai-sampai massa menduduki bandara Shvabumi hingga akhirnya, PM Samak Somchai terpaksa mundur sebagai PM.
Pada tahun 2010, terjadi kembali kerusuhan, hal ini dikarenakan massa kaos merah dari front persatuan untuk demokrasi melawan kediktatoran menduduki beberapa ruas jalan di Bangkok. Akhirnya, militer terpaksa turun tangan untuk mengamankan situasi. Dan hasilnya, lebih dari 90 orang tewas atas kerusuhan tersebut. Hingga tahun 2011, Adik Thaksin Shinawatra, Yingluck Shinawatra terpilih oleh parlemen ia merupakan pejabat tinggi partai Pheu Thai (PTP).
Krisis Politik 2013
Menanti pengumuman RUU Amnesti yang diusulkan oleh PM Yingluck, Oktober Pada tahun 2013, oposisi kembali melakukan demonstrasi dan bersamaan dengan pengunduran diri beberapa anggota parlemen oposisi, di akhir 2013, para oposisi menganggap pemerintahan Yingluck sama seperti kakaknya, Thaksin yang penuh dengan korupsi. Menanggapi hal tersebut, PM Yingluck akhirnya membubarkan parlemen pada akhir 2013.
Kemudian, pemilu kembali diselenggarakan pada Februari 2014. Namun tidak semua rakyat dapat memilih yang akibatnya parlemen tidak ada regenerasi yang baru. Hingga menuat situasi politik di Thailand kembali memanas. Para massa kembali berdemo yang berakhir ricuh. Hingga pada akhirnya, MK memberhantikan Yingluck sebagai PM berserta para Menteri kabinetnya. Disusul dengan para elit militer kembali memanfaatkan situasi gonjang ganjing pemerintahan sipil dengan mengkudeta pemerintah yang dipimpin oleh jendral Prayuth Chan O Cha yang lagi lagi saat kondisi sedang krisis politik, militer Thailand memberlakukan darurat politik.
Begitulah sisi kelam dari perpolitikan di negara gajah putih tersebut, yang penuh diwarnai oleh pemakzulan serta kudeta oleh junta militer, yang pada akhirnya sampai saat ini, Thailand masih dikuasai oleh militer. Bahkan anggota kerajaan pun tidak bisa berbuat apa-apa dan pasrah terhadap keadaan negara sendiri.