Kamis, April 18, 2024

Kedok People Power dan Nafsu Kekuasan

Sinto Airlangga
Sinto Airlangga
Mahasiswa Hukum Universitas Airlangga, Peserta Rumah Kepemimpinan Surabaya

Gerakan people power yang telah digaungkan oleh pasangan nomor urut 2 adalah gerakan yang tidak masuk akal. Menurut analisis hukum saya ini adalah gerakan inskontitusional. Bagaimana tidak?

Bukankah ada cara konstitusional yang dapat dilakukan oleh BPN Prabowo Sandi untuk melaporkan hasil kecurangan pemilu yaitu menggugat hasil pemilu jika tidak puas dengan hasil pemilu. Namun setelah hasil pemilu diumumkan secara resmi oleh KPU gerakan People Power yang diinisiasi oleh si tua Amien Rais terjadi.

Nih pak dalam UU pemilu pasal 475 ayat 1 telah dijelaskan bahwa: Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pasangan calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.

Jadi ngapain harus koar-koar menyerukan gerakan inkonstitusional itu jika ada langkah yang lebih bijaksana yang bisa dilakukan. Tapi tidak semudah itu melegitimasi KPU untuk tunduk pada aturan yang mereka buat sendiri. Untung setelah itu mereka sadar dengan menggunakan jalur hukum yang tepat yaitu membawanya ke Mahkamah Konstitusi.

Iya, memang benar pak Amien Rais ini kita kenal dengan bapak reformasi. Tapi kondisi dizaman orde baru jauh berbeda pak dengan kondisi saat ini. Dalam diskusi publik yang pernah saya ikuti tentang era orde baru, waktu itu kondisinya seluruh rakyat Indonesia memang menginginkan adanya perubahan sistem demokrasi yang sudah tidak sehat.

Selain itu pula praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sudah sangat parah saat itu. Wajar saja jika saat itu seluruh elemen masyarakat melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menggulingkan pemerintahan Soeharto saat itu. Lah sekarang, apa yang harus di gulingkan?

Saya sebagai penulis melihat adanya keinginan pak Amien Rais dan elite politik lainnya sangat bernafsu untuk berkuasa alias ingin menang sendiri. Halah pak kekuasaan itu sesungguhnya adalah sebuah kehormatan bukan diraih dengan menghalalkan segala cara. Maka saya sebagai penulis sebenarnya tidak setuju dengan adanya praktik jual beli jabatan.

Mendapatkan sebuah posisi strategis itu adalah karunia dari Allah swt yang diturunkan untuk orang terpilih, maka jangan sampai karena ambisinya berkuasa lalu jilat sana sini. Bukan begitu kodratnya temen-temen?

Indonesia adalah Negara hukum. Semuanya sudah diatur dalam konstitusi. Jadi kalau bertindak tidak sesuai dengan konstitusi dimana letak negarawan kita? Bukankah dalam hukum kita mengenal asas “presumptio iures de iure” bahwa setiap orang dianggap tahu tentang hukum.

Toh juga tidak memenangkan pemilu saat ini masih ada tahun 2024 lagi untuk maju dalam kontestasi pilpres jika ingin mengusung calon presiden yang sama lagi. Hehe…Tapi saya kira gerakan ini kemungkinan akan sulit sekali untuk dilakukan, mengingat saat ini ekonomi Indonesia aman dan masyarakat saat ini juga sudah melek politik. So…. Nggak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.

Sinto Airlangga
Sinto Airlangga
Mahasiswa Hukum Universitas Airlangga, Peserta Rumah Kepemimpinan Surabaya
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.