Selasa, Oktober 8, 2024

Kecacatan Marxisme Sebagai Teori Hubungan Internasional

Darren Christopher
Darren Christopher
i don't really know what to type here.

Semenjak perumusannya pada tahun 1848, Marxisme, atau yang sering juga disinonimkan dengan komunisme telah menuai banyak kontroversi. Karl Marx, pengemuka sekaligus asal-usul dari penamaan ideologi ini melihat peradaban manusia sebagai sebuah kisah pertentangan kelas sosial, antara si kaya dan si miskin yang lahir dari rahim kapitalisme. Menurutnya, sistem ekonomi yang jelas-jelas digunakan oleh orang-orang borjuis untuk menindas kaum yang lebih lemah ini harus segera digulingkan dari tahtanya untuk mencapai dunia yang ideal.

Kini, Marxisme telah menjadi sebuah teori dalam studi Hubungan Internasional yang kerap digunakan oleh ilmuwan HI dalam mengkaji hiruk-pikuk ekonomi dan politik internasional. Tentu, suatu teori yang berkeinginan untuk mengkritik serta meniadakan sistem kapitalis dunia demi terciptanya keadilan internasional sudah pasti berhasil memikat sejumlah penggemar ilmu HI. Namun, tidak sedikit pula yang melihat teori ini sebagai pemikiran yang keliru.

Mengikuti perkembangan ilmu HI sebagai bagian dari panggung akademik pasca Perang Dunia Pertama, begitu pula Marxisme telah berevolusi dalam tingkat pengkajiannya. Paradigma yang semula memiliki fokus sentral untuk menganalisis konflik antara si kaya dan si miskin kini berpindah kepada level yang lebih tinggi, yakni permasalahan antara negara inti dan negara perifer. Kendati demikian, ini bukan berarti para Marxis berhenti mengakui adanya campur tangan individual-individual tertentu dalam sistem internasional.

Penganut teori ini tidak melihat negara-bangsa sebagai sebuah aktor otonom yang bergerak sendiri, melainkan sebagai alat yang tunduk pada kendali tokoh-tokoh berkuasa demi memenuhi agenda pribadi mereka. Inilah sebabnya Lenin, mantan pemimpin tertinggi Uni Soviet sekaligus seorang komunis melihat distribusi pengaruh dan ekonomi antarnegara sebagai sesuatu yang asimetris dan tidak adil. Untuk mengobati hal ini, para Marxis akan berikhtiar untuk melengserkan sistem kapitalis dunia kepada sesuatu yang berkiblat pada paham Marxisme.

Tetapi kini para Marxis harus menjawab serangkaian pertanyaan yang timbul akibat asumsi-asumsi tersebut: apakah benar bahwa kesenjangan merupakan hasil dari kapitalisme semata? Apakah benar bahwa kapitalisme merupakan sebuah sistem ekonomi yang senantiasa mengeksploitasi dan menindas yang lemah? Apakah dengan menggantikan kapitalisme sebagai sistem ekonomi, Marxisme dapat menjamin kesejahteraan dan kesetaraan absolut?

Yang seringkali dilupakan oleh para Marxis adalah fakta bahwa sama seperti begitu banyak hal lain, kapitalisme juga berubah. Adalah sebuah kekeliruan besar apabila kapitalisme modern dicap sebagai dalang dari segala eksploitasi dan kesenjangan yang ada di dunia. Bertolak belakang dengan apa yang dipercaya oleh para Marxis, kapitalisme telah bertumbuh menjadi sebuah sistem ekonomi yang berperan besar dalam menciptakan kesejahteraan global.

John Maynard Keynes, seorang ekonom asal Inggris berkontribusi besar terhadap realita ini dengan mengemukakan suatu teori ekonomi dengan nama Keynesian economics. Teori ini, yang dapat dikategorikan sebagai sebuah subset dari kapitalisme dibentuk dengan tujuan meminimalisir eksploitasi serta meningkatkan kebahagiaan kolektif suatu bangsa.

Karenanya, bangsa-bangsa di Eropa yang mengadopsi sistem ini seperti Prancis dan Inggris berhasil menyediakan berbagai fasilitas umum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui layanan kesehatan universal, edukasi, jaminan pensiun, keamanan sosial, hingga batas upah minimum.

Hal ini juga berimbas kepada cara negara-negara menyikapi pelbagai fenomena dan tragedi internasional yang terjadi. Mengiringi munculnya semakin banyak negara-negara adikuasa, rintangan-rintangan internasional pun menjadi semakin mudah untuk dihadapi.

Sebagai contoh, Inggris menunjukkan kepeduliannya kepada India dengan memberikan seribu unit alat ventilator, beserta dengan bimbingan medis lainnya untuk menangani pandemi COVID-19. Perilaku seperti ini tidak eksklusif kepada Inggris saja, tetapi sejumlah negara besar lainnya, yang memang memiliki keinginan serta kemampuan ekonomi yang memadai, juga turut membantu dunia melalui tindakan langsung ataupun organisasi-organisasi internasional demi menciptakan kesejahteraan global.

Teori Marxisme dalam HI juga turut dilemahkan oleh argumen R. N. Berki yang melihat keberadaan sistem negara-bangsa itu sendiri sebagai sebuah lubang besar bagi pemikiran ini. Berki mengutip sebuah pertanyaan oleh ilmuwan Kenneth Waltz yang berbunyi demikian: Manakah yang seharusnya dihapus demi mencapai kesejahteraan?

Negara, sistem ekonomi kapitalis, atau keduanya? Menurutnya, kesenjangan yang melulu dijagokan oleh Marxisme tidak sepenuhnya timbul karena sistem kapitalis yang eksploitatif, melainkan karena perbedaan (diversity) yang ada secara alami di dalam setiap bangsa dan negara sebagai entitas politik global. Dengan demikian, kesenjangan ini hanya dapat dieliminasi dengan menghapus sistem negara-bangsa yang ada beserta perbedaannya.

Di saat itu terjadi, manusia akan kembali membentuk kelompok-kelompok kecil untuk bertahan hidup sebagai ganti negara-bangsa, dengan membawa perbedaan individual mereka ke dalamnya, dan sekali lagi menciptakan kesenjangan yang semula berusaha dihapuskan oleh pemikir Marxis.

Kekeliruan dalam menganalisis permasalahan dalam dunia HI menjadikan teori ini sebuah lensa yang buruk untuk mengkaji dinamika ekonomi dan politik internasional. Kesenjangan yang ada antara negara inti dan negara periferal tidak disebabkan oleh sistem kapitalis semata, melainkan karena sifat alamiah negara-negara ini yang mengandung perbedaan hingga ke level individu.

Lebih lagi, negara-negara inti yang berhasil mengakumulasi kekayaan malah menjadi partisipan aktif dalam menyelesaikan masalah kesejahteraan domestik dan internasional. Dengan menuduh kapitalisme sebagai akar dari kesenjangan antarnegara serta alat eksploitasi negara-negara kaya bukan hanya menjadikan pemikiran Marxisme sebagai sesuatu yang keliru, tetapi juga berbahaya bagi stabilitas internasional.

Darren Christopher
Darren Christopher
i don't really know what to type here.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.