Sabtu, April 20, 2024

Kebahagiaan di Gurun Tandus Negeri Indonesia

Hari Naredi
Hari Naredi
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UHAMKA

Indonesia negeri gemah ripah sumber daya hasil bumi, negeri lain iri untuk dan selalu ingin memiliki, sehingga bujuk rayu manis dilepaskan sebagai strateginya, jika tidak mempan perang di lakoni. Semua itu tercatat dalam lembaran sejarah tanah negeri.

Anak negeri selalu pada posisi terjalimi dan dihkianati, dijajah dan dikolonisasi tetapi mereka tetap hidup dan tetap bahagia. Perhatikan rakyat anak negeri hidup sederhana, senantiasa pada tataran bahagia sebatas bekerja hanya untuk makan, dan tidur tak kehujanan, sungguh luarbiasa sikap mental menerima kenyataan hidupnya. Lihatlah disana rezimisme berkomplot berlomba meneguk anggur kenikmatan. Bergelut mengatasnamakan kebenaran.

Nilai dan norma anak negeri terjaga selalu dalam sanubari. Sementara komplotan itu mecipta hukum untuk menjadikanya abadi. Religi, nilai dan norma yang mewujud dalam budaya sejati tidak sanggup lagi menentramkan komplotan itu maka sejak itu tanah negeri mulai meranggas, paceklik jiwa menambah gersangnya bumi pertiwi, nafas anak negeri tersengal-sengal dan akhirnya mati.

Bumi pertiwi ini tengah terluka, mulailah melakukan refleksi, mencari, dan menemukan kembali hakikat hidup yang sejati. “Hakikat hidup dan kebahagiaan hidup itu letaknya dimana?” Apakah ada dalam kekuasaan, harta kekayaan, pangkat dan jabatan atau tingginya ilmu pengetahuan.

Hakikat hidup dan kebahagiaan hidup seperti itu hanya semu, hanya instrumental, jika itu yang disebut hidup dan kebahagiaan hidup maka hidup telah jatuh kedalam jurang ketidaksadaran hidup, hal itu bukanlah hakikat hidup dan kebahagiaan yang sebenar-benarnya.

Hakikat kesadaran hidup dan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya ada dalam kesadaran jiwa (teosofis dan filosofis) yang mempribadi, bukan sekedar kesadaran materi, materi adalah sarana, alat untuk menuju kesadaran hidup sejati, materi adalah wujud budaya hasil akal budi manusia untuk menunjukan bahwa manusia memang memiliki keistimewaan dari Sang Maha Pencipta untuk mencipta.

Materi yang mewujud sebagai budaya, tercipta dari akal budi manusia bukanlah tujuan yang sesungguhnya. Budaya yang sesungguhnya adalah adalah kesadaran kepribadian manusia, mencipta materi dalam kerangka cara pandang hidup sejati dalam kesadaran Illahi.

Perhatikan organisme masyarakat lebah dan semut, mereka sedang merawat kebangsaannya, bukan sekedar untuk hidup tatapi untuk kehidupan yang sejati. Mereka tidak ada yang memperkaya diri, berebut meraih kuasa, tidak ada saling membenci, memaki-maki, mereka selalu bersilaturahmi, mereka mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya untuk sebuah tujuan yang sejati.

Kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan jiwa yang mempribadi terletak dalam sanubari. Pangkatnya adalah derajat kebaikan dan kebenaran sejati.Kekuasaannya adalah pengabdian yang kafah kepada yang Maha Esa mewujud dalam kasih dan sayang terhadap sesama.

Masa lalu negeri ini dengan budaya luhurnya wajib di pelajari untuk membentuk kebudayaan yang lebih tinggi.

Pelajarilah melalui proses rekreatif: mengkaji ragam episteme-episteme untuk menemukan makna-makna dari pengetahuan dari budaya yang pernah ada temukan axion-axionnya berupa nilai-nilai dan etika yang ada dibalik simbol budaya itu sehingga akhirnya kita menemukan hakikat-hakikat yang sejati dari setiap penciptaan budaya itu sendiri, yaitu sekumpualan Kebenaran dalam keyakinan/belief, Iman/faith).

Satu hal penting yang juga harus di pahami oleh generasi kini bahwa suatu keniscayaan bahwa kehidupan budaya materi, akan selalu berubah mengikuti zamannya.

Hal yang tidak mungkin berubah dari zaman Adam As hingga Pasca Muhammad Saw adalah adalah spirit, jiwa, ruh, sukma, yang sejati yang selalu di terangi oleh cahaya Illahi (Iman), kenali dirimu sendiri melalui proses imanensi maka engkau akan mengenal sejatinya diri masuk kedalam ruh keimanan/proses transendensi.

Sebaliknya, spirit, jiwa, ruh, sukma yang diselimuti selubung hitam kelam hawa nafsu, sehingga seolah-olah dunia adalah kesejatian sesungguhnya, dunia adalah segala hal yang harus diraih, direbut dan dinikmati sampai lupa diri (ecstacy).

Kebenaran versi manusia atas tafsir kehidupan, karena dianggap kebenaran sejati dari qalam Illahi tidak lagi mampu memuaskan manusia, dan akhirnya manusia mencari versi kebenarannya sendiri. Apakah ini  paradigma kebenaran modern dengan liberalismenya atau post modern dengan post truth nya? Jika iya berhati-hatilah di dalamnya.

Spirit, jiwa, ruh tidak akan pernah berubah ia hanya tersembunyi dalam setiap penciptaan budaya, simbol-simbol budaya manusia di muka bumi. Apapun namanya budaya yang tercipta di era tradisional, era modern, atau post modern saat ini, seiring dengan perkembangan nalar ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dunia boleh berubah tetapi hakikat jiwa, ruh ia bersifat kekal selalu berada di antara dua dimensi, dimensi sejati dan dimensi fana.

Baik-buruk, benar-salah, mulia-hina. Dimensi tersebut sulit di bedakan hari ini, namun Dia, Kebaikan, Kebenaran, Kemuliaan akan menampakkan diri sendiri dalam terang benderang melalui ruang imanensi, karena adanya kesadaran bahwa Dia begitu dekat bahkan sangat dekat, lebih dekat dari urat nadi ‘Diri’ kita sendiri.

“Dimana sesungguhnya ‘Diri’  berada dan mengada?” Jawabannya adalah ada dalam hidayah Nya. Hidayah adalah kata kuncinya.

Hidayah adalah kesadaran akan jati diri, hakikat insani yang telah meruhani. Tidak mudah untuk menggapai hidayah ini, perlu ruang ikhlas dan ruang damai di hati, kontempelasi dalam setiap sujud malam bersamaan dengan tafakur dan tadabur semesta alam. Sehingga mampu memiliki pandangan terhadap hidup dan kehidupan dengan suci hati dan jernih fikir.

Budaya materi yang di landasi dengan hidayah Illahi akan menghasilkan budaya sebagai penanda perubahan menuju kepada peradaban yang tercerahkan bagi umat manusia dan alam yang bernama Indonesia, sampai akhir nanti yang akan selalu terekam dalam sanubari setiap insan yang sadar diri.

Hari Naredi
Hari Naredi
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UHAMKA
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.