Selasa, Desember 10, 2024

Kawal Potensi Korupsi Masa Pandemi

Syukron Farawansa
Syukron Farawansa
Mahasiswa Hukum Administrasi & Ketatanegaraan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
- Advertisement -

Pandemi Covid-19 mengakibatkan keterpurukan yang masif dari berbagai sektor, terutama terhadap pertumbuhan ekonomi indonesia. Tidak hanya mengakibatkan defisit anggaran, melainkan juga berdampak pada sektor industri yang behenti produksi, karyawan banyak yang dirumahkan hingga mengakibatkan perusahaan-perusahan jatuh bangkrut oleh karena tak kuasa menahan gejolak ekonomi dikala pandemi ini.

Hal itu membuat penambahan angka kemiskinan baru semakin meningkat, tak hanya itu pengangguran-pun semakin bertumbuh pesat, sedangkan kita tidak tahu kapan wabah ini akan segera berakhir.

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan guna menopang kestabilan ekonomi dikala pandemi ini mulai dari bantuan sosial yang diberikan secara bertahap hingga mengucurkan dana tambahan belanja APBN Tahun 2020 guna penanganan Covid-19 yang totalnya sebesar Rp. 405,1 triliun.

Dengan rincian sebesar Rp. 75 triliun belanja bidang kesehatan, Rp. 110 triliun perlindungan sosial Rp. 70,1 triliun insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Rp. 150 triliun pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha melalui realokasi dan refokusing APBN 2020 dan APBD di setiap pemerintah daerah.

Tentu dengan kucuran dana yang sangat besar tersebut menimbulkan isu potensi korupsi dibalik penyalurannya, mulai dari sektor pengadaan barang dan jasa, sektor sumbangan pihak ketiga, sektor pengalokasian anggaran dari APBN maupun APBD, baik itu alokasi sumber belanja daerah maupun pemanfaatan anggaran, serta pendistribusian program bantuan sosial dalam rangka social safety net.

Sehingga polemik yang terjadi ditengah mewabahnya Pandemi Covid-19 terkait dengan kebijakan pemerintah adalah menyangkut persoalan akuntabilitas APBN dalam pelaporan pertanggugjawaban keuangan negara dalam penanganan pandemi Covid-19 melalui PERPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19.

Pasalnya dalam substansi norma Perppu tersebut tidak menjelaskan secara tegas dan konkret soal pengawasan dan pelaporan pertanggugjawaban keuangan negara dalam penanganan pandemi Covid-19. Hal ini sangatlah bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam dalam pengelolaan keuangan Negara.

Prinsip akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban lembaga yang diberi wewenang  dalam pengelolaan sumber daya Publik. Maka sudah seharusnya pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara harus dilakukan secara transparan, akuntabel dan memerlukan fungsi pengawasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Jika aparatur pemerintahan tidak mengindahkan prinsip dan norma dalam pengaturan transparansi penggunaan anggaran dan menyalahgunakan anggaran tersebut, maka harus siap berhadapan dengan ancaman hukuman mati bila penyalahgunaan dana yang dilakukan dalam keadaan bencana, seperti yang terjadi saat ini, dengan status darurat kesehatan masyarakat dan bencana nasional akibat wabah Covid-19.

Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengancam hukuman pidana mati bagi pelaku korupsi dalam keadaan tertentu. (UU tipikor pada pasal 2 ayat (1) dan (2)).

- Advertisement -

Ayat (1) mengatur bahwa: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Ayat (2) menyebutkan, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Dalam penjelasannya frasa “keadaan tertentu” itu sebagai pemberatan hukuman jika korupsi dilakukan, diantaranya dalam keadaan bencana alam nasional, negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Namun keluarnya Perppu Nomor 1 tahun 2020 justru melemahkan penegakan hukum UU Tipikor dan perubahannya, pada pasal 27 ayat 1 pada perppu 1/2020 yang mana harus diperhatikan dalam pasal tersebut berbunyi:

“Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.”

Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai Perppu 1/2020 memang secara konten tidak terlalu jelas, khususnya Pasal 27. Sebab, terkesan ada nya upaya “kebal hukum” dari berbagai jerat pidana ataupun perdata. Namun, adanya frasa “itikad baik” dalam Pasal 27 ayat (2) menjadi ukuran/batasan ketika pejabat negara tidak memenuhi kriteria pengelolaan keuangan/anggaran penanggulangan Covid-19. Artinya, UU Pemberantasan Tipikor tetap dapat menjerat para pelaku korupsi yang menyalahgunakan kewenangan serta mengambil keuntungan di tengah wabah Covid-19.

Tentu dengan persinggungan regulasi peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah dimasa pandemi seperti ini membuat banyak masyarakat menjadi bingung terhadap pola penegakan hukum dari regulasi tersebut.

Dikarenakan dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, tentunya diperlukan adanya perbaikan sistem penyaluran, pola pertanggungjawaban dan sistem pengawasan yang ketat guna mencegah terjadinya penyaluran dana/anggaran yang tidak tepat sasaran.

Saat ini, efektivitas penegakan hukum guna mengawal kebijakan pemerintah dengan potensi korupsi dikala pandemi sangat ditentukan oleh keberanian aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum.

Syukron Farawansa
Syukron Farawansa
Mahasiswa Hukum Administrasi & Ketatanegaraan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.