Jumat, Maret 29, 2024

Kartu Merah PSSI

Habibi bahari fattah
Habibi bahari fattah
Suka nonton sepakbola dan badminton

Beberapa bulan yang lalu publik dihebohkan oleh seorang mahasiswa dari salah satu universitas ternama di Indonesia yang berlagak bagai seorang wasit pertandingan sepakbola yang sedang mengacungkan kartu kuning.

Kartu kuning itu dihadiahkan kepada Pak Jokowi, selaku Presiden Indonesia. Aksi ini dilakukan untuk memperingatkan Presiden Jokowi terhadap permasalahan-permasalahan yang ada. Tentunya aksi ini menimbulkan pro dan kontra, ada yang setuju ada juga yang mengecam.

Kurang lengkap rasanya jika seorang wasit hanya menyimpan kartu kuning di dalam sakuknya, pastinya terdapat juga kartu merah di dalamnya. Namun kepada siapakah kartu merah itu diacungkan menjadi sebuah misteri. Rasanya, pilihan yang sangat tepat jika kartu merah itu dikeluarkan sekarang, dihadiahkan kepada PSSI selaku induk organisasi sepakbola Indonesia.

Tak hanya mereka yang mendukung sang wasit saat mengacungkan kartunya ke Presiden Jokowi setuju dengan hal ini kelak, tetapi mereka yang menentang dan mengutuk aksi sang wasit terhadap Presiden Jokowi pastinya akan turut mendukung jika kartu merah ini diarahkan ke PSSI. Hal ini dikarenakan sebagai induk persebakbolaan Indonesia, PSSI dinilai tak becus menangani sepakbola Indonesia.

Sudah banyak dosa-dosa PSSI kepada masyarakat Indonesia, terkhusus  penikmat sepakbola. Rasanya tak cukup jika saya tuliskan semua dosa PSSI tersebut, biar Tuhan dan malaikat saja yang menghukum di akhirat kelak. Tapi, mari kita bahas beberapa dosa agar kita tetap ingat bahwa PSSI yang penuh dosa masih merasa tak berdosa.

Yang pertama, ketidakseriusan PSSI untuk menyelenggarakan Liga. Hal ini terbukti dengan molornya kick-off Liga 1 yang semula dijadwalkan akan dimulai pada 24 Februari 2018 silam, malah terealisasi pada bulan berikutnya yaitu 23 Maret 2018. Permasalahan bergulirnya laga pertama Liga domestik rasanya menjadi masalah tahunan PSSI.

Tak hanya itu saja, bentroknya jadwal Liga 1 dengan kalender FIFA tentunya membuat rugi klub-klub Liga 1. Sejatinya, sebagai induk organisasi yang profesional, membuat jadwal kompetisi tentunya harus menyesuaikan dengan kalender FIFA, sehingga ketika timnas Indonesia melakukan laga ujicoba, kompetisi Liga dapat menyesuaikan agar jadwalnya tidak bentrok yang malah merugikan pihak klub karena harus kehilangan pemain inti.

Memang membela timnas adalah sebuah kebanggaan tersendiri, menolak panggilan timnas sama halnya menolak untuk membanggakan nama Indonesia. Tapi kalau ceritanya jadwal liga bertabrakan dengan jadwal pertandingan membela timnas harus bagaimana.

Sepanjang 03 sampai 11 September ini, yang merupakan kalender FIFA untuk jeda kompetisi domestik agar dimanfaatkan oleh sebuah negara untuk melakukan ujicoba, kompetisi Liga masih libut hingga 10 September, dan baru dimulai 11 September. Yang aneh adalah, disaat kompetisi Liga 1 yang baru bergulir usai libur Asian Games, bertepatan dengan pertandingan timnas kontra Mauritius.

Pemilihan tanggal 11 ini menjadi pertanyaan besar, kenapa tidak melakukan pertandingan persahabatan lebih awal, semisal 7 atau 8 September, saat kompetisi Liga Domestik masih libur. Sesulit itukah PSSI mengatur jadwal?

Oktober mendatang, timnas kembali menjadwalkan pertandingan persahabatan kontra Hongkong dan Kamboja, berdasarkan kalender FIFA, 08-16 Oktober merupakan jadwal untuk melakukan pertandingan persahabatan, tetapi pada tanggal 8 dan 16, terdapat pertandingan yang masih bergulir di Liga 1, sementara tanggal 9 sampai 15 jadwal Liga 1 kosong.

Patut ditunggu dan dilihat, apakah PSSI kembali memilih tanggal laga persahabatan bentrok kembali dengan Liga domestik atau tidak. Jika PSSI menjadwalkan pertandingan persahabatan pada 8 dan 16 Oktober, rasanya kartu merah saja tidak cukup untuk PSSI.

Selain kinerja PSSI terhadap kalender Liga 1, sistem kinerja wasit juga menjadi perhatian penikmat sepakbola tanah air. Kinerja wasit selama memimpin pertandingan dinilai kurang tegas dan banyak merugikan banyak pihak terutama tim yang bertanding.

Tak hanya wasit yang memimpin jalannya pertandingan, hakim garis juga sering kali salah mengambil keputusan seperti offside dan inside. Hakim garis seharusnya mendapatkan pelatihan penglihatan yang bagus, kalau bisa mata mereka diganti dengan mata elang agar pandangannya jauh lebih tajam.

Mungkin juga perlu diadakan kepelatihan kepemimpinan bagi para wasit di Indonesia agar para wasit memiliki ketegasan dalam pertandingan agar tidak ragu-ragu mengeluarkan kartu merah kepada pemain yang benar-benar merugikan tim lawan. Jangankan kartu merah, seringkali pertandingan sepakbola Liga 1, saat terdapat pemain yang dilanggar sangat keras oleh tim lawan tak mendapatkan peringatan apa-apa, malah wasitnya yang kebingungan harus bertindak bagaimana.

Selanjutnya, netralitas terhadap kepengurusan PSSI itu harusnya harga mati. Tapi, nyatanya, pengurus PSSI tak lepas dari kepentingan politik. Hal ini terbukti dengan banyaknya pemegang saham mayoritas klub Liga 1 yang menjadi pengurus PSSI serta ketua PSSI yang rangkap jabatan sebagai gubernur.

Sebagai organisasi yang mengurusi sepakbola, seharusnya PSSI menerapkan slogan FIFA, “kick politics out of football” bukan malah “do politics in football”. Jika ingin berpolitik masuk partai politik saja, jangan jadi pengurus PSSI. Karena sepakbola bukanlah alat politik yang digunakan untuk mendapatkan kekuasan, sepakbola adalah pemersatu, objek yang menyatukan perbedaan suku, agama, dan pandangan politik

Jika ingin membenahi kualitas sepakbola negeri ini, langkah awal yang mesti dilakukan adalah membenahi induk sepakbolanya terlebih dahulu, karena kualitas sepakbola yang baik pada suatu negara adalah cerminan dari pembinaan pemain negara tersebut. Kemudian, pembinaan pemain yang baik berasal dari sistem liga yang baik pula, dan sistem liga kompetisi sepakbola mencerminkan gambaran asosiasi sepakbola yang bertanggung jawab terhadap kompetisi tersebut.

Sehingga, tak ayal bahwa kualitas sepakbola kita buruk, itu karena memang asosiasi syang bertanggung jawab juga memang bobrok. Rasanya kartu merah adalah tindakan yang wajar untuk diberikan kepada PSSI, karena dalam sepakbola kartu merah berarti mengusir keluar. Dan kartu merah PSSI menandakan mengusir keluar mereka yang memiliki kepentingan politik pada skema kepengurusan PSSI agar PSSI menjadi asosiasi sepakbola yang bebas dari kepentingan politik.

Habibi bahari fattah
Habibi bahari fattah
Suka nonton sepakbola dan badminton
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.