Selasa, April 16, 2024

Kapan Kapitalisme Memasuki Dunia Pendidikan?

Muhammad Husein Ali
Muhammad Husein Ali
Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Bandung. Seorang kutu buku yang senang mempelajari filsafat, sosial, politik, sains, dan teknologi

Pada persaingan global ini, wawasan seseorang sangatlah penting. Jurnal Education and Economic Growth pada tahun 2010 menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh skills dari masyarakatnya.

Hal tersebut sangat penting untuk dipahami oleh negara maju dan berkembang karena dapat mempengaruhi pengembangan kebijakan yang dibentuk. Banyak negara yang mengenali pentingnya pendidikan, namun hanya berfokus untuk memastikan seberapa lama seseorang berada di sekolah terlepas dari seberapa banyak hal yang mereka pelajari (Hanushek E A and Wößmann L: 2010).

Kebijakan pemerintah Indonesia adalah wajib belajar 12 tahun yang artinya setiap warga negara Indonesia diwajibkan untuk mengenyam pendidikan sampai tingkat SMA/SMK. Bantuan dana BOS dari pemerintah mampu mensubsidi pendidikan selama 12 tahun tersebut. Setelah itu, ketika masuk ke perguruan tinggi, masyarakat yang kurang mampu dapat tetap melanjutkan pendidikan melalui jalur bidikmisi.

Biaya pendidikan selalu mengalami kenaikan. Inflasi tersebut selalu terjadi setiap tahun terlepas dari bagaimana sistem pendidikan tersebut. Alokasi dana APBN untuk pendidikan kita adalah sebesar 20% atau sebesar 416,1 trilliun pada tahun 2017. Dana tersebut difokuskan sesuai dengan peraturan perudang-undangan yakni mandatory spending untuk peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan. Sejauh ini, undang-undang kita telah menganggap pendidikan sebagai bagian dari public goods. 

Apakah pendidikan termasuk kepada barang publik? Dalam economic goods theory barang publik adalah barang yang tidak perlu bersaing (secara ekonomi) untuk mendapatkannya juga mereka yang tidak membayar untuk barang tersebut tetap dapat mendapatkannya.

Kebijakan pemerintah terhadap barang pendidikan, menyebabkan adanya dikotomi pada penyediaan institusi pendidikan yaitu pendidikan negeri (public schools) dan pendidikan swasta (private schools). Dikotomi ini terjadi karena adanya siswa yang tidak mampu bersaing secara kemampuan untuk mendapatkan sekolah negeri namun mampu bersaing secara ekonomi untuk tetap bersekolah.

Kapitalisasi pendidikan dimulai dari dikotomi terhadap pendidikan negeri dan swasta. Perlu kita ketahui terlebih dahulu apa pembeda penting pendidikan negeri dan swasta di Indonesia.

  1. Sekolah negeri dibiayai oleh pemerintah, sementara sekolah swasta dibiayai oleh biaya SPP yang dibayarkan oleh siswanya.
  2. Kurikulum sekolah negeri diatur oleh pemerintah, sementara kurikulum sekolah swasta harus mengikuti pemerintah namun dapat menyediakan kegiatan lain di luar kurikulum pemerintah tersebut.

Pembiayaan pendidikan oleh pemerintah menyebabkan rendahnya biaya sekolah atau perkuliahan dan sebaliknya terhadap pendidikan yang hanya dibiayai oleh SPP siswanya. Sementara itu, sekolah swasta tidaklah begitu berbeda dengan sekolah negeri karena kurikulumnya tetap harus mengikuti pemerintah walau diperkenankan untuk menambahkan beberapa kegiatan eksklusif seperti ekstrakulikuler.

Kala seseorang kalah bersaing untuk mendapat pendidikan negeri, mereka terpaksa harus mendaftarkan diri ke pendidikan swasta yang tentu biayanya lebih mahal. Masalah muncul ketika orang tersebut termasuk orang yang berasal dari keluarga menengah atau orang yang kurang mampu untuk membayar pendidikan swasta yang mahal. Berhenti sekolah tentunya bukanlah sebuah solusi. Mereka harus tetap melanjutkan pendidikan. Lantas bagaimana caranya?

Mari kita melihat negara Jerman sebagai preseden. Jerman adalah negara dengan produktivitas tinggi, meskipun kekalahan perang dunia ke 2 menyebabkan ekonominya luluh lantah.

Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jerman merupakan sekolah negeri yang biaya pendidikannya gratis. Seluruh sekolah dan universitas di Jerman tidaklah diatur dari pusat namun memiliki peraturan tersendiri di setiap negara bagiannya. Bahkan, universitas di Jerman memiliki regulasinya sendiri terhadap kurikulum yang mereka sediakan, artinya kurikulum dari pusat sekalipun tidak seluruhnya sama dengan kurikulum setiap universitas di dalamnya.

Kebijakan tersebut sangatlah tepat apalagi jika diterapkan di jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA di Indonesia. Kurikulum setempat tentu lebih mampu mengenali karakteristik lingkungan sekitar dan menyesuaikan dengan potensi masyarakat setempat untuk memberikan output pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Lebih lengkapnya mengenai desentralisasi kurikulum pendidikan tersebut dapat dibaca di sini.

Kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah adalah dengan menghentikan dikotomi pendidikan negeri dan swasta. Pendidikan harus tetap menjadi public goods. Pembiayaannya tetap harus dibantu oleh pemerintah agar seluruh jenjang pendidikan dapat menerima setiap masyarakat yang mau bersekolah. Kurikulum pendidikan yang diberikan oleh pemerintah hanyalah sebagai guidelines, sisanya biarkan setiap sekolah membentuk regulasi kurikulumnya sendiri.

Sebab apabila dikotomi itu dibiarkan, maka pendidikan akan terus dikapitalisasi. Pendidikan tidak lagi menjadi barang publik. Mereka yang tidak mampu bersaing secara kemampuan untuk masuk sekolah negeri dan juga tidak mampu bersaing secara ekonomi untuk masuk sekolah swasta tetap dapat dilindungi dan dijamin haknya untuk mendapatkan pendidikan.

Beberapa orang ingin menyelesaikan perguruan tinggi namun terbatas dengan kemampuan biayanya. Ia tidak mampu bersaing dalam bidikmisi dan pendidikannya terhambat karena alasan biaya. Bagaimana jika kita memiliki calon peraih nobel namun ia tidak pernah mencapai takdirnya hanya karena pemerintah gagal dalam memberikan jalan kepadanya.

Pendidikan sama seperti kesehatan adalah barang yang tidak boleh dikapitalisasi. Karena bangsa yang hebat adalah bangsa yang mampu memberikan pendidikan dan kesehatan universal kepada seluruh masyarakatnya.

Muhammad Husein Ali
Muhammad Husein Ali
Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Bandung. Seorang kutu buku yang senang mempelajari filsafat, sosial, politik, sains, dan teknologi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.