Jumat, April 26, 2024

Kampus di Tengah Pusaran Perpolitikan Negeri

Rahmat Tri Prawira Agara
Rahmat Tri Prawira Agara
Mahasiswa Fakultas Sains & Teknologi Universitas Terbuka. Instagram: @rahmat3prawira

Beberapa hari yang lalu, ketua Drone Emprit Indonesia, Ismail Fahmi menuliskan sebuah postingan menarik di laman facebook miliknya. Dalam ulasan postingannya tersebut, ia menjabarkan analisis mengenai perbandingan topik-topik utama percakapan publik di internet antara tiga universitas besar di amerika serikat (MIT, Standford, & Harvard) dengan tiga universitas besar di indonesia (UI, ITB, UGM).

berdasarkan data yang diperoleh oleh Drone Emprit, salah satu lembaga yang bergerak di bidang analisis media, dari perbandingan tagar dan topik percakapan di antara tiga universitas tersebut terdapat perbedaan yang sangat mencolok.

Jika topik-topik percakapan universitas di amerika serikat lebih banyak didominasi oleh isu-isu sains dan teknologi mutakhir seperti Teknologi kesehatan, artificial intellegence, dan climate change. Di Universitas-universitas di indonesia situasinya berbanding 180 derajat. bukan isu-isu sains dan teknologi mutakhir yang menjadi topik yang menjadi paling banyak diperbincangakan, namun isu-isu berupa sosial politik dan keagamaan.

Dalam data yang sama, disampaikan juga sebuah fakta menarik juga soal sinergitas antara sivitas akademika kampus, pemerintah, dan industri swasta. Meskipun kedua universitas di indonesia memiliki pola relasi dan jejaring yang luas dan kuat antara ketiga stakeholder tersebut, akan tetapi di indonesia ada kecendrungan bahwa pola relasi ini juga dipengaruhi oleh sentimen kelompok politik yang saling tarik-menarik dengan kuat.

Data-data yang dikumpulkan oleh Drone Emprit ini kemudian menggambarkan beberapa problem yang cukup serius dalam dunia kampus di indonesia saat ini.

Pertama, besarnya pengaruh sentimen politik dalam kampus membuat terjadinya dikotomi antara kubu yang pro dan yang kontra dengan pemerintahan membuat terjadinya pembelahan yang bukan hanya terjadi di dalam sivitas akademika yang aktif di kampus, tetapi juga menyasar hingga ke tingkat jejaring alumni dari kampus masing-masing. Ada kepentingan untuk mengkooptasi kampus sebagai salah satu legitimasi untuk menguatkan salah satu pihak yang berkepentingan.

Kedua, fenomena ini menyebabkan terjadinya pergeseran fokus di dalam dunia kampus. Perguruan tinggi yang memiliki tiga tujuan utama yang tertuang dalam Tri Dharma perguruan tinggi (pendidikan,penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) teralihkan dan tertutupi dengan dijadikannya kampus sebagai arena untuk berebut pengaruh dan pertarungan politik secara praktis.

Aspek-aspek pengembangan keilmuan justru mengalami stagnasi namun di sisi lain aspek politik praktis di kampus semakin menguat. Dalam pemilihan rektor, guru besar, atau pengurus organisasi mahasiswa misalnya, kita disibukkan dengan melihat latar belakang politik calon, bukan melihat kualitas kelimuan dan visi dari calon masing-masing. Perbedaan pandangan politik dan keagamaan justru dijadikan alat untuk saling jegal dalam memperebutkan jabatan di kampus. Dan sebaliknya, sebagai alat untuk melanggengkan jalan menuju kekuasan atau jabatan tertentu di dalam kampus.

Ketiga, secara wacana keilmuan kontemporer, kampus-kampus di indonesia tertinggal jauh dengan kampus-kampus di luar negeri. Di saat mereka sedang membicarakan wacana pengembanan sains dan teknologi terkini, kampus di indonesia justru masih disibukkan dan berkutat dengan isu-isu seputar ideologi bangsa (pancasila), radikalisme, dan agama yang tidak kunjung usai.

Kampus sibuk mengatur melarang pandangan politik tertentu, organisasi mana saja yang boleh ada, hingga mengurusi hal-hal remeh seperti tata busana dan perilaku dari sivitas akademikanya. Bahkan di kalangan dosen dan mahasiswa sendiri, topik-topik politik dan keagamaan jauh lebih diminati dan sering dibahas di acara-acara seminar dan diskusi kampus dibandingkan dengan topik-topik yang berkaitan dengan disiplin ilmunya masing-masing.

Apa yang terjadi di kampus-kampus kita saat ini bisa dibilang merupakan sebuah kemunduran. Disaat kampus di luar negeri sudah beranjak untuk fokus meningkatkan kuantitas dan kualitas riset untuk memnyelesaikan permasalahan kontemporer, kita di sisi lain masih terjebak kepada perdebatan siapa yang paling pancasilais, tidak radikal, atau golongan kadrun dan buzzer. Namun, ini bukan berarti bahwa kampus sama sekali harus bersikap acuh terhadap dinamika sosial, politik, dan keagamaan yang terjadi di indonesia. Isu-isu tersebut juga penting, tetapi semestinya bukan menjadi bagian utama yang mendominasi percakapan dan aktivitas kampus setiap hari.

Berpolitik dalam kampus itu tetap boleh dan tidak dilarang sama sekali, akan tetapi politik kampus bergerak dalam tataran yang sifatnya konsep dan ide, bukan dalam ranah yang sangat pragmatis seperti kepentingan untuk memperebutkan kekuasaan dan jabatan. Kampus sebagai pusat pengembangan kelimuan semestinya bebas dari kepentingan politik praktis apapun dan mampu bersikap independen terhadapa siapa saja, baik kepada pihak internal (alumni) maupun eksternal (pemerintah & swasta).

Sivitas akademika, semestinya berfokus kepada peningkatan kapasitas keilmuan dan dampak riset yang dihasilkan olehnya. Begitu seseorang berada di dalam lingkungan kampus hanya ada satu tujuan dan kepentingan, yaitu menegakkan dan melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi dengan sebenar-benarnya. Itulah tujuan utama yang menyatukan seluruh insan kampus, terlepas dari apapun afiliasi dan pandangan politik keagamaannya.

Bilamana kampus tidak mampu untuk mempertahankan independensi dan objektivitasnya dalam memandang persoalan yang terjadi di dalam negeri dan disibukkan dengan perdebatan yang remeh dan tidak substansial semacam itu, maka kepada siapa lagi kita akan berharap untuk mendapat petunjuk dan inovasi dalam mengatasi persoalan-persoalan di masa depan yang kian kompleks?

Kembalikanlah posisi kampus sebagai center of excellence dalam mengembangkan kelimuan dan riset inovatif bagi para sivitas akademikanya. Bukan sebagai gelanggang untuk saling berdebat, menjatuhkan, dan ribut-ribut yang tidak produktif yang hanya membuat ribut dan perpecahan di internal kampus dan kalangan masyarakat.

Bila potret kampus-kampus yang katanya top dan menjadi acuan di indonesia saja masih gagal dalam melaksanakan tujuan tersebut, maka bagaimana kondisi kampus-kampus lainnya di indonesia dan di mata warga dunia?

Rahmat Tri Prawira Agara
Rahmat Tri Prawira Agara
Mahasiswa Fakultas Sains & Teknologi Universitas Terbuka. Instagram: @rahmat3prawira
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.