Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini manusia tengah hidup di zaman yang serba digital, terkhusus sejak datangnya masa pandemi yang memungkinkan segala sesuatu untuk dilakukan dengan mudah melalui platform digital.
Kemudahan yang ditawarkan oleh platform digital membuat masyarakat seakan dimanjakan oleh keberadaannya, sehingga tampaknya digitalisasi akan terus berkembang di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Terjadinya era digitalisasi menyebabkan pergeseran beberapa aspek kehidupan dari tradisional ke digital, salah satunya adalah aspek politik.
Salah satu contoh digitalisasi yang paling dekat dengan unsur politik adalah rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk melakukan kampanye digital pada saat pemilu dan pilkada serentak tahun 2024 nanti, di mana kampanye merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seorang calon pemimpin untuk mendapatkan banyak dukungan dalam sebuah pemilihan.
KPU melalui Peraturan KPU RI Nomor 3 Tahun 2022 telah menetapkan masa kampanye pada pemilu dan pilkada serentak 2024, yakni hanya dilakukan selama 75 hari sejak tanggal 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Hal tersebut yang mengharuskan para kandidat calon pemimpin pada pemilu dan pilkada serentak 2024 nanti untuk memilih dan menjalankan strategi kampanye yang tepat untuk mengumpulkan massa pendukung dalam waktu yang relatif singkat.
Apabila sedikit membicarakan mengenai kampanye-kampanye yang pernah terjadi pada pemilu di tahun-tahun sebelumnya, kita dapat melihat bahwa biaya yang dikeluarkan sangat fantastis, bahkan dapat mencapai ratusan milyar. Kampanye digital dinilai menjadi salah satu cara untuk menekan biaya yang akan dikeluarkan oleh partai politik maupun seorang calon pemimpin.
Meskipun kampanye digital dinilai dapat menekan biaya, berdasarkan penelitian dari kampanye-kampanye digital yang pernah dilakukan sebelumnya di negara maju seperti Amerika Serikat, audiens dari kampanye digital dinilai masih sangat kecil karena yang memiliki ketertarikan untuk mengakses informasi tersebut hanyalah kaum elit individu yang berpendidikan dan melek informasi sehingga sudah memiliki identitas politik yang kuat.
Maka dari itu, strategi kampanye konvensional seperti pemasangan baliho dan pendekatan langsung kepada masyarakat juga tidak boleh ditinggalkan, karena cara tersebutlah yang dinilai menimbulkan kedekatan seorang calon pemimpin dengan masyarakat khususnya masyarakat daerah di negara berkembang seperti Indonesia. Kampanye digital juga akan memiliki beberapa hambatan seperti tersebarnya berita-berita yang mengandung unsur hoax dan ramainya buzzer.
Dalam rangka memaksimalkan berjalannya kampanye digital yang tertib dan aman, KPU RI memberikan perhatian khusus dan akan membuat suatu peraturan yang secara khusus membahas mengenai kampanye digital di media sosial.
Selain itu, upaya lain juga dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI yang akan bekerja sama dengan berbagai instansi terkait seperti KPU, BIN, dan instansi lainnya untuk membentuk sebuah Satgasus yang ditugaskan untuk mengawasi berbagai platform digital yang digunakan untuk menjalankan kampanye digital.
Partai politik dan juga para calon pemimpin juga harus mempertimbangkan seberapa banyak pemilih usia muda yang akan berpartisipasi dalam pemilu dan pilkada serentak 2024, karena semakin banyak pemilih usia muda maka kampanye digital seperti melalui media sosial harus digencarkan karena pemilih usia muda cenderung lebih sering menghabiskan waktunya di berbagai macam platform digital.
Waktu kampanye pemilu dan pilkada serentak 2024 sudah ada di depan mata, terlebih bagi partai politik dan calon-calon pemimpin yang akan berkontestasi pada tahun 2024 nanti. Bahkan, Partai Nasdem sudah melakukan deklarasi calon presiden 2024 pada 3 Oktober 2022 lalu. Peristiwa itu tentunya sudah menimbulkan berbagai respon masyarakat lewat bantuan media sosial, baik berupa dukungan maupun respon-respon negatif mulai bermunculan di berbagai platform media sosial dan tentunya hal tersebut akan berdampak bagi pelaksanaan kampanye pada tahun 2023 nanti.
Dengan berbagai tantangan yang ada, potensi-potensi konflik di media sosial memerlukan respon serius agar tidak menghambat berjalannya Apabila pemaksimalan kampanye digital benar-benar dilakukan, seharusnya pemerintah sudah mulai melakukan pengawasan di media sosial. Sebenarnya upaya pemaksimalan teknologi sudah pernah dilakukan sejak tahun 2019, sebagai contoh KPU memiliki sebuah sistem yang dinamakan Sistem Informasi Pemungutan dan Penghitungan Suara (Situng) dalam pendokumentasian hasil-hasil Pemilu.
Lalu, Bawaslu juga memiliki sebuah sistem yang dinamakan Sistem Informasi Pengawasan Pemilu (Siwaslu) yang digunakan untuk melakukan pemantauan proses dan juga hasil dari pemungutan suara, penghitungan suara, dan juga penetapan hasil Pemilu yang dilakukan oleh perangkat Bawaslu.
Untuk 2024 nanti, pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan Pemilu sudah memiliki beberapa strategi yang akan dimatangkan kembali untuk mendukung pengawasan Pemilu berbasis digital termasuk kegiatan kampanye digital.
Berbagai upaya telah dilakukan seperti memperkuat dari segi regulasi, KPU dan Bawaslu telah bekerja sama dengan pihak pemerintah untuk memperbaharui atau bahkan membuat peraturan yang digunakan untuk memperkuat landasan regulasi dalam menghadapi Pemilu Serentak 2024.
Selain itu, penguatan server juga dilakukan demi kelancaran dan keamanan jaringan. Terkait dengan keberadaan buzzer, black campaign, maupun hoax yang tersebar luas di media sosial, pihak Bawaslu juga telah mengoptimalkan aplikasi digital yang berguna untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi di ruang digital. Hal ini menjadi penting karena potensi terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang telah disebutkan biasanya terjadi pada masa kampanye atau jauh hari sebelum masa pencoblosan.
Peran dari Kominfo, pihak kepolisian, dan pihak pemerintahan lainnya dinilai sangat penting agar dapat memberikan tindakan sanksi secara cepat dan tepat apabila nantinya terjadi pelanggaran di ruang digital.
Demi membantu memaksimalkan kinerja dari pihak-pihak yang terkait, kita sebagai masyarakat juga harus turut andil dalam upaya untuk mewujudkan digitalisasi kampanye 2024. Cara yang paling sederhana untuk membantu mewujudkan hal tersebut adalah dengan menciptakan lingkungan kampanye yang bersih dengan menghindari pelanggaran-pelanggaran seperti menyebarkan hoax, melakukan black campaign, dan pelanggaran lainnya. Mari ciptakan lingkungan kampanye digital yang nyaman dan modern dengan memanfaatkan teknologi yang ada.