Saat ini Sri Lanka menjadi sorotan masyarakat internasional akibat dari perpolitikan negaranya yang mencuri perhatian hingga mendunia. Kasus ini muncul setelah adanya kabar bahwa Sri Lanka tidak dapat membayar sejumlah utang negaranya. Hampir dari seluruh rakyat Sri Lanka meminta presidennya untuk turun dari jabatan. Jabatan presiden saat ini dipegang oleh Letnan Kolonel Nandasena Gotabaya Rajapaksa. Sebelum menjadi soeorang presiden Gotabaya Rajapaksa adalah seorang mantan tentara dan politikus terkemuka di negaranya.
Negara pulau ini terletak di Asia Selatan dengan jumlah penduduk lebih dari 22,5 juta dengan sistem pemerintahannya yang berbentuk presidensial dan masa jabatan presiden selama 5 tahun melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyatnya. Pada tahun 2019 lalu pemilihan umum dalam menentukan presiden Sri Lanka dimenangkan oleh Gotabaya Rajapaksa. Akan tetapi belum mencapai 5 tahun masa jabatannya, Gotabaya Rajapaksa banyak mendapat kecaman oleh rakyatnya.
Gotabaya Rajapaksa dinilai tidak dapat menangani krisis ekonomi yang sedang melanda Sri Lanka sejak berbulan-bulan lalu. Krisis ekonomi dimulai ketika pandemi covid-19 melanda di tahun 2020. Setelah pandemi berangsur membaik perekonomian Sri Lanka tidak dapat kembali lagi seperti semula. Kekurangan makanan, bahan bakar minyak, hingga obat-obatan untuk medis pun persediannya kian menipis. Sri Lanka tak dapat lagi mengimpor barang-barang dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Hampir seluruh UMKM yang ada di Sri Lanka gulung tikar karena sepi akan stok barang yang dibutuhkan. Tak hanya itu perusahaan minyak dan energi milik Sri Lanka yaitu Ceylon Petroleum Corporation juga memiliki hutang sekitar Rp10,3 triliun yang masuk kedalam beban utang negara. Pasokan gas dan listrik sangat langka sehingga sering terjadi pemadaman listrik dalam jangka waktu yang cukup lama.
Bulan juni 2022 yang lalu Sri Lanka mendapat inflasi sebesar 54,6 persen akibat dari krisis ekonomi negara. Hal ini diprediksi dapat membawa suatu negara menuju ambang kehancuran dan pembubaran pemerintahan. Gotabaya Rajapaksa selaku Presiden Sri Lanka tidak dapat memenuhi janji-janjinya yang telah ia bawa pada saat masa kampanye di tahun 2019. Salah satu janjinya adalah melindungi segenap rakyatnya dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik dari masa kekuasaan presiden sebelumnya yang dimana dijabat oleh saudaranya sendiri.
Setelah ditelusuri lebih lanjut permasalahan ekonomi yang melanda Sri Lanka tak hanya disebabkan oleh pandemi covid-19. Maraknya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang terjadi di Sri Lanka meningkat sejak presiden Gotabaya Rajapaksa menjabat. Hampir setengah uang milik negara diatur oleh keluarga dari presiden tersebut. Uang pinjaman dan investasi negara juga terbukti dipakai untuk kepentingan pribadi Gotabaya Rajapaksa.
Masyarakat umum yang telah mengetahuinya berdemo di sepanjang jalan dan terus mengecam presiden Gotabaya Rajapaksa agar segera menyelesaikan permasalahan ini serta turun dari jabatannya. Mulai dari pembakaran ban di jalan-jalan, mogok bekerja hingga masuk kedalam rumah presiden telah dilakukan oleh masyarakat Sri Lanka. Kemarahan semaki memuncak ketika diketahui bahwa presiden tersebut kabur dan tidak ada yang tahu dimana keberadaannya.
Dilansir dari CNN Internatioal News para demonstran berhasil menduduki rumah presiden Gotabaya Rajapaksa dan merusak beberapa fasilitas. Keamanan yang menjaga rumah presiden tersebut berhasil dikalahkan sehingga masyarakat yang berdemo dapat leluasa masuk kedalam rumah. Mulai dari melempar, membakar, hingga berenang di kolam pribadi milik keluarga presiden sebagai bentuk ungkapan protes dilakukan oleh massa yang berada di dalam rumah presiden, terdapat juga aksi corat coret beberapa ruangan dengan tulisan ‘GO HOME GOTA’.
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengungkapkan bahwa ia siap mengundurkan diri dari jabatannya setelah masyarakat Sri Lanka berdemo brutal di kediaman milik presiden. Rani Wickremesinghe akan menyerahkan jabatan dan membebaskan semua partai politik yang ada di negara tersebut membantu menyelesaikan permasalahan negara dengan berbagai cara. Menurutnya pengambil alihan pemerintah Sri Lanka oleh partai politik dinilai lebih efisien dan tepat sasaran.
Salah satu kegiatan penting yaitu sekolah pun terpaksa ditutup dalam beberapa waktu entah sampai kapan. Ini akibat dari kelangkaan bahan bakar dan ketidakmampuan membayar gaji para pengajarnya. Masyarakat saat ini rela mengantri selama berjam-jam hanya untuk membeli bahan bakar atau kebutuhan lainnya. Harga yang mereka dapatkan pun sangat tinggi yang diakibatkan oleh inflasi negaranya.
Beberapa pejabat pemerintah Sri Lanka telah menyusun kebijakan baru yaitu pengajuan pinjaman kepada Dana Moneter Internasioanl (IMF) untuk mengatasi dampak krisis perekonomian yang terjadi. Pinjaman yang diberikan pun tak semudah itu untuk dikeluarkan oleh IMF, kurun waktu lama juga akan ditempuh untuk menerima penyetujuan dari pihak IMF. Sri Lanka yang beberapa dekade diterpa krisis ekonomi dan terlibat banyak utang juga membuat hambatan bagi IMF untuk memberikan pinjaman dana.
Beberapa waktu sebelumnya presiden Gotabaya Rajapaksa juga telah meminta bantuan kepada para petinggi negara lain untuk membantu negaranya. Salah satunya adalah Presiden Rusia Vladimir Putin. Permintaan ini sangat sulit dilakukan karena negosiasi sebagai negara yang berada diambang kehancuran bukanlah hal yang mudah dilakukan. Bagaimanapun masyarakat setempat juga terus berharap besar kepada pemerintah untuk bangkit dan pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini.