Rabu, Januari 15, 2025

Judol dan Pinjol: Ancaman Serius bagi Masa Depan Indonesia

Chairil Qisthy Abidy
Chairil Qisthy Abidy
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Perbandingan Mazhab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Advertisement -

Indonesia menghadapi ancaman serius dari dua fenomena yang kian mengakar: judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol). Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, lebih dari 30 juta orang di Indonesia menggunakan platform judol, dengan lonjakan pengguna sebesar 50% dibandingkan tahun sebelumnya.

Pinjaman online ilegal juga mencatatkan angka yang mengkhawatirkan, dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan lebih dari 5 juta orang terjerat utang berbunga tinggi hingga 200% per tahun. Fenomena ini tidak hanya menggerogoti stabilitas ekonomi masyarakat, tetapi juga memperparah krisis sosial yang melanda bangsa.

Berdasarkan data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang dirilis melalui situs resminya pada Desember 2023, pengguna platform judol di Indonesia mencapai 30 juta orang, meningkat tajam sebesar 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada November 2023 menunjukkan bahwa pinjol ilegal telah menjerat lebih dari 5 juta masyarakat, dengan bunga mencekik hingga 200% per tahun, Fenomena ini tidak hanya mencerminkan masalah hukum, tetapi juga mengungkap luka sosial yang makin membesar.

Laporan terbaru dari Lembaga Survei Nasional (LSN) menyebutkan bahwa rata-rata pengguna judol kehilangan hingga 60% pendapatan bulanannya. Banyak yang terjebak dalam lingkaran utang, dan tragisnya, lebih dari 500 kasus bunuh diri sejak awal 2024 dikaitkan dengan tekanan finansial akibat judol dan pinjol, seperti yang dilaporkan oleh Asosiasi Psikologi Klinis Indonesia dalam konferensi pers pada Maret 2024.

Data tersebut juga diperkuat oleh temuan LSM Jaringan Peduli Korban Digital (JPKD), yang menyebutkan bahwa mayoritas korban berasal dari kelompok usia produktif dengan tekanan ekonomi tinggi. Angka ini didukung oleh data dari Asosiasi Psikologi Klinis Indonesia, yang mencatat peningkatan signifikan dalam laporan gangguan mental akibat masalah keuangan. Angka ini menjadi refleksi nyata dari kegagalan pemerintah dan masyarakat dalam menangani dampak sosial ekonomi yang menghancurkan.

Ketika ekonomi lokal terhenti akibat daya beli masyarakat yang terus menurun, judol justru mengalirkan uang rakyat ke luar negeri. Data dari OJK mengungkapkan bahwa transaksi judol mencapai lebih dari Rp150 triliun sepanjang 2023, sebagian besar dikuasai bandar internasional. Artinya, alih-alih memutar roda ekonomi dalam negeri, uang hasil jerih payah rakyat malah memperkaya segelintir pihak.

Lebih menyakitkan, beberapa influencer media sosial secara terang-terangan mempromosikan platform judol dengan iming-iming hadiah besar. Dengan dalih hiburan atau peluang ekonomi, mereka menarik masyarakat yang putus asa. Narasi video mereka penuh dengan janji palsu, seperti “Bisa kaya dalam semalam” atau “Modal kecil untung besar”.

Sebagian bahkan berdalih bahwa platform yang mereka promosikan hanyalah permainan biasa atau game online yang tidak berbahaya, padahal sejatinya adalah bentuk judi terselubung. Dan pada akhirnya, tangan mereka ikut “berlumuran darah” ketika korban-korban judol ini memilih jalan tragis karena kehilangan harta benda hingga nyawa. Dengan basis pengikut yang besar, influencer memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memastikan bahwa konten yang mereka promosikan tidak membahayakan masyarakat.

Namun, sebagian dari mereka memilih mengabaikan dampak buruk ini demi keuntungan finansial mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan penderitaan yang ditanggung oleh para korban dan keluarga mereka. Alhasil tindakan ini bukan hanya mencoreng reputasi mereka, tetapi juga melanggengkan budaya eksploitasi di ranah digital. Mereka tidak hanya mencoreng profesi, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap media digital. Akun-akun influencer ini bisa dengan mudah ditemukan di media sosial seperti Instagram, TikTok, atau YouTube, bahkan beberapa di antaranya memiliki jutaan pengikut.

Kritik juga patut diarahkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Meskipun sering kali menggembar-gemborkan pemblokiran situs judol dan pinjol ilegal, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak situs tersebut kembali aktif dalam hitungan hari. Investigasi oleh LSM Digital Watch yang dirilis melalui laporan resmi mereka pada April 2024 mengungkap dugaan keterlibatan oknum kementerian dalam menerima suap dari bandar besar.

- Advertisement -

Salah satu contoh yang diungkap adalah laporan mengenai transaksi mencurigakan yang didokumentasikan dalam rekaman audit forensik, di mana sejumlah pejabat diduga menerima transfer hingga miliaran rupiah melalui rekening luar negeri. Informasi ini juga diperkuat oleh laporan investigasi independen dari media nasional yang memverifikasi kesaksian seorang mantan pegawai kementerian.

Mantan pegawai tersebut, dalam wawancara eksklusif dengan salah satu stasiun televisi berita, menyebut bahwa “ada koordinasi sistematis” untuk memuluskan operasi situs judol, termasuk pemberian akses khusus agar situs yang telah diblokir bisa aktif kembali dalam hitungan jam. Oknum pegawai pemerintahan seperti ini bukan hanya pengkhianatan terhadap tugas negara, tetapi juga persekongkolan dengan pihak yang merusak masyarakat.

Dampak Sosial dan Ekonomi yang Makin Mengerikan

Judol dan pinjol tidak hanya merampas harta benda, tetapi juga menghancurkan struktur keluarga. Seperti yang dialami oleh Rina, seorang ibu rumah tangga di Surabaya, yang kehilangan rumahnya karena suaminya terjerat utang akibat judi online. “Kami bahkan harus tinggal di rumah saudara karena semua harta benda kami habis,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Kisah lain datang dari Bandung, di mana seorang ayah tiga anak harus menghadapi perceraian setelah keluarganya mengetahui bahwa dia menggunakan dana pendidikan anak-anaknya untuk melunasi pinjol ilegal. Wawancara dengan para korban ini menunjukkan bahwa dampak judol dan pinjol meluas hingga menghancurkan hubungan dan stabilitas keluarga, meninggalkan luka emosional yang mendalam. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan bahwa 30% perceraian sepanjang 2023 disebabkan oleh masalah keuangan yang berkaitan dengan pinjol dan judol. Selain itu, anak-anak menjadi korban langsung karena banyak yang putus sekolah akibat ketiadaan biaya setelah orang tua mereka terlilit utang.

Di sektor ekonomi, daya beli masyarakat terus menurun. Peneliti dari Universitas Indonesia mencatat bahwa konsumsi rumah tangga, yang menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, turun 5% pada kuartal pertama 2024. Hal ini diperparah oleh fakta bahwa sebagian besar dana masyarakat yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok malah disedot oleh platform judol dan pinjol. Dengan demikian edukasi akan bahaya Judol dan pinjol tidaklah cukup. Perlu tindakan yang lebih tegas lagi dari pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk memberantas Judol ilegal dan Pinjol yang kian hari kian meresahkan dan mengancam kestabilan Negara.

Chairil Qisthy Abidy
Chairil Qisthy Abidy
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Perbandingan Mazhab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.