Kamis, April 25, 2024

Jokowi, KPK, dan Kearsipan

Agus Buchori
Agus Buchori
Saya seorang arsiparis juga pengajar yang menyukai dunia tulis menulis, berasal dari kampung nelayan di pesisir utara Kabupaten Lamongan tepatnya Desa Paciran

Presiden Jokowi telah ditetapkan sebagai pemenang dalam pilpres tahun 2019. Masyarakat banyak menunggu kiprahnya di periode kedua ini. Meski pertarungan terlihat sengit saat kampanye pemilihan pilpres, namun kenyataan berkata lain, Jokowi masih mendapat banyak suara meski ada catatan catatan di baliknya.

Di periode pertama kepemimipinan Jokowi masyarakat ada yang sebagian kecewa dan beralih menjadi pendukung Prabowo, lawannya dalam pilpres kali ini. Mungkin Jokowi jauh dari harapan mereka, namun toh ada  sebagian besar masyarakat yang masih tetap mempercayainya.

Dalam mengurus sebuah negara memang tak bisa seperti yang direncanakan dan Jokowi harus tahu itu. Namun demikian ada hal hal yang masih positif di bawah kepemimpinan Jokowi. Penanggulangan korupsi masih berlangsung sebagaimana era presiden sebelumnya.

Meski dipandang lebih condong ke Cina bagi sebagaian masyarakat, namun itu adalah efek dari diratifikasinya perdagangan bebas oleh pemerintahan kita. Dari segi politik, ekonomi, dan kebudayaan, kita masih bisa menjadi salah satu negara yang menjadi sentral dalam pelaksanaan demokrasi di mana pemilu kita tidak harus memakan banyak korban sebagaimana di negara berkembang lainnya.

Di bidang ekonomi, Jokowi telah berhasil menarik investor luar negeri meski dipandang sebagian pengamat condong ke Cina sentris. Bukankah seluruh negara maju mengalami efek ekspansi ekonomi Cina jika ini yang jadi persoalan.

Tak kalah penting adalah aktivitas budaya masih terbuka tanpa harus ada sensor dan segala macamnya. Bahkan akibat kebebasan ini banyak yang mecurigai akan tumbuh kebudayaan dengan pola sebagaimana tahun 1960an yang cenderung ke komunisme. Toh akhirnya semua bisa diminimalkan dengan kedekatan Jokowi dengan beberapa organisasi keagamaan di negeri ini.

Menjawab Tantangan Penguatan KPK

Keberadaan dan kiprah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menjadi isu sentral presiden terpilih. Sebagai lembaga anti rasuah yang dipandang paling kredibel di negeri ini, KPK memang memegang peranan penting apakah ia bisa mencerminkan kinerja pemerintahan yang membentuknya.

Banyak pekerjaan rumah yang mesti dilakukan Jokowi di era kepemimpinanya yang kedua ini. Di tengah isu penggembosan peranan KPK, jokowi harus bisa memberi rasa percaya diri pada setiap komisioner bahwa ia selalu terdepan di belakang mereka.

Meski dalam proses perekrutan Komisioner KPK bersama dengan DPR namun peran pemerintah tetap penting karena tugas fungsi KPK ada di ranah pemerintahan. Karena yang  melantik adalah presiden maka otomatis KPK bertanggung jawab pada presiden.

Salah satu isu krusial yang masih mengganjal di tubuh pemerintahan Jokowi adalah kasus penyerangan salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan. Jika ini tidak segera diselesaikan maka keseriusan pemerintah akan pemberantasan korupsi akan terus diragukan oleh masyarakat.

Penguatan kinerja KPK adalah kunci pencegahan korupsi masih menjadi poin utama dalam pemerintahan Jokowi. Kita semua berharap agar Jokowi bisa lebih memahami aspirasi masyarakat mengingat masih skeptisnya masyarakat terhadap institusi hukum lainnya.

Harapan Baru Dunia Kearsipan Indonesia

Penegakan hukum kasus korupsi tak akan lepas dari adanya dokumen sebagai alat bukti. Namun, anehnya di setiap lembaga pemerintahan pengelolaan kearsipan malah kurang mendapat perhatian penanganannya. Padahal semua lembaga publik itu menyadari bahwa arsip termasuk salah satu elemen penting dalam transparansi birokrasi agar setiap proses menjalankan pemerintahan bisa dilihat oleh masyarakat.

Melihat pentingnya arsip sebagai bukti rekaman kegiatan sebuah lembaga publik maka arsip bisa menjadi salah satu elemen pendukung pencegahan tindak pidana korupsi. Namun, anehnya kegiatan kearsipan sepertinya menjadi urusan yang kesekian dalam administrasi pemerintahan di negeri ini.

Bukti kecil yang bisa dijadikan indikator adalah masih banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengetahui keberadaan UU No 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan yang menjadi payung hukum penyelenggaran kearsipan di negeri ini.

Ada angin segar di era pemerintahan Jokowi yang pertama ini di mana sejak tahun 2019 ini kearsipan sudah masuk dalam satu item yang menjadi obyek pemeriksaan BPK di daerah daerah. Kearsipan yang teratur bisa menjadi indikasi kejujuran dan transparansi sebuah transaksi keuangan di instansi publik.

Selain itu melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), kearsipan sekarang sudah masuk sebagai salah satu unsur penilaian indikator kinerja Reformasi Birokrasi. Ini dikuatkan dengan pengawasan kerasipan eksternal oleh Arsip Nasional Republik Indonesia Ke lembaga kearsipan Provinsi dan Kabupaten/kota yang penilaiannya nanti menjadi salah satu yang dimasukkan dalam formulir yang dimiliki Menteri PANRB.

Tahun 2017 Kepala Arsip Nasional telah mengeluarkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Gerakan Nasional sadar Tertib Arsip (GNSTA). GNSTA adalah upaya untuk peningkatan kesadaran lembaga negara dan penyelenggara pemerintahan daerah dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan kearsipan melalui aspek kebijakan, organisasi, sumber daya kearsipan, prasarana dan sarana, pengeloaan arsip serta pendanaan kearsipan.

Ketidakteraturan pengelolaan arsip ini diperparah dengan kekosongan petugas khusus pengelola arsip/arsiparis di banyak lembaga publik yang semakin membuat ketidakteraturan informasi di lembaga tersebut. Meski di negara kita sudah ada Undang undang yang mengatur tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) namun kegiatan kearsipan nampaknya masih jauh panggang dari api untuk bisa dikatakan kredibel dan terpercaya.

Sebagaimana amanat UU No 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan telah disebutkan secara jelas dalam pasal 3 (tiga) bahwa tujuan penyelenggaraan kearsipan adalahmenjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah. Untuk itu pengelolaan arsip haruslah menjadi tulang punggung untuk mencegah dan mengontrol penyelewengan keuangan yang menjurus ke tindak pidana korupsi.

Di era pemberantasan korupsi di negeri ini harusnya para pemegang kebijakan sudah bisa lebih mawas diri untuk bisa memberdayakan kearsipan di lembaga masing-masing agar transparansi birokrasi bisa lebih bisa dipertanggungjawabkan dan tidak menjadi jargon semata-mata. Pemberantasan korupsi musykil terjadi tanpa adanya dokumen sebagai barang bukti kejahatan sebuah transaksi keuangan.

Semua jenis transaksi di lembaga publik harus tercatat dan bisa dipertanggungjawabkan. Kearsipan mempunyai peran penting di sini karena kearsipan juga mencakup reliabilitas dan otentisitas sebuah dokumen. Tanpa otentisitas dan reliabilitas maka dokumen tersebut bukanlah sebuah arsip dan tentunya tidak bisa dijadikan alat bukti di pengadilan.

Arsip sekali lagi bisa menjadi jembatan presiden Jokowi dan KPK untuk mencegah korupsi di negeri ini. Semoga langkah awal perhatian presiden Jokowi di bidang kearsipan ini adalah angin segar untuk dunia transparansi Birokrasi dan juga langkah awal pencegahan korupsi. Setidaknya dengan kesadaran untuk tertib arsip akan menjadi pengingat seseorang untuk berbuat curang karena semua aktivitasnya sudah tercatat.

Agus Buchori
Agus Buchori
Saya seorang arsiparis juga pengajar yang menyukai dunia tulis menulis, berasal dari kampung nelayan di pesisir utara Kabupaten Lamongan tepatnya Desa Paciran
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.