Tidak ada kata terlambat apalagi takut untuk membasmi aksi teror di negeri Garuda ini sampai ke akar-akarnya. Peristiwa tragis ledakan bom yang merenggut puluhan korban jiwa, di tiga gereja Surabaya belum lama, menjadi spirit penting bagi Indonesia untuk berperang total melawan aksi terorisme dalam bentuk apapun.
Tanggal 20 Mei 2018 lalu, saat Hari Kebangkitan nasional (Harkitnas), saya sempat melakukan teleinterview imajiner dengan pak Jokowi. Berikut ini cukilan teleinterview itu.
Jokowi :
Secara resmi saya sudah membentuk pasukan gabungan (Koopssusgab) yang akan membasmi kelompok-kelompok terorisme sampai ke akar-akarnya. Komando pasukan khusus gabungan ini terdiri dari Kopassus, Marinir, Paskhas.
WK:
Apa target utama Koopssusgab, selain untuk memberantas teroris?
Jokowi:
Koopssusgab ini untuk memberi rasa aman dan kenyamanan bagi masyarakat. Pasukan ini akan bertindak, apabila situasi sudah di luar kendali dan kapasitas Polri.
WK:
Apakah ada opsi atau strategi lain untuk memberantas teroris?
Jokowi:
Yaa…Tentu saja ada, diantaranya penggunaan UU Anti Terorisme, pengawasan terhadap lembaga pendidikan atau pesantren yang mungkin saja dicurigai ada staf pengajar atau siswa-siswi yang terindikasi terpapar paham radikal. Saya juga meminta media massa, baik televisi maupun radio harus segera memutus hubungan kerjasama dengan kelompok-kelompok ulama yang diduga kuat radikal yang selama ini mengisi beberapa program acara-acara rohani. Sedangkan untuk surat kabar, semua artikel, foto, video dan berita yang berbau radikalisme harus dihentikan penayangannya. Berita-berita seputar gerakan aksi teroris juga harus dibatasi. Dengan kata lain, jangan berikan teroris ‘panggung’ ekspos di media massa. Ormas-ormas berbasis agama juga akan diawasi, agar mereka tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis yang bisa mengganggu kenyamanan dan keamanan publik.
WK:
Lantas, gimana pak dengan teroris medsos yang mungkin saja banyak menyebar hoax, fitnah dan menebar ujaran kebencian?
Jokowi:
Khusus untuk teroris sosial media, seperti akun Facebook, WhatsApp (WA), Instagram, Twitter dan fitur-fitur lainnya, ini justru lebih berbahaya dari teroris fisik di lapangan karena di dalamnya ada proses cuci otak terhadap pembacanya. NKRI bisa hancur, kerukunan umat bisa pecah dan rakyat bisa diadu domba. Kementerian Kominfo tidak cukup hanya memblokir akun-akun radikal itu dan menerapkan pasal UU ITE.
WK :
Jadi apa tindakan nyata bapak terhadap teroris medsos?
Jokowi:
Saya akan perintahkan aparat hukum untuk melakukan tembak mati terhadap teroris medsos. Tapi…. sebelum melakukan tindakan itu, ada dua peringatan bagi mereka, yaitu pertama kalau akun mereka sudah diblokir MenKominfo, tapi mereka tetap membandel dan membuat akun baru. Kedua, setelah pelaku teroris medsos ini diamankan aparat hukum dan sudah diberi advokasi, masih juga tetap membangkang dan terus melakukan tindakan yang sama, maka langkah terakhir tembak ditempat. Anda setuju…?
WK:
Hmmm…saya sepakat pak, tetapi tetap harus ada peringatan dan advokasi terhadap orang-orang yang diduga sebagai teroris medsos dan kriteria tentang teroris medsos juga harus jelas dan tepat, sehingga tidak menimbulkan multitafsir yang ujung-ujungnya bisa dikaitkan dengan HAM.
Jokowi:
Saya paham soal HAM, tapi saya juga tidak mau NKRI yang telah dibangun oleh para pejuang terdahulu dengan air mata dan darah ini, hancur hanya gara-gara pesan medsos seseorang maupun sekelompok orang tertentu, Itu saja. Saya tetap mengutamakan pertimbangan manusiawi dalam melakukan setiap tindakan hukum.
Jokowi menyudahi teleinterview imajiner kami karena dia akan melakukan rapat kabinet terbatas untuk membahas bahaya teroris medsos. Terima kasih pak Jokowi.