Membangun Ekosistem General Aviation Nasional Melalui Kolaborasi Terpadu
Transformasi Bandara Budiarto di Tangerang dari sebuah aerodrome latihan menjadi pusat General Aviation modern adalah salah satu agenda strategis penerbangan Indonesia. Budiarto tidak lagi hanya diposisikan sebagai area latihan sekolah penerbangan, tetapi juga sebagai simpul industri yang mengintegrasikan flight training, charter operations, MRO, FBO, hingga layanan helikopter, drone, dan urban air mobility.
Gagasan besar ini hanya dapat diwujudkan melalui orkestrasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak swasta. Karena itu diperlukan sebuah mekanisme koordinasi yang adaptif, efektif, dan tidak birokratis. Model Joint Development Committee menjadi solusi yang memungkinkan setiap pemangku kepentingan menyumbangkan fungsi strategisnya tanpa harus membentuk organisasi baru maupun menambah beban administratif.
Artikel ini mengurai bagaimana masing-masing pemangku kepentingan menjalankan mandatnya, bagaimana KEK Aerotropolis Budiarto dirancang sebagai akselerator ekonomi, serta bagaimana konsep bandara internasional terbatas dapat memberikan nilai tambah signifikan bagi Indonesia.
Peran Pemerintah Pusat dalam Mewujudkan Standar Dunia
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan, khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, memegang kendali regulasi, keselamatan, dan arah pengembangan bandara. Pemusatan fungsi ini penting untuk memastikan bahwa seluruh agenda transformasi berjalan sesuai standar ICAO dan memenuhi kepentingan negara.
Rencana induk pengembangan bandara menjadi instrumen utama yang menetapkan arah pembangunan landasan, taxiway, apron, helipad, fasilitas pemadam kebakaran, terminal GA, hingga zona FBO dan MRO. Dokumen tersebut tidak hanya menjadi panduan pengembangan fisik, tetapi juga penentu koridor investasi swasta melalui mekanisme Kerja Sama Pemanfaatan.
Pemerintah Pusat juga memastikan bahwa setiap proses pengembangan harus memenuhi aspek lingkungan, melalui penyempurnaan dokumen AMDAL. Ketentuan ini penting karena perkembangan GA harus sejalan dengan keberlanjutan dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar.
Langkah strategis lainnya adalah penyusunan standar layanan FBO, MRO, flight training, dan charter operations. Standardisasi ini diperlukan agar setiap entitas yang beroperasi di Budiarto memenuhi standar minimum pelayanan, keselamatan, dan operasional sesuai best practice internasional.
Selain itu AirNav Indonesia memainkan peran krusial dalam keselamatan dan efisiensi ruang udara. Penataan ulang alur VFR dan IFR, pemasangan ADS-B yang lebih rapat, peningkatan kapasitas ATC, serta modernisasi alat komunikasi dan navigasi memastikan bahwa Budiarto memiliki kemampuan operasional yang setara dengan bandara GA di negara maju.
Semua langkah tersebut bersifat konkrit, terukur, dan terlihat di lapangan. Inilah fondasi yang memungkinkan Budiarto berkembang dari aerodrome latihan menjadi pusat industri penerbangan modern.
Sinergi Pemerintah Daerah dalam Penataan Kawasan Penyangga
Pemerintah Daerah, baik Kabupaten Tangerang maupun Pemerintah Provinsi Banten, menjalankan fungsi penting dalam menata ruang dan kawasan penyangga bandara. Tanpa kerja konkret pemerintah daerah, pengembangan GA tidak akan memiliki ruang untuk tumbuh.
Keselarasan RTRW dan RDTR menjadi kunci. Dokumen tata ruang harus memungkinkan pembangunan hangar privat, FBO, sekolah penerbangan, line maintenance, workshop avionics, hotel, aviator lounge, pusat kreatif, hingga kawasan komersial aerotropolis. Bila tata ruang tidak sinkron, investasi tidak dapat berjalan.
Pemda juga menyederhanakan proses IMB/PBG, mempercepat pembangunan akses jalan baru, dan memastikan ketersediaan utilitas dasar seperti listrik, air, fiber optik, dan jaringan pembuangan. Bandara modern membutuhkan ekosistem pendukung yang kuat, bukan hanya landasan dan hangar.
Langkah yang tidak kalah penting adalah pembentukan forum rutin antara Pemda, Kemenhub, Bappeda, dan calon investor. Forum ini menyelesaikan hambatan nyata di lapangan, mulai dari pembebasan lahan, penentuan tarif retribusi, hingga penetapan zona prioritas investasi.
Dengan demikian, percepatan pembangunan Budiarto tidak hanya menguntungkan industri penerbangan, tetapi juga memberikan dampak langsung kepada masyarakat Tangerang dan Banten melalui penciptaan lapangan kerja dan peluang ekonomi baru.
Peran Pihak Swasta: Inovasi, Modal, dan Kompetensi Teknis
Transformasi Budiarto tidak akan terjadi tanpa partisipasi aktif operator FBO, sekolah penerbangan, komunitas GA, serta investor MRO dan charter operations. Para pelaku usaha inilah yang mengisi ruang bisnis dan memastikan bahwa ekosistem GA berjalan dinamis.
Pembangunan hangar berukuran besar, penyediaan armada latih seperti DA40, C172, hingga Tecnam, pendirian pusat pelatihan pilot dan teknisi, pelayanan charter jet ringan, serta pendirian workshop airframe, engine, dan avionics berbasis standar CASA atau FAA merupakan bentuk nyata komitmen swasta.
Swasta juga aktif dalam pertemuan tripartit bersama pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan masukan teknis mengenai kebutuhan operasional, penataan slot, perluasan apron, kebutuhan taxiway baru, jam operasi, mitigasi kebisingan, hingga prosedur circuit training yang lebih efisien.
Komitmen swasta tidak berhenti pada pembangunan fisik, tetapi juga pada sistem keselamatan. Mereka terlibat dalam penyusunan SOP keamanan, implementasi Safety Management System, pelatihan Avsec, serta penyusunan Emergency Response Plan yang terintegrasi dengan Damkar dan RSUD setempat.
Dengan demikian, sektor swasta menjadi motor inovasi yang memastikan bahwa Budiarto tidak hanya berkembang secara fisik, tetapi juga berfungsi sebagai pusat industri penerbangan yang produktif dan berdaya saing.
Menuju Kawasan Ekonomi Khusus Aerotropolis Budiarto
Salah satu terobosan besar dalam pengembangan Budiarto adalah inisiasi pembentukan KEK Aerotropolis General Aviation. Konsep ini memberikan keuntungan strategis karena KEK mampu memangkas birokrasi perizinan, menyediakan insentif fiskal, dan menciptakan ekosistem industri yang terintegrasi.
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan, Kementerian Investasi, dan Kementerian Koordinator Perekonomian bekerja sama dengan Pemprov Banten dan Pemkab Tangerang untuk menyusun Preliminary Feasibility Study yang memetakan kebutuhan utilitas, rancangan kawasan, potensi fiskal, serta struktur insentif bagi investor.
KEK ini berpotensi menjadi pusat industri yang menampung berbagai sektor seperti MRO, FBO, flight training, operator charter, manufaktur ringan, hingga perusahaan drone dan urban air mobility. Dengan adanya single submission perizinan, waktu proses perizinan dapat dipangkas signifikan.
Jika terealisasi, Aerotropolis Budiarto akan menjadi salah satu pusat penerbangan modern paling strategis di Asia Tenggara, sebanding dengan Seletar Singapore atau Clark di Filipina.
Model Limited Purpose International Airport sebagai Nilai Tambah
Selain KEK, model Bandara Internasional Terbatas memberikan peluang besar untuk meningkatkan nilai ekonomi Budiarto tanpa harus berubah menjadi bandara internasional penuh.
Melalui skema ini, layanan CIQ (Customs, Immigration, Quarantine) dapat beroperasi secara on-demand untuk penerbangan VIP, ferry flight, corporate jet internasional, atau movement bernilai tinggi lainnya. Skema seperti ini sudah terbukti efektif di Seletar Singapura, Dubai South–Al Maktoum, hingga Subic Bay.
Pemkab Tangerang dapat menyediakan lahan untuk fasilitas CIQ modular, area parkir khusus, serta akses jalan. Di sisi lain, operator swasta dapat membangun lounge khusus, jalur keamanan airside, dan fasilitas pendukung berbasis standar internasional.
Model ini memberikan pendapatan non-aeronautika yang besar dan meningkatkan nilai Budiarto sebagai pusat GA kelas dunia.
Joint Development Committee sebagai Mesin Koordinasi
Keberhasilan seluruh agenda besar ini tidak memerlukan organisasi baru, tetapi membutuhkan mekanisme koordinasi yang tepat. Joint Development Committee atau JDC adalah forum multi-stakeholder yang mengintegrasikan fungsi regulasi, tata ruang, investasi, keselamatan, dan operasional.
JDC dapat dibangun dengan mengoptimalkan struktur yang sudah ada, seperti Tim Koordinasi Penataan Ruang, Forum LLAJ, serta mekanisme koordinasi DJPU–Pemda.
Dalam JDC:
Pemerintah Pusat berperan menetapkan standar dan regulasi.
Pemerintah Daerah berperan dalam penataan kawasan dan perizinan.
Swasta berperan menyediakan modal, teknologi, dan inovasi.
Melalui skema ini, Budiarto bergerak bertahap namun pasti dari bandara latihan menuju pusat General Aviation modern yang kompetitif secara regional, layak secara finansial, dan relevan dalam konteks kebijakan nasional.
Penutup
Transformasi Bandara Budiarto bukan sekadar proyek pembangunan fasilitas penerbangan. Ia adalah simbol bagaimana Indonesia mulai membangun ekosistem GA yang selama puluhan tahun tertinggal dari negara maju. Melalui sinergi pemerintah pusat, daerah, dan swasta, Budiarto dapat menjadi model nasional untuk pengembangan bandara GA lainnya.
Dengan hadirnya KEK Aerotropolis, model internasional terbatas, serta mekanisme JDC yang kuat, Indonesia memiliki kesempatan untuk melompat jauh dalam industri yang selama ini dianggap niche, tetapi sesungguhnya memiliki nilai ekonomi besar dan potensi strategis jangka panjang.
Transformasi ini bukan lagi wacana, tetapi rangkaian kerja nyata yang telah dimulai dan harus terus dijaga hingga terwujud sepenuhnya.
Pustaka
ICAO. (2024). Annual Report 2024 to the Assembly. International Civil Aviation Organization. ICAO. (2023). Aviation Infrastructure Gap Analysis 2023 – Final Report. ICAO Safety & Flight-Standards Divisions. IATA & Deloitte. (2020). Airport Governance Toolkit. International Air Transport Association. Pemerintah Kabupaten Tangerang / DPMPTSP Tangerang. (2024). Rencana Pembentukan Bandara Budiarto Curug Menjadi Bandara Komersial
JurnalInvestasi.com. (2025). Bandara Budiarto Curug Akan Beralih Fungsi Menjadi Bandara Komersial.
