Jumat, Maret 29, 2024

Johannes Leimena: Tokoh Gereja dan Bangsa

Dalam buku Cindy Adams, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Bung Karno mengatakan bahwa Johannes Leimena adalah seorang yang paling jujur yang pernah ia temui.

Bung Karno juga selalu memanggil Leimena dengan panggilan ‘Domine’, yang artinya pendeta. Panggilan ini kan secara tersirat membuktikan kepercayaan Bung Karno. Ini terbukti, Bung Karno tujuh kali mengangkat Leimena sebagai pejabat presiden setiap kali Bung Karno melakukan dinas ke luar negeri.

Apa yang dikatakan Sukarno bukanlah omongan seorang politisi. Kepercayaan Sukarno terwujud pada sejumlah tugas penting yang diberikan pada Leimena. Semasa Sukarno menjadi presiden, Leimena hampir tidak pernah absen dalam kabinetnya.

Dr. Johannes Leimena dilahirkan di Ambon, Maluku, tanggal 6 Maret 1905 atau 114 tahun silam. Leimena adalah orang yang paling sering menempati jabatan sebagai menteri dalam sejarah kabinet pemerintahan Republik Indonesia.

Selain itu, tokoh ini merupakan satu-satunya orang yang menjabat menteri selama nyaris dua dekade tanpa terputus. Jabatan yang pernah diemban Leimena di antaranya adalah Menteri Kesehatan (1947-1956), Menteri Sosial (1957-1959), Wakil Perdana Menteri (1957-1966), Menteri Koordinator Kompartemen Distribusi (1962 -1964), hingga Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Indonesia (1966). Leimena terlibat dalam 18 kabinet yang berbeda, dari Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora II (1966).

Leimena menjalani pendidikan dasarnya di Ambonsche Burgerschool. Masa-masa selanjutnya ia habiskan di Cimahi bersama pamannya, Lawalata, yang seorang kepala sekolah.

Tahun 1914 ia pindah ke Batavia untuk kemudian mengikuti pendidikan lanjutan di lingkungan yang lebih heterogen di ELS (Europeesch Lagere School) yang isinya hanya boleh anak-anak peranakan Eropa, keturunan Timur asing dan pribumi dari tokoh-tokoh terkemuka saja. Pendidikannya di ELS hanya beberapa bulan saja, lalu ia pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (sekolah untuk anak asli orang Belanda, kini PSKD Kwitang), dan tamat tahun 1919.

Setelah menyelesaikan sekolah dasarnya, Leimena memilih sekolah campuran dari berbagai golongan, yaitu MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dan tamat tahun 1922. Leimena mendapatkan gelar dokter dalam bidang penyakit dalam (lever dan ginjal) setelah menamatkan pendidikannya di STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang merupakan sekolah pendidikan dokter pribumi di Batavia.

Keterlibatan Umat Kristen dalam membangun Indonesia

Pendidikan yang sampai saat ini tidak merata, korupsi yang merajalela, dan budaya konsumtif selalu menjadi masalah sosial-ekonomi yang terjadi di Indonesia. Pertanyaan yang timbul ke permukaan saat ini adalah apakah kita umat percaya mampu mewujudkan Terang dan Garam percayanya di tengah orang-orang pemeluk agama lain?

Leimena dalam tulisannya “Kewarganegaraan Yang Bertanggung Jawab” memaparkan pemikirannya tentang bagaimana sikap gereja dan umat Kristen di tengah masyarakat Indonesia yang bergolak. Pemikiran tersebut sepertinya masih relevan di masa sekarang dan yang akan datang.

Leimena berpendapat bahwa kita yang adalah sebagian kecil dari masyarakat dapat mempengaruhi kehidupan seluruh masyarakat dan bangsa, bahkan memimpinnya. Syaratnya yang utama adalah keyakinan yang teguh dan persatuan yang kokoh. Ini adalah bagian refleksi dari kecintaan, kesetiaan dan ketaatan kepada yang maha kuasa

Setiap umat Kristen menurut Leimena harus menyadari bahwa Gereja adalah lingkaran dalam dengan Tuhan sebagai titik pusatnya dan negara atau masyarakat luas adalah lingkaran luarnya. Umat Kristen mempunyai tanggungjawab untuk membangun suatu tatanan masyarakat baru bersama orang Indonesia lainnya.

Leimena juga menegaskan umat Kristen bukanlah suatu minoritas, dilihat dari sudut ketatanegaraan ia bukan warga negara kelas dua atau kelas tiga, ia adalah warga negara yang mempunyai sama hak dan sama kewajiban seperti warga negara lainnya.

Sumbangsih Terhadap Bangsa 

Selama masa mahasiswanya di STOVIA, Leimena aktif dalam organisasi mahasiswa Maluku, Jong Ambon (didirikan tahun 1917), danVereeniging Ambonsche Studenten (VAS, 1924). Kegiatan organisasi itu menyangkut juga politik. Wawasan politik pergerakan diperolehnya dalam organisasi kedaerahan itu.

Sebagai aktivis Jong Ambon, Leimena ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928, yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Sejak momen itulah Leimena tertarik untuk terlibat lebih jauh dalam pergerakan nasional kebangsaan

Salah satu tulisan Leimena di masa pergerakan kebangsaan (di majalah Zaman Baroe, edisi tahun 1928), membicarakan hubungan antara gerakan pemuda Kristen dengan nasionalisme. Jalan pemikiran Leimena sebagai berikut: “Nasionalisme bersumber pada keadilan yang sama diperjuangkan bangsa-bangsa.

Perkembangan pada bangsa-bangsa Asia seperti Cina, Jepang, India menunjukan pentingnya pengaruh Kristen. Diantara tokoh-tokoh nasional mereka terdapat orang-orang Kristen. Itu suatu petunjuk supaya juga di Indonesia orang-orang Kristen mengambil bahagian dalam memajukan bangsa.”

Pelopor Pusat Kesehatan Masyarakat

Saat menjadi menteri kesehatan, Leimena juga banyak menghasilkan ide-ide cemerlang. Pada waktu itu bisa dimaklumi jika perhatian negara belum banyak dicurahkan pada bidang kesehatan. Namun Leimena tetap berusaha memikirkan landasan untuk memperbaiki sistem, peralatan, dan tenaga kerja di bidang kesehatan. Target yang ingin dicapai waktu itu adalah upaya preventif untuk pencegahan penyakit menular.

Ide-ide Leimena banyak yang menjadi fondasi dalam bidang kesehatan hari ini. Salah satu gagasan Leimena yang bisa dirasakan manfaatnya hingga sekarang adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Dalam upayanya mewujudkan gagasan tersebut, Leimena memulainya dengan membentuk dua instansi dalam Kementerian Kesehatan, yaitu Jawatan Pendidikan Kesehatan Rakyat dan Usaha Higiene Masyarakat.

Kedua instansi bentukan Leimena mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda. Pendidikan Kesehatan Rakyat bertugas untuk melakukan usaha-usaha kesehatan di pedesaan hingga perkotaan. Jawatan ini juga memiliki fungsi untuk mendidik tenaga-tenaga medis yang nantinya akan berperan memberi penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, khususnya di pedesaan.

Sementara Usaha Higiene Masyarakat, seiring berjalannya waktu, menjadi prototipe yang lebih dikenal dengan Bandung Plan. Dalam Bandung Plan dicetuskan ide untuk mengintegrasikan institusi kesehatan supaya lebih efektif dan efisien dalam pelayanannya.

Bandung Plan ini menjadi cikal-bakal dibangunnya banyak poliklinik dengan harapan masyarakat akan terbiasa memeriksakan kesehatannya. Melalui cara itu, Leimena berharap masyarakat akan semakin sadar betapa pentingnya menjaga kesehatan dari penyakit menular

Poliklinik-poliklinikitu terus dikembangkan, dan dalam perjalanannya, integrasi institusi kesehatanyang diwujudkan oleh poliklinik tersebut, meluas hingga tingkat kecamatanbahkan kelurahan yang kini kita kenal dengan Pusat Kesehatan Masyarakat(Puskesmas).

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.