Belakangan ini perbincangan mengenai bagaimana diri kita maupun bagaimana industri mendefinisikan standart kecantikan kembali ramai diperdebatkan. Mulai dari gerakan perempuan dukung perempuan yang dianggap sebagai omong kosong belaka hingga pukulan telak untuk tetap berdamai dengan diri sendiri. Itu semua muncul sebagai bukti bahwa beragamnya perspektif yang dimiliki oleh manusia perihal arti kata cantik.
Media dan juga dunia industri merupakan perpaduan yang sempurna dalam membentuk narasi tunggal tentang definisi cantik pada perempuan. Pendefinisian tersebut dengan mulusnya masuk dan menguasai kognisi masyarakat, hingga terciptalah bahwa perempuan cantik adalah seseorang dengan tubuh yang putih, berambut lurus, bahkan langsing.
Perempuan banyak yang akhirnya merasa insecure ketika segalanya yang ada pada diri mereka bertolak belakang dengan wacana tersebut. Apa lagi jika timbul perasaan ingin diakui oleh orang lain, bisa-bisa berbagai upaya dilakukan demi mendapatkan validasi bahwa mereka cantik sesuai apa yang dikatakan oleh industri.
Pernah kita jumpai iklan-iklan produk kecantikan yang mengglorifikasi bentuk fisik dimana menggambarkan lawan jenis bisa tertarik ketika perempuan menggunakan produk mereka. Mereka berlomba-lomba melakukan klaim dapat membantu perempuan keluar dari permasalahan kulit yang gelap dengan dibuktikan melalui alat pengukur kenaikan warna kulit. Imbasnya adalah semakin bertambahnya perempuan yang merasa khawatir akan tampilan fisik mereka. Diperparah lagi dengan keyakinan tidak berkulit putih atau bertubuh langsing layaknya bintang iklan produk tersebut adalah kesalahan.
Lalu, apakah mencintai diri sendiri adalah hal yang toxic?
Rasanya bukan suatu kesalahan apabila gerakan body positivity tetap diyakini dan dengan kuat ditanamkan dalam kehidupan manusia. Body positivity muncul karena kesadaran seseorang individu bahwa diri mereka berharga. Selama ini kita hidup dimana industrilah yang membentuk bagaimana seseorang harus berpenampilan.
Sistem yang tercipta berhasil membentuk narasi tunggal salah satunya mengenai bagaimana perempuan bisa didefinisikan sebagai seseorang yang cantik. Kondisi ini kemudian diperparah oleh bantuan media.
Orang-orang yang mulai sadar untuk melakukan penerimaan terhadap dirinya sendiri seperti bentuk tubuh dan segala pengalaman ketubuhan mereka adalah satu upaya untuk mendobrak wacana cantik versi industri. Mereka adalah orang yang sadar bahwa ketubuhan setiap manusia sangatlah beragam, tidak hanya berdasarkan apa yang didefinisikan oleh industri. Ketika body positivity ini bisa digalakkan dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang tidak harus merasa khawatir untuk menjadi diri mereka yang sesungguhnya. Mereka tidak harus memanipulasi diri mereka hanya untuk mendapatkan predikat cantik.
Terlebih pendefinisian kata cantik yang dilakukan oleh industri adalah satu bentuk dari penjegalan terhadap realitas keberagaman perempuan. Selain itu juga nilai dari perempuan sebagai manusia hanya akan dilihat melalui fisiknya semata, bukan atas pencapaian dan kualitas yang didasarkan pada intelektualitas perempuan.
Visualitas memang tidak dapat dielakkan telah menjadi suatu hal yang penting dalam sosial masyarakat, namun kondisi seperti ini bukan menjadi paksaan bagaimana perempuan seharusnya bertindak. Tubuh dan fisik perempuan juga bukan sesuatu yang digunakan untuk menghukum dan menghakimi sesama perempuan dengan cara membanding-bandingkan.
Memangnya tidak capek kalau harus menuruti standar kecantikan industri?
Mungkin bukan hal yang salah ketika kita mencoba untuk berbenah diri demi kenyamanan pribadi. Melakukan diet untuk tetap merasa bugar dan sehat, merawat diri sendiri demi merasa nyaman dan bukannya untuk menarik perhatian orang lain. Perempuan menjadi cantik adalah demi kepentingan dan kenyamanannya sendiri, menjadi keliru ketika dinarasikan untuk menarik perhatian lawan jenis. Terlebih ketika digunakan untuk merundung perempuan lain dengan membanding-bandingkan produk yang mereka pakai dan juga melakukan body shaming kepada sesamanya.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa sekalipun perempuan melakukan diet atau perawatan yang sama, memakan makanan yang sama, namun respon yang diberikan oleh masing-masing tubuh manusia pasti berbeda. Kita tidak dapat melakukan klaim bahwa seseorang dengan wajah berjerawat ataupun bertubuh tidak ideal adalah factor dari malas merawat diri.
Keunikan tubuh tiap manusialah yang menyebabkan adanya perbedaan dan keragaman bahkan dalam segi ketubuhan. Ada yang telah menggunakan produk mahal namun kulit wajahnya tidak mampu merespon dengan baik. Ada pula yang karena factor hormone menyebabkan seseorang memiliki wajah yang berjerawat dan juga tubuh yang tidak sesuai standar industri.
Oleh karena itu menjadi keliru ketika kita melakukan penghakiman terhadap seseorang dengan mengatakan bahwa mereka tidak cantik hanya karena berbeda dengan apa yang dikatakan oleh industri. Rasanya, akan melelahkan ketika sepanjang hidup kita hanya mengurusi keadaan orang lain dan terus-menerus mengikuti apa yang dikatakan oleh industri kecantikan.
Mendukung sesama perempuan adalah sebuah keniscayaan dan harus tetap digalakkan. Kita tidak perlu lagi merasa risih ataupun terganggu ketika seseorang mulai nyaman dengan bagaimana kondisi tubuhnya. Yang perlu kita lakukan jika ingin mencoba untuk peduli adalah mengingatkan ketika yang terjadi adalah body positivity yang berujung pada toxic. Misalnya makan sembarangan dan kurang sehat sepanjang waktu, hingga mengantarkan seseorang pada mengorbankan kesehatan diri mereka sendiri.
Sebenarnya menjadi cantik dan mendukung sesama perempuan untuk cantik sangatlah mudah. Kita hanya perlu menjadi dan mencintai diri sendiri, saling bergandengan tangan untuk merasa nyaman terhadap definisi cantik yang keluar dari persepsi setiap individu. Bukan malah menerima dikte yang didefinisikan oleh industri kecantikan.