Jika berbicara mengenai sejarah Indonesia, maka masa kolonialisme menjadi bagian penting sekaligus menjadi titik balik Negara Indonesia hingga menjadi negara yang merdeka dan berdaulat seperti saat ini.
Menurut KBBI kolonialisme adalah paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu. Praktek kolonialisme di Indonesia diperkirakan berlangsung lebih dari 3,5 abad. Negara-negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang yang berakhir pada tahun 1945 sampai akhirya Indonesia mampu merebut Kemerdekaan dan menjadi Negara yang Merdeka dan berdaulat.
Perjalanan serta perjuangan masyarakat Indonesia dalam memerangi kolonialisme sangat berat dan memelahkan hingga mengorbankan nyawa dan harta benda. Selama masa kolonialisme berlangsung terjadi interaksi sosial antara Bangsa Kolonial dan pribumi yang secara tidak langsung membawa serta budaya dan kehidupan sosial kolonial kedalam budaya pribumi begitu pula sebaliknya. Dalam kurun waktu yang lama tersebut pengaruh sosial budaya kolonial sudah mendarah daging dalam diri pribumi bahkan beberapa bisa ditemui hingga saat ini. Beberapa bidang yang masih menganut ideologi kolonialisme yang dapat ditemui saat ini adalah Bidang Pendidikan, Bidang Kecantikan, Fashion, Keagamaan, dan Kuliner.
Dalam bidang pendidikan, kesenjangan gender dan kelas sosial masih bisa ditemui hingga saat ini. Pada masa Kolonial Belanda hanya anak-anak priyayi (konglomerat) yang diperbolehkan menempuh pendidikan setara dengan anak-anak Belanda dan umumnya adalah laki-laki. Sedangkan perempuan dilarang bersekolah, karena pada masa itu masyarakat percaya tugas perempuan adalah mengelola dapur, dan melahirkan sehingga perempuan tidak perlu sekolah tinggi.
Peristiwa paling penting mengenai kesenjangan gender ini adalah dengan munculnya R.A Kartini sebagai pelopor kebangkitan emansipasi wanita dan menjadi salah satu Tokoh Palawan Nasional yang memperjuangkan hak-hak perempuan kala itu dengan tulisan- tulisannya. Namun pada masa kini sterotipe mengenai perempuan dan pendidikan masih dipegang kuat oleh beberapa wilayah pedesaan yang sangat konservatif, sehingga mayoritas
perempuan didesa hanya menamatkan sekoloh sampai jenjang Menengah Keatas dan kemudian menikah diusia dini. Kesenjangan mengenai kelas sosial juga masih terjadi hingga saat ini, buktinya masih ada beberapa jalur khusus dalam penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Negeri Tinggi yang mengharuskan calon mahasiswa membayar biaya lebih besar daripada jalur umum yakni jalur Mandiri yang tentu saja hanya mampu dilakukan oleh kaum menengah keatas.
Dalam bidang kecantikan, pribumi pada masa kolonial menganggap bahwa cantik adalah berkulit putih dan berhidung mancung seperti fisik bangsa Barat. Hal ini menjadi salah satu latar belakang diskrimanasi kulit hitam dan kulit putih pada masa itu, sebab bangsa kolonial menganggap bahwa bangsa kulit putih memiliki derajat yang lebih tinggi daripada bangsa kulit hitam. Fenomena ini masih dapat ditemui hingga saat ini dengan banyaknya krim pemutih yang beredar dimasyrakat yang membuktikan bahwa masyarakat Indonesia cenderung menyukai kulit yang putih daripada sawo matang.
Didukung dengan kecanggihan teknologi pada bidang operasi bedah plastik masyarakat dapat dengan mudah mengubah bentuk hidung dan bentuk tubuh yang lain, yang serta merta membuat masyarakat melakukan operasi mengubah bentuk hidung menjadi mancung seperti bangsa barat. Teknologi juga mendukung terciptanya lensa kontak yang dapat mengubah warna kornea mata yang mulanya gelap menjadi berwarna seperti bangsa barat. Dan terbukti lensa kontak sangat digemari oleh masyrakat, ini membuktikan bahwa standar kecantikan bagi masyarakat Indonesia masih berkiblat pada bangsa Barat.
Pada bidang Fashion dimasa kolonial bangsa barat menganggap jika busana yang mereka kenakan lebih terhormat dan memiliki derajat yang lebih tinggi daripada pribumi, dan hal ini masih berlaku hingg sekarang. Setelan jas sangat diminati bahkan digunakan untuk acara-acara penting, seperti pernikahan dan acara-acara formal lainnya. Beberapa masyrakat bahkan lebih menyukai mengenakan gaun dan jas saat pernikahan mereka seperti busana bangsa barat untu acara pernikahan disbanding mengenakan pakaian adat.
Bangunan Katedral yang dibangun di Jakarta Pusat memiliki bentuk bangunan Eropa dan ditetapkan sebagai situs nasioanal, hal ini menjadi bukti pengaruh kolonialisme pada bangunan keagamaan. Dalam bertamasya dan menempuh pendidikan, masyrakat Indonesia cederung memilih Benua Eropa dan Amerika sebagai destinasi dibanding ke Benua Asia hal ini menjelaskan bahwa masyrakat Indonesia menyukai gaya dan suasana Negara Eropa terlepas dari masa lalu bangsa Kolonialisme di nusantara. Bahkan banyak masyarakat Indonesia lebih tertarik
untuk memiliki pasangan dari Negara-negara Barat, dengan dibuktikan banyaknya pernikahan lintas Negara di Indoensia. Memiliki keturunan berwajah Bule merupakan latar belakang dari adanya pernikahan lintas Negara ini, yang secara tidak langsung menimpulkan bahwa masyarakat sangat mendamba fisik bangsa barat.
Masyarakat juga cendeung menyukai makanan-makanan Barat seperti MCD, KFC, dan gerai-gerai restoran cepat saji lainnya. Bahkan makanan seperti Steak dan Pizza sangat diagungan masyrakat karena makanan ini bisa dijadikan alat untuk menunjukkan kelas sosial dalam masyarakat karena hanya mampu dinikmati masyarakat menengah keatas karena harganya yang cenderung mahal. Dari hal-hal yang disampaikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari Bangsa Barat di masa Kolonial belum benar-benar hilang dari masyarakat. Mau tidak mau masyarakat Indonesia harus mengkakui bahwa gaya hidup dan selera masyrakat masih berkiblat pada Negara Barat.
Terlepas dari segala ideologi kolonial yang masih kental dalam masyrakat Indonesia, kita sebagai generasi muda harus mampu tampil dan mulai merubah segala ideologi colonial menjadi ha-hal postif. Misalnya, meniru bagaimana Negara Barat mampu menjadi Negara maju dan memiliki ntegritas tinggi.