Buku adalah nafas kehidupan manusia. Seseorang dikatakan hidup apabila menempatkan buku sebagai konsumsi pokok dan membaca sebagai kewajiban utama. Sebab hidup akan terasa sia-sia ketika akal seseorang tidak mampu menangkap fenomena sekitar yang penuh dengan informasi.
Dalam Islam, membaca menjadi tuntutan utama dengan ditandai turunnya wahyu pertama dari Tuhan kepada utusan-Nya Nabi Muhammad SAW. Secara implisit perintah itu mengandung unsur memahami konsep kehidupan alam raya dan seisinya, yang kemudian di dalam kitab suci al-Quran tertuang seluruh pasal peraturan kehidupan manusia dalam rancangan Tuhan.
Perintah menganalisa fenomena alam bertujuan untuk mengasah dan sebagai cara bersyukur atas diberikannya otak sebagai alat berpikir. Tidak mungkin Tuhan menciptakan malam dan siang tanpa sebab. Bahkan, malam dan siang juga memiliki fungsi penentu waktu kapan manusia istirahat dan beraktifitas. Dalam istilah al-Quran disebut sebagai ayat atau tanda (Q.S Ali Imran:190).
Sebagai alat penghimpun informasi, buku adalah salah satu kunci untuk membuka pintu cakrawala. Hampir mustahil dikatakan seseorang dapat memahami kondisi sekitar tanpa landasan ilmiah di samping empiris. Rasa-rasanya hanya para nabi dan rasul yang memiliki intuisi tajam, karena memang mereka lah manusia yang memiliki kelebihan mendapat wahyu dari Tuhan secara langsung.
Tidak mungkin ada seseorang dewasa ini mengaku dapat mengetahui informasi tanpa membaca, melainkan dia akan mendapat julukan sebagai dukun. Buku yang dahulu banyak dijumpai di masyarakat kita dinikmati secara konvensional, kini mengalami transformasi unik dan signifikan seiring perkembangan zaman.
Buku kertas saat ini mulai berangsur mengalami sepi peminat di pasaran. Banyak konsumen yang lebih memilih beralih kepada model buku elektronik atau digital. Tentu ada beberapa dampak yang menyertai kehadiran buku digital tersebut.
Waspada Buku Digital
Tidak selamanya perkembangan teknologi membantu seseorang dalam menuntaskan pekerjaan tanpa menyisakan efek cidera. Salah satunya pemanfaatan buku digital yang dinilai praktis dan ekonomis dalam pengunaannya, ternyata memiliki beberapa permasalahan kompleks di dalamnya.
Dalam penelitian Martinez dan Lopez Rio (2015), menyatakan bahwa kemunculan teknologi dan internet telah menyebabkan adanya cara membaca yang baru serta merubah pola perindustrian buku di mana lingkungan sosial-ekonomi masyarakat ikut berdampak dalam kegiatan membaca menulis.
Ada tiga hal yang saya soroti dalam tulisan ini terkait kewaspadaan terhadap penggunaan buku digital, tentu dalam porsi yang berlebihan. Pertama, efek yang timbul dirasakan oleh penjual buku di lapak. Mereka akan merasakan rendahnya angka pendapatan yang dihasilkan dengan berjualan buku kertas, karena masyarakat mulai melirik buku gaya baru, buku elektronik.
Kemudian, nasib penerbit yang terkena imbas lantaran buku yang seharusnya menjadi terbitannya, rupanya harus menerima resiko dicuri oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk dikomersilkan melalui hasil scan. Sudah rugi buntung pula.
Ketiga, dampak negatif yang dirasakan oleh pembaca secara umum yakni, minimnya proses penyaringan kategori bacaan, khususnya terhadap anak-anak yang lebih banyak membutuhkan arahan orang tua untuk memilih bahan bacaan. Selanjutnya, akan semakin meningkatkan gelombang plagiarism, karena seseorang akan semakin mudah menduplikat tulisan tanpa bersusah payah mengetik ulang tanpa parafrase.
Dan lanjut kepada hal pokok dan substansial yang memengaruhi semangat membaca adalah beresiko meningkatkan stres. Sebenarnya stres yang timbul ini sama seperti pola perubahan mental saat bermain media sosial, hanya saja yang dominan memengaruhi adalah faktor ketegangan mata. Ketika mata lelah, maka rasa capek dan stres akan cepat.
Saat membaca buku, penting diperhatikan ketika menyeimbangkan kesadaran emosi dan kemampuan tubuh menerima asupan yang dimasukkan ke dalam otak. Sangat sulit apabila membaca, sedangkan hatinya sedang merasakan kegelisahan atau tubuhnya mengalami sakit secara fisik.
Proses input suatu pengetahuan harus melalui sistem sensor yang bersih dan stabil. Dalam memilih buku digital (apabila terpaksa) hendaknya memperhatikan asal-usul buku tersebut. Jangan sampai buku yang kita baca merupakan hasil rekayasa industri orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga membuat orang tersebut sulit dalam memahami teks maupun konteks bacaan.
Apakah membaca buku digital merupakan kesalahan? Tentu tidak. Asal masih mempertimbangkan kadar kebutuhan yang tidak melampaui batas, sehingga mampu menciderai kesehatan mental dan fisik.
Kehadiran perpustakaan modern di tengah publik saat ini dirasa sudah cocok untuk menjawab tantangan perubahan zaman. Misalnya, di Perpustakaan Nasional telah menyediakan layanan peminjaman buku kertas untuk dibaca secara konvensional dan fitur digital untuk mengakses sumber yang sulit dijangkau.
Seandainya Polisi Virtual yang digadang-gadang memiliki tugas untuk memberantas pelaku penyebar hoaks dan ujaran kebencian memiliki perhatian juga terhadap distributor buku elektronik ilegal, mungkin pihak penjual dan penerbit buku tidak akan merasakan kekecewaan berlebih saat mengalami transformasi tersebut.
Tren yang terlanjur mendarah daging seperti memanfaatkan buku digital tidak bisa ditahan. Sekarang yang dibutuhkan adalah ketegasan regulator dan eksekutor dari pihak pemerintah untuk menindak segala kecurangan berbasis transaksi digital, khususnya buku.
Sejatinya, buku yang baik adalah buku yang diperoleh secara bersih. Dan mempelajari buku yang baik adalah sebaik-baiknya cara kita berinteraksi dengan buku itu seolah kita berhadapan dengan kekasih.
