Minggu, Oktober 6, 2024

Jawa Timur Krisis Male Leader di Pemilu 2024

Samadi S. Ag
Samadi S. Ag
Penulis merupakan santri sekaligus mahasiswa yang telah merampungkan pendidikan S-1 dan saat ini sedang melanjutkan jenjang study di Pasca Sarjana UINSA Surabaya

Hiruk-pikuk keramaian di media sosial menjelang pendaftaran calon Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) diwarnai dengan berbagai dinamika yang hadir, seperti halnya isu melawan kotak kosong, UU yang ditetapkan oleh MK yang dianulir oleh DPR RI, dan lain sebagainya, menarik emosi masyarakat yang diekspresikan dengan berbagai macam warna. Ada yang mengkritik melalui media sosial, ada yang melakukan demonstrasi, dan lain-lain. Hal ini merupakan bentuk kesadaran masyarakat bahwa negara tercinta, yakni Indonesia, sedang tidak baik-baik saja.

Pendaftaran calon PILKADA 2024 telah dibuka pada Selasa, 27 Agustus lalu. Sebagian pasangan calon wali kota, calon bupati, serta calon gubernur beserta wakilnya pun mulai melakukan pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) masing-masing daerah.

Di wilayah Jawa Timur, saat ini terdapat tiga pasangan calon yang mendaftar untuk posisi Gubernur. Pertama adalah Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si., dengan pasangannya H. Emil Elestianto Dardak, B.Bus., M.SC., Ph.D. Kedua adalah Dr.(H.C.) Ir. Hj. Tri Rismaharini, M.T., dengan pasangannya K.H. Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans). Ketiga adalah Luluk Nur Hamidah, M.Si., M.PA., dengan pasangannya Lukamnul Khakim, M.Si.

Dari ketiga pasangan calon gubernur Jawa Timur tersebut, Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si., memperoleh dukungan paling besar dari berbagai partai politik. Ia diusung oleh lima belas partai, termasuk Partai Amanat Nasional (PAN), Gerindra, Demokrat, dan lain-lain. Sebaliknya, Dr.(H.C.) Ir. Hj. Tri Rismaharini, M.T., diusung oleh tiga partai, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), dan Partai Ummat. Adapun Luluk Nur Hamidah, M.Si., M.PA., hanya didukung oleh satu partai, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ketika melihat fenomena ini, penulis lebih memfokuskan perhatian pada ketua dari tiga pasangan calon gubernur Jawa Timur tersebut, yang semuanya adalah wanita. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah Jawa Timur kini telah kehabisan stok pemimpin laki-laki, sehingga wanita yang harus mengisi pos kepala daerah provinsi?

Mungkinkah kini di Jawa Timur, ibu rumah tangga berbalik menjadi kepala daerah, dan kaum laki-laki harus menjadi bapak rumah tangga? Ini merupakan fenomena yang memalukan bagi kaum laki-laki, khususnya di Jawa Timur. Seharusnya, laki-laki adalah sosok yang memimpin, bukan dipimpin. Atau jangan-jangan kaum laki-laki di Jawa Timur kini tidak memiliki integritas, sehingga mereka tidak memiliki nilai tawar yang besar bagi masyarakat Jawa Timur? Pasalnya, pada tahun lalu, posisi Gubernur juga diisi oleh seorang wanita, dan tahun ini tampaknya hal tersebut harus terulang.

Fenomena ini seharusnya menjadi bahan renungan bagi masyarakat Jawa Timur. Apakah kondisi ini mencerminkan ketidakmampuan laki-laki dalam mengambil peran kepemimpinan? Ataukah ada faktor-faktor lain yang memengaruhi ketidakterwakilan laki-laki dalam posisi kepemimpinan? Jawa Timur seharusnya mulai berbenah dalam membentuk mentalitas kaum laki-laki. Jika kondisi ini terus berlanjut, Jawa Timur akan menjadi wilayah yang memalukan, karena seorang laki-laki yang secara kodrat memimpin malah harus dipimpin.

Masalah yang kedua, Jawa Timur berpotensi menjadi wilayah yang rentan terhadap masalah disiplin dan manajemen waktu. Ketika seorang pemimpin harus mengurusi rumah tangganya terlebih dahulu, seperti memasak untuk anak dan suami, hal ini bisa mengganggu fokus dan efektivitas kepemimpinan. Seorang kepala daerah harus mampu mengelola waktu dengan baik, membagi antara tugas-tugas pemerintahan dan urusan pribadi. Apakah akan ada penurunan dalam kinerja pemerintahan jika pemimpin harus mengutamakan urusan domestik?

Krisis kepemimpinan laki-laki di Jawa Timur ini juga dapat menimbulkan dampak sosial dan psikologis. Ketidakmampuan laki-laki untuk meraih posisi kepemimpinan yang strategis dapat menurunkan kepercayaan diri mereka dan mengubah persepsi masyarakat tentang peran gender. Hal ini bisa menyebabkan pergeseran nilai-nilai sosial yang selama ini menganggap laki-laki sebagai pemimpin alami. Selanjutnya, ketidakhadiran laki-laki dalam posisi kepemimpinan yang penting dapat memperburuk ketidaksetaraan gender dalam aspek-aspek lain kehidupan masyarakat.

Dalam konteks ini, penting bagi semua pihak untuk melakukan evaluasi mendalam mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kekurangan pemimpin laki-laki di Jawa Timur. Adakah faktor struktural atau sistemik yang menghambat partisipasi laki-laki dalam politik dan kepemimpinan? Apakah ada kebijakan atau praktek yang membatasi peluang mereka untuk berkompetisi secara adil? Atau mungkin, ada masalah mendasar dalam pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang perlu diperbaiki?

Untuk mengatasi krisis ini, langkah pertama adalah menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan kepemimpinan bagi semua gender. Program-program pelatihan kepemimpinan harus diadakan secara inklusif, memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk mengasah keterampilan mereka.

Selain itu, perlu ada dorongan untuk meningkatkan integritas dan kompetensi calon pemimpin melalui pendidikan dan pengalaman yang relevan. Keterlibatan aktif dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, sangat penting untuk memastikan bahwa semua calon pemimpin mendapatkan kesempatan yang adil untuk menunjukkan kemampuannya.

Tidak kalah penting adalah peran media dan lembaga sosial dalam membentuk opini publik mengenai kepemimpinan dan peran gender. Media harus memainkan perannya dalam memberikan informasi yang objektif dan mendukung pengembangan pemimpin yang berkualitas tanpa memandang gender. Lembaga sosial juga harus mempromosikan nilai-nilai egaliter yang mendukung peran kepemimpinan yang adil dan setara.

Dalam jangka panjang, upaya-upaya ini diharapkan dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap kapasitas laki-laki dalam posisi kepemimpinan dan memperbaiki kondisi di Jawa Timur. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan Jawa Timur tidak hanya akan memiliki pemimpin yang berkualitas, tetapi juga mencerminkan keberagaman dan inklusivitas dalam setiap aspek kepemimpinan dan pemerintahan.

Samadi S. Ag
Samadi S. Ag
Penulis merupakan santri sekaligus mahasiswa yang telah merampungkan pendidikan S-1 dan saat ini sedang melanjutkan jenjang study di Pasca Sarjana UINSA Surabaya
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.