Kehidupan yang semakin rumit dengan segala perubahan yang terjadi diberbagai lapisasan, menuntut segala proses dalam segala aktivitas. Kita membutuhkan suatu percepatan dalam langkah gerak. Menumbuhkan sebuah gerak “tertib” dan “disiplin” menjadi kunci untuk bisa bersaing ditengah kondisi yang tidak tentu seperti sekarang.
Indikator bangsa maju, tidak serta merta melibatkan teknologi dalam penerapan segala lapisan kehidupan masyarakatnya. Tapi, lebih kepada kesadaran akan sesuatu yang melibatkan esensi dari rakyat dalam bernegara.
Salah satu contohnya laku disiplin, Jepang sebagai bagian negara Asia dipandang sebagai negara maju selebihnya dari budaya masyarakatnya, disiplin, tertib dan patuh. Hal ini akan menertibkan segala pelayanan publik lain yang menjadi daya dukung dari good government.
Acapkali, indikasi dari menilai suatu kemaksimalan sebuah karakter dalam negara hanya di nilai dalam seberapa besar daya saing dalam pendidikan di suatu negara. Padahal, sejatinya nilai dari sebuah karakter bisa kita lihat dari seberapa besar kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Kenapa lalu lintas?
Akhir-akhir ini kita tengah merasakan kegembiraan atas beroperasinya layanan transportasi massal (mass rappit transit) MRT di Ibukota Jakarta. Walaupun hanya beroperasi dalam linngkup Jakarta, tapi euforia menggema di seluruh nusantara. Melihat transportasi massal tersebut pertama hadir di layanan publik di Indonesia.
Pendidikan sebagai laku dari simbol pembentuk karakter, yang mana munculnya manusia-manusia berkarakter selalu digaungkan bersumber dari komunitas ini. Padahal, sejatinya nilai dari karakter tidak selalu dikukung dengan adanya lembaga atau sebuah pembatas antara mereka yang berhak dan tidak.
Sekolah Kehidupan
Pendidikan karakter selama ini berkutat dalam lingkup formalitas, yang hanya berpijak pada peran guru sebagai penderma nilai dari karakter yang diajarkan di Sekolah. Seketika siswa menjalani momen kehidupan lain, semisal di lingkungan mereka tak bisa ditemukan pelbagai nilai dari karakter yang ada dalam Sekolah. Hal ini karena pendidikan karakter hanya bertumpu pada formalitas guru dan buku ajar.
Sejatinya, karakter bisa bekerja dengan baik apabila bisa menjadi pancaran dari laku kehidupan dalam hidup kolektif. Semisal jalan raya, dalam ketentuanya banyak nilai-nilai yang bisa dijadikan landasan dari indikator keberhasilan karakter dalam pendidikan. Seperti sabar menunggu, tertib, mengantri dan menghormati hak orang lain. Nilai-nilai seperti inilah yang menjadi dasar dari kodrati karakter manusia di negara maju.
Keruwetan berlalu-lintas hingga pelanggaran dalam berkendara seharusnya menjadi cermin keburukan dari karakter yang diajarkan dalam lingkup formil sekolah. Budaya melanggar dan memakai hak orang lain selama ini dianggap sebagai heroisme di kalangan pelajar, dampaknya keburukan menjadi laku kebiasaan. Pembiaran bergulir menjadi sebuah nilai kalangan masyarakat.
Secara aspek sosiologis, jalan raya mempunyai andil dalam pembentukan karakter. Sebagai ruang pubik “bebas kelas” artinya semua kalangan mempunyai hak dalam proses peleburan bersama. Pertama, jalan raya sebagai ruang “bersama”. Dari berbagai jenis kelamin, usia, latar belakang, dan golongan. Mereka bebas mengakses jalan raya setiap saat, dalam ruang tersebut juga terjadi persinggungan antar kelas tersebut, sehingga berbagai pola pikir akan menjadi satu dalam mencapai tempat tujuan masing-masing.
Kedua, Jalan raya tempat mobilitas yang tinggi, berbagai kepentingan dan kelas bercampur dalam satu. Mereka mempunyai kepentingan masing-masing, dari pengendara sepeda hingga pengemudi mobil yang identik dengan kelas atas. Bergerak dengan arus perpindahan tinggi tergantung masing-masing tujuan. Hal ini bisa menjadi laku perbaikan karakter secara umum, pembiasaan berkendara ditengah kondisi yang berbeda bisa jadi hal baik untuk berpikir setara (equality)
Ketiga, Jalan raya tempat melatih dan menahan diri, kerumunan kendaraan dengan pola pikir seba cepat menuntut mobilitas yang begitu panas. Apalagi dalam kondisi macet dan padat pengendara, bersikap sabar, tertib, dan taat peraturan menjadi kunci keselamatan berkendara. Nilai karakter yang langsung hadir dalam laku keseharian, terkadang tidak dilihat oleh berbagai kalangan. Karakter yang hadir dalam laku lebih membekas, daripada karakter yang hadir melalui proses pelafalan atau buku teks