Rabu, April 24, 2024

Ishtirakiyah, Almaniyyah dan Peta Jalan Pendidikan Nasional

Adis Setiawan
Adis Setiawan
Mahasiswa S2 Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam An Nur Lampung. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Bekasi Raya | Belajar Menulis

Setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah 1924 berdirilah Negara Republik Turki yang Modern oleh Mustafa Kamal Attaturk (Atta: Mahaguru, Turk: bangsa Turki). Mengambil pemikiran yang Nasionalis, sosialis, sekuler (Wathoniyah, Ishtirakiyah, Almaniyyah).

Negara tidak mengurusi agama akan tetapi Negara tidak melarang agama. Tidak boleh ada nama teluk Arab misal makam Abu Ayub Al Anshari jadi Eyup. Tidak boleh Adzan pakai pengeras suara, tidak boleh memakai gamis di luar Masjid di dalam masjid boleh, biro Haji di bubarkan dll.

Silahkan mau haji mau tidak bukan urusan Negara hal itu bebas, Hagia Shopia yang tadinya gereja dikembalikan lagi ke gereja memang asalnya gereja, walaupun sekarang jadi museum.

Peta Jalan Pendidikan Nasional

Biasanya ketika banyak yang mengkritik kepada pemerintah dalam hal ini karena ada kesalahan Teknis dan Subtansi di PJPN 2020-2035. Nanti kalau kemdikbud sudah menerangkan ternyata seola-olah tidak ada masalah. Biasanya setelah di kritik ada beberapa kemungkinan, satu berubah subtansinya dengan menunjukan maksud dan tujuan pemerintah, kedua di gagalkan, dan ketiga di revisi. Wes biasa koyo karo sopo wae.

Agar yang suka kritik malu sudah teriak-teriak, ternyata beda setelah di jelaskan. Ini bukan terjadi kali ini saja lho ya contoh RUU. Ya tak apa-apa kalau nanti berubah itulah gunanya mengkritik untuk kemaslahatan umat.

Di lansir Muhammadiyah.or.id, Pak Haedar Natsir mengatakan tidak ditemukan kata “agama” dalam PJPN (Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035). Hal itu dianggap tidak sesuai dengan amanat UUD 1945.

Sementara UUD Pasal 31 ayat 3 dan UU nomor 20 tahun 2003 mengatakan bahwa ” Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang.”

Sementara yang di kutip oleh PJPN dalam profil pelajar pancasila  dari UUD dan sisdiknas hanya “Akhlak mulia dan Aspek kecerdasan.” Iya bisa jadi bahwa itu bisa “mewakili” pengembangan karakter moral dan nilai “religius”.

Di zaman kemerdekaan belajar, kita punya kemerdekaan merumuskan kurikulum sendiri. Teknologi boleh berubah, zaman boleh berubah, tetap Al Quran sebagai sumber pendidikan Islam.

Al Quran adalah sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan, dan karakter utama yang harus dikembangkan adalah akhlak Rasulallah Saw, shidiq, amanah, tabligh, fathonah.

Penyajian standar kurikulum yang diberikan pusat sifatnya minimal. Dinas pendidikan tiap Kabupaten/Kota bisa menambahkan muatan-muatan lokal. Akan tetapi, yang jadi masalah adalah ketika terjadi kesalahan, misalnya dalam hal berseragam pernah viral sekolah mewajibkan berjilbab dll. Itu hanya contoh seragam, bagaimana jika isi pengajaranya punya penambahan sesuai selera pemerintah daerah dan berbeda dengan daerah yang lain.

Walaupun, di peta jalan pendidikan nasional memuat kata pelajar Pancasila yang mana bisa mewakili nilai pendidikan “moral” dan  “religius”. Disini akan menjadi multi tafsir jika kepala dinas daerah membuat kurikulum yang di kombinasikan sesuai budaya sekitar padahal Negara kita setiap daerah punya mayoritas agama tertentu dan punya minoritas agama tertentu.

Dalam pengertian yang luas pendidikan dapat di artikan sebagai realitas sosial yang membentuk budaya masyarakat. Bagaimana seandainya kata agama bukan menjadi dari peta jalan pendidikan nasional, budaya seperti apa yang akan terbentuk tanpa agama.

PJPN 2020-2035 Secara subtansi bertolak dengan Amanat UUD. Secara teknis pembuatan PJPN yang manjadi Perpres tidak berdasar pada Tentang perubahan Undang-undang nomor 11 Tahun 2011 yang berbunyi “Perpres hanya mungkin dimunculkan manakala ada perintah Undang-undang dan perintah Peraturan Pemerintah.”

Dari masalah Subtansi dan Teknis pembuatan PJPN 2020-2035 maka perlu merevisi, kita merdeka berarti perlu bergembira dalam belajar dan juga yang mengatur pendidikan juga gembira kalau di kritik.

Bukan Negara Sekuler

Menurut Mahfud MD yang dilansir ugm.ac.id, 2018 mengatakan Indonesia bukanlah negara agama dan juga bukan negara sekuler, tetapi religious nation state atau negara kebangsaan yang berketuhanan.

Salah satu sebutan yang tepat bagi Indonesia berdasar Pancasila adalah negara kebangsaan yang berketuhanan, bukan negara agama, ujarnya. Indonesia bukan negara agama sebab negara agama hanya memberlakukan hukum satu agama dalam hukum negara. Bukan pula negara sekuler karena karena negara sekuler memisahkan sepenuhnya urusan negara dengan urusan agama.

Pada negara-negara yang menganut ideologi sosialisme, sistem pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan Marxis. Marxisme sendiri pada mulanya digagas oleh seorang filsuf bernama Karl Marx.(uninda.gontor.ac.id)

Aspek pendidikan sangat diperlukan untuk kepentingannya yaitu mentranformasi nilai-nilai dan norma-norma ajaran. Mungkin dalam penyebaran ajaran tertentu aspek pendidikan lah yang sangat menentukan pertumbuhan dari ajarannya tersebut, jika di dalam pendidikan terselip nilai-nilai sekuler maka dapat dipastikan peserta didik akan tertular.

*****

Akan tetapi, terlalu cepat jika kita menyimpulkan bahwa kemajuan pengetahuan dan pemikiranlah yang membuat lebih sekuler.

Seperti yang di lansir The Coversation Pada riset lanjutan Joevarian Hudiyana, Universitas Indonesia 2020 bersama beberapa kolega, menemukan bahwa tidak semua aspek-aspek sekularisme berkaitan dengan rasionalitas.

“Setidaknya ada dua penjelasan alternatif mengapa sekularisme berkembang di Eropa: kemajuan ekonomi dan terciptanya rasa aman masyarakat.”

Bagi dua ahli ilmu politik, Pippa Norris dari Harvard University dan Ronald Inglehart dari University of Michigan, Amerika Serikat (AS), berkembangnya sekularisme dan melemahnya agama bukan disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan.(The Conversation, 2020)

Pada negara-negara ekonomi berkembang dan belum mampu mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan, angka religiusitas juga tinggi. Mengapa ini terjadi? Norris dan Inglehart meyakini bahwa semakin kebutuhan dasar terpenuhi, maka semakin masyarakat tidak membutuhkan sosok Tuhan.

Sebaliknya, ketika kebutuhan dasar tidak terpenuhi, maka semakin penting kehadiran sosok Tuhan

*****

Tingkat keamanan juga berpengaruh, bayangkan jika hari ini kita tidak merasa aman, selalu khawatir seandainya bahwa tetangga akan membunuh kita seperti keadaan perang dll. Maka kita akan selalu mencari sistem pemerintahan yang lain agar terciptanya keamanan.

Jika lembaga penegak hukum dan pemerintah korupsi, sehingga tidak dipercaya oleh masyarakat.

Ketika itu semua terjadi, maka masyarakat merasa tidak bisa mengandalkan sistem pemerintah dan lembaga penegak hukum. Sehingga, masyarakat lari ke sistem lain yang mampu memberikan rasa aman (The Conversation, 2020).

Adis Setiawan
Adis Setiawan
Mahasiswa S2 Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam An Nur Lampung. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Bekasi Raya | Belajar Menulis
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.