Minggu, Oktober 13, 2024

Irak Tak Melulu Tentang Perang, Kemiskinan dan Keterbelakangan

Sri Wahyuni
Sri Wahyuni
Concern in Middle East issues. Currently doing Master Degree in Political Science.

Satu hal yang langsung terlintas dalam pikiran dan tergambar dalam bayangan ketika terucap nama Irak adalah sebuah padang sahara nan gersang , reruntuhan bangunan yang saling tertimbun dan berlumut, kaki-kaki kasar kotor tak beralas, mode transportasi manual berwujud hewan berkaki empat melintasi jalanan berdebu yang belum beraspal.

Pertanian yang masih sangat tradisional dengan tanah yang tidak menghasilkan produksi yang seberapa  ataupun penduduk yang sangat kurus tak terawat tak  berpendidikan, terbelakang dan ketinggalan zaman. Ini beberapa gambaran yang tercipta dari sebuah Negara yang dilanda peperangan berkepanjangan.

Irak seakan tak pernah berhenti mengalami masa kelamnya. Rentetan konflik dan peperangan panjang tiada ujungnya memenuhi catatan sejarah bangsa itu. Pun ketika pasukan Amerika memulai agresi militer dengan dalih menumbangkan Saddam Husein pada tahun 2003 hingga 2011. Sebuah skenario kotor nan keji untuk  menumbangkan rezim Saddam Husein yang menjadi “High Value Target Number One” HVT1.

Pementasan adu senjata dan pertumpahan darah berlangsung kurang lebih 8 tahun hingga dieksekusinya pemimpin Irak Saddam Husein di tiang gantungan 4 tahun setelah penangkapannya pada sebuah operasi sandi ” Red Dawn” atau fajar merah pada tanggal 13 Desember 2003. Pemimpin Iraq tersebut ditemukan bersembunyi di sebuah lubang yang tertutup jerami dan sarang laba-laba di sebuah daerah bernama Ad-Dawr berdekatan dengan Tikrit tanah kelahirannya.

Sekitar 151,000 hingga 600,000 warga Irak meregang nyawa dalam kurun waktu 3-4 tahun awal invasi berlangsung. Tapi apakah lantas para serdadu Amerika itu meninggalkan tanah Irak? Tidak invasi ini tetap berjalan dengan dalih yang berganti lagi demi mengawal pergantian kepemimpinan Negara itu. Siapapun pasti bias menebak alurnya ketika baret loreng Amerika menginjakkan  kakinya di suatu daerah maka bisa dipastikan ini akan berlangsung lama dengan agenda beragam yang rumit dianalisa. Di tambah munculnya pemberontakan-pemberontakan dari daerah- daerah di Iraq yang memaksa tanah itu untuk menahan derita 1 dekade lebih lama.

Invasi yang dimulai pada tanggal 20 Maret 2003 tersebut mengibarkan bendera ” memerangi terorisme internasional ” yang dipimpin oleh US dengan komando George W.Bush dan koalisinya Inggris Raya. Ditambah dengan publikasi dari media yang mempertontonkan porak porandanya sebuah negeri karena perang . Tak ayal gambaran baik lainpun terkubur bersama reruntuhan bangunan dan tengkorak – tengkorak manusia sebagai saksi kebiadaban manusia.

Ternyata itu bukan hanya beberapa gambaran kelam. Mari menilik sejenak lebih dekat dengan sebuah Negara yang terletak di Asia Barat berbatasan dengan Turki disebelah utara, Iran di bagian timur, Arab Saudi di sebelah selatan dan Syria di bagian barat ini memiliki beberapa hal yang patut kita simak.

Seorang jurnalis lepas dengan bidang fokus liputan negara-negara Timur Tengah dan Amerika Latin Emilienne Malfatto menampilkan wajah lain Irak dalam tulisannya  ” In The Marshlands, Another Face of Iraq” yang dipublikasikan oleh The Newyork Times. Emilienne mengangkat wajah sebuah kehidupan lain jauh dari aroma  kekerasan dan kontak senjata. Chibayish,  sebuah daerah kecil di rawa Mesopotamia.  Chibayis berada di persimpangan antara 2 sungai Eufrat dan Tigris. Penduduk disana hidup bebas jauh dari ancamam ISIS dan kelompok militan lainnya. Siapa bilang mereka terkucil dan tertutup, sebaliknya  penduduk disana terbuka dan sangat ramah terhadap orang asing.

Irak digadang-gadang sebagai Negara yang berpotensi memiliki ekowisata dengan kota Erbil ( Ibu kota Kurdistan) ditetapkan  sebagai ibu kota pariwisata Arab oleh komite wisata Arab pada tahun 2014. Sisi geografisnya mampu menawarkan kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.

Adalah Kurdistan terletak disebelah utara Irak dengan ibu kotanya Erbil yang cukup aman bagi pelancong asing. Mendapatkan otonomi daerahnya dari pemerintah pusat Iraq pada tahun 2005. Penduduknya berasal dari ras Indo-Eropa.

Walaupun menghadapi berbagai ancaman keamanan yang serius diperparah dengan munculnya negara Islam Iraq dan Syria ISIS pada tahun 2013, bukan lantas tidak aman sama sekali. Roda perekonomian dan kehidupan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Daerah Kurdistan yang dibahas ini adalah salah satu contoh nya. Kurdistan terletak di sebelah utara Irak . Mayoritas penduduknya suku Kurdish yang memiliki bahasa sendiri yaitu Bahasa Kurdi. Erbil sebagai ibu kotanya berjarak kurang lebih 85 km dari Mossul.

Beberapa hal yang menggiurkan untuk datang mengunjungi Kurdistan selain keramahan penduduk yang luar biasa juga biaya hidup yang sangat murah. Kalau biasanya travelling menguras kantong tidak demikian halnya dengan Kurdistan. Makanan yang lezat, sambutan penduduk lokal yang hangat menjadi magnet tersendiri bagi para wisatawan.

Daerah di sebelah utara Iraq ini dianugerahi keindahan alam yang menakjubkan. Rentetan pegunungan eksotis, sungai, dan air terjun yang masih sangat alami membawa ke sebuah petualangan  harta karun alam yang tak terlupakan. Hal lainnya adalah nilai sejarahnya yang sangat kaya. Iraq adalah tempat lahirnya peradaban manusia pertama dan tertua yaitu Babilonia. Memiliki setidaknya 4 warisan dunia yang diakui oleh UNESCO diantaranya:

1. Ashur (Qal’at Sherqat)

Situs ini tercatat merujuk pada abad ke-3 SM yang dikaitkan dengan Dewa Asyur yang dikemudian hari menjadi ibu kota kekaisaran Asyur yang dulunya bernama “ The land of Subarum”.

2. Erbil Citadel

Dibangun dan disempurnakan dari generasi ke generasi hingga terbentuk sebuah kota berbentuk oval terletak diatas sebuah bukit. Citadel merupakan rumah bagi berbagai etnis dan religi sejak tahun 5000 SM.

3. Hatra

Merupakan gambaran terbaik tentang kota Parthia. Dikelilingi dengan tembok setebal 2 km dan 160 menara. 4. Kota Arkeologi Samara,

Bangunan unik berbentuk spiral yang merupakan menara sebuah masjid ini tercatat sebagai peninggalan dinasti Abbasiyah abad ke-9 di kota Samara yang juga merupakan kota suci umat muslim Iraq ke-4.

Terlepas dari pro kontra isu agenda pemisahan diri dari Iraq menjadi Negara merdeka dan berdiri sendiri. Kurdistan dan beberapa daerah lainnya di Iraq patut untuk diberi dukungan untuk bisa maju dan berkembang terbebas dari rantai penjajahan modern yang menjerat mereka.

Sri Wahyuni
Sri Wahyuni
Concern in Middle East issues. Currently doing Master Degree in Political Science.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.