Tindak pidana Illegal Investment sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat namun seringkali terulang, ada yang merugikan korbannya hingga 5 Miliar Rupiah yang berkedok usaha elektronik, jumlah korbannya juga tidak main-main, bisa mencapai 200 orang.
Pada kasus lain juga terdapat kasus penipuan investasi alkes yang korbannya hingga ratusan orang, berangkat dari hal tersebut dapat dideskripsikan kasus ini merupakan Illegal Investment atau investasi bodong, secara singkat adalah kegiatan usaha berupa pengumpulan dana dari masyarakat, kegiatan ini secara nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 378 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan secara lex specialis melanggar Pasal 20 PERMA 13 Tahun 2016, Pasal 46 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah.
Oleh karena itu, dapat dilakukan upaya hukum berupa penegakan hukum pidana melalui proses acara pidana dan ganti kerugian melalui gugatan perdata. Dibawah ini adalah pasal-pasal yang bisa dijadikan landasan hukum untuk menjerat pelaku penipuan berkedok investasi tersbut:
- Pasal 378 KUHP, berbunyi: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun:
- Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi: Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
- Pasal 59 (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah berbunyi bahwa : Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah, UUS, atau kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Simpanan atau Investasi berdasarkan Prinsip Syariah tanpa izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 22 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum, penuntutan terhadap badan hukum dimaksud dilakukan terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan perbuatan itu dan/atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu.
Untuk solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan gugatan class action dan penggabungan perkara pidana dan perdata. Permohonan ganti kerugian pada kasus Illegal Investment dengan skema ponzi ini dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action).
Gugatan Perwakilan menurut Pasal 1 huruf a Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (“PERMA 1/2002”) adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud.
Laras Susanti dalam artikel Materi dan Prosedur Penetapan Gugatan Pewakilan Kelompok: Studi Perbandingan Indonesia dan Amerika Serikat dalam Jurnal Mimbar Hukum, yaitu (hal. 348): Gugatan perwakilan kelompok pada intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injunction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class representatives) mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan dengan class members.
Gugatan perwakilan kelompok dapat diajukan apabila: Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan; Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya; Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya. Maka secara spesialis kasus ini dapat digugat secara class action dengan memilih penasihat hukum atau perwakilan kelompok yang paling terpercaya dan merepresentasikan keinginan pihak-pihak yang dirugikan atau yang uangnya telah dibawa kabur oleh pelaku.
Selain memenuhi ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku, surat gugatan perwakilan kelompok juga harus memuat: Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok; Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu per satu; Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan; Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terinci; Dalam suatu gugatan perwakilan, dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda; Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian.
Commonality, artinya harus ada kesamaan fakta maupun peristiwa dan dasar hukum (question of law) antara pihak yang mewakili dan pihak yang diwakili dalam pengajuan gugatan.
Typicality, artinya harus terdapat kesamaan tuntutan maupun pembelaan dari seluruh anggota yang diwakili (class members). Adequacy of Representation, artinya harus ada kelayakan perwakilan, yaitu mewajibkan perwakilan kelas (class of representatives) untuk menjamin secara jujur dan adil serta mampu melindungi kepentingan mereka yang diwakilkan.
Terakhir, jika terlanjur menjadi korban dalam kasus Illegal Investment agar kerugian materil dapat dipertimbangkan untuk dikembalikan, maka dapat memanfaatkan klausul pasal 98 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang memungkinkan melakukan penggabungan perkara perdata dan pidana secara bersamaan.