Kamis, Maret 28, 2024

Inilah Alasan untuk Percaya Telur Palsu

Arie Sadhar
Arie Sadhar
Mahasiswa Ilmu Administasi dan Kebijakan Publik, serta Commuter yang terhimpit sesama setiap harinya.

Masyarakat kita tampaknya suka menantang logika. Setelah bosan dengan isu beras palsu hingga gorengan yang menyala jika dibakar, kini muncul lagi isu telur palsu. Sebuah bukti bahwa masyarakat kita mudah lupa. Ingat, isu ini pernah mengemuka tahun 2008 dan terbukti tidak ada telur palsu, adanya telur afkir alias tidak layak tetas.

Tahun 2018, perkara telur palsu muncul lagi lewat teknologi yang telah berkembang begitu dahsyat. Pola “penyebaran informasi” ala gorengan terbakar dipakai lagi, yakni dengan video. Lebih ciamik lagi, video yang ramai dan viral dalam kasus telur palsu ini jumlahnya lebih dari satu.

Yang paling populer, ya video dengan salah satu tokohnya memakai seragam perusahaan pengelola pasar. Tokoh ini berperan menyodorkan telur-telur yang diduga palsu sekaligus memberi jaminan pada mayoritas ibu-ibu di sekitar lokasi pengambilan video bahwa telur bisa dikembalikan asalkan ada bukti pembeliannya.

Pada masalah gorengan yang menyala ketika dibakar, masyarakat yang percaya nyata-nyata telah melawan logika segitiga api, bahwa api akan timbul saat ada panas, oksigen, dan bahan bakar. Baiklah, mungkin yang akrab dengan logika ini hanya sebagian orang. Jadi, biarlah kesalahan persepsi itu dijelaskan saja. Bukankah itu guna dari pendidikan?

Masalahnya, saat ini yang dipercaya sebagai palsu adalah sebuah telur! Tampaknya, kira-kira ada lima alasan utama yang menyebabkan sebagian masyarakat percaya bahwa telur palsu itu benar-benar ada dan merupakan ancaman bangsa.

Percaya karena kurang sejahtera

Pada beberapa video yang beredar, disebutkan bahwa patokan telur itu disebut palsu dan kemudian divideokan dengan keterangan kompor adalah karena tidak berbau anyir serta kuning telurnya kenyal–bahkan bisa diambil menggunakan tangan.

Setelah ditelaah sebenarnya agak membuat miris. Bau anyir dan kuningnya mudah ambyar itu adalah ciri-ciri telur yang sudah berumur. Kita tahu bahwa telur yang sudah berumur harganya lebih murah. Tidak bagus bagaimana? Ya, baunya anyir dan kuning telurnya mudah ambyar. Nah, ketika mendapatkan telur yang baru dan bagus, malah dibilang palsu. Sungguh pola pikir yang menarik.

Baik pada video maupun komentar yang melekat, tampak ada tendensi menunduh kalangan tertentu sebagai pembuat telur palsu. Menuduh orang bisa membuat telur palsu, sungguh sesuatu yang menentang iman.

Benar bahwa manusia sekarang makin pintar dan jago dalam berteknologi namun tetap ada batas ketidakmampuan manusia. Menentukan waktu gempa dengan tepat masih menjadi hal yang belum bisa dikerjakan manusia. Demikian pula dengan telur.

Telur palsu bukan dalam logika yang sama dengan rambut atau gigi palsu. Rambut dan gigi adalah bagian dari tubuh, sedangkan telur merupakan kehidupan sendiri. Telur terdiri dari struktur yang luar biasa, mulai dari kulit hingga embrio. Kulit telur saja telah diakui sebagai struktur kompleks yang hingga kini belum ada teknologi yang cukup canggih untuk membuatnya dalam partai besar, wujud konsisten, dan harganya murah.

Lagipula, bagaimana mungkin seseorang dapat membuat sebuah lapisan yang tipis tapi tanpa cela atau bekas lem sedikitpun, kemudian di dalamnya ada cairan. Kompleksitas telur jika dipahami secara mendalam adalah bagaimana Tuhan menciptakan perlindungan kepada kehidupan yang ada di balik kulit telur. Mempercayai adanya kehidupan yang dipalsukan sesungguhnya mengingkari pemilik kehidupan itu sendiri.

Percaya karena kurang kuota

Sudah cukup banyak berita, tulisan, maupun status yang membahas berbagai sisi dengan kesimpulan bahwa telur palsu itu hoax semata. Akan tetapi, sebagian netizen masih keukeuh bahwa ada telur palsu. Biasanya ada embel-embel, “Kalau nggak percaya, banyak kok videonya di YouTube.”

Saya mencoba menyaksikan banyak video yang memberi embel-embel “telur palsu” dan tidak menemukan sebuah proses komprehensif dari pembuatan bagian kuning dan putih dari telur palsu hingga pada pemasangan kulitnya. Dalam video yang beredar umumnya ditampilkan pada penggabungan bagian kuning dan putih maupun pembuatan model mirip telur yang sudah direbus.

Ah, seandainya masyarakat yang meminta kita membuka YouTube agar percaya itu punya kuota sedikit lebih banyak, seharusnya akan terbuka wawasan bahwa video-video itu tidak lebih dari upaya merengguk dolar dengan judul-judul provokatif belaka.

Percaya karena kurang perhitungan

Salah satu hal yang digaungkan oleh pihak yang logika jalan soal telur palsu ini adalah faktor harga. Secara logis memang tidak masuk akal untuk memalsukan sesuatu yang harganya jauh lebih murah. Ini jelas beda dari obat palsu maupun uang palsu. Kalau yang ini aslinya jelas memiliki value yang lebih, makanya dipalsukan.

Lagipula, dari berbagai informasi yang disebar beberapa situsweb yang kurang kredibel, komposisi bahan penyusun telur palsu beda-beda. Kebanyakan bilang bahan-bahan kimia tanpa menjelaskan lebih lanjut lagi. Ya, untuk apa dijelaskan? Dengan bikin judul provokatif saja sudah dapat klik. Persetan dengan kebenaran, mungkin itu pikir mereka. Di video yang viral, ada juga yang menyebut bahwa ada lapisan kertas dan silikon di dalam telur palsu.

Ah, daripada repot, coba kita cerna beberapa bahan saja terlebih dahulu. Sebuah penelitian menyebut bahwa dalam 1 telur yang berbobot 60 gram kurang lebih ada 2,3 gram kalsium. Ketika telur palsu ramai dulu, bahan ini disebut sebagai bahan kulit telur palsu. Padahal, komponen utama penyusun kulit telur asli ya memang kalsium karbonat.

Dengan hitungan asal-asalan, kita akan mendapati 1 kilogram kalsium karbonat hanya akan mampu berkontribusi pada 434 kulit telur palsu. Dengan harga per kilogramnya adalah 13 dolar alias sekitar 180 ribu, maka biaya kalsium karbonat per telur adalah 410 rupiah. Ingat, itu belum pewarnanya yang bikin kulit telur jadi coklat.

Sekarang mari membahas silikon, seperti kata bapak-bapak di video viral. Serbuk silikon dengan kemurnian 97,5 persen itu per 1 kilogramnya memiliki harga 209 Poundsterling. Dengan estimasi 1 Pounds setara 20 ribu rupiah, maka 1 kilogram silikon punya harga lebih dari 4 juta! Anggap saja silikon yang digunakan adalah 0,5 gram–yah, itu sedikit sekali–maka nilainya sudah 2000 rupiah.

Silicon dan kalsium karbonat saja sudah menyumbang biaya pokok 2.410 rupiah. Ini belum menghitung putih dan kuning telur palsu, hingga ongkos pengiriman dari tempat pemalsuan hingga ke pasar-pasar di sekitar kita. Sementara itu, kalau ada telur ayam harganya Rp1.500 rupiah, kita secara otomatis akan protes, “Kok harga telur mahal?”.

Terakhir, kurang-kurangilah kebencian itu

Sesudah diberi argumentasi biaya pokok produksi, sebagian netizen akan berkata, “Ini bukan soal harganya, ini soal asing yang ingin menjajah kita. Untuk keinginan seperti itu, duit berapapun akan mereka gelontorkan.”

Nyatanya memang kebencian begitu memenuhi otak kita, hingga sebuah ketidaklogisan bisa kita terima dengan menciptakan pembenaran yang semakin tidak logis. Begitulah rupanya cara kebencian merusak tatanan hidup yang indah: memenuhi otak dengan rasa benci dan amarah hingga akhirnya logika hilang dari dalam sana.

Sesudah itu? Ya, seperti sekarang ini, kita beroposisi satu sama lain, tanpa batas waktu, tanpa kesudahan dari pertempuran. Ah, sungguh menyedihkan.

Arie Sadhar
Arie Sadhar
Mahasiswa Ilmu Administasi dan Kebijakan Publik, serta Commuter yang terhimpit sesama setiap harinya.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.