Sabtu, April 20, 2024

Infrastruktur Jokowi Jilid II dan Partisipasi Swasta

Lailatun Nuzulia
Lailatun Nuzulia
Fresh Graduate Program Studi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya

Periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah sampai didepan mata. Wacana demi wacana program telah banyak terdengar dari istana. Tak tanggung-tanggung, Pemerintah telah memetakan kebutuhan dana sekitar Rp 24.214 trilliun rupiah untuk merealisasikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang berisikan 7 agenda utama (Lydia, 2019).

Ketujuh agenda tersebut diantaranya memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas, mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan, meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, revolusi mental dan pembangunan kebudayaan, memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar, membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta memperkuat stabilitas polhukhankam dan transformasi pelayanan publik (Yuniartha, 2019).

Lebih jauh, dari agenda-agenda tersebut diatas pemindahan ibukota serta pembangunan infrastruktur jilid II menjadi wacana yang cukup bising dibahas diberbagai media. Beberapa hari yang lalu CNBC Indonesia mengulas daftar infrastruktur masif yang akan dibangun pada pemerintahan Jokowi periode dua.

Proyek-proyek tersebut diantaranya Tol Trans Jawa yang membutuhkan dana Rp 211,86 trilliun, Tanggul Laut Pantai Utara Jawa Terintegrasi dengan estimasi dana Rp 132 trilliun, Kereta Cepat Jakarta-Surabaya dan Jakarta-Bandung dengan kebutuhan dana Rp 107 trilliun dan Rp 81,95 trilliun, Trans Papua dengan kebutuhan dana Rp 3,8 trilliun, serta masih banyak lagi wacana pembangunan infrastruktur yang membutuhkan dana yang tidak kalah fantastis.

Proyek-proyek tersebut diatas nantinya akan didanai melalui pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan non-APBN dengan membuka pintu lebar terhadap partisipasi swasta.

Jika ditarik mundur, rapor proyek infrastruktur Jokowi diperiode pertama memperlihatkan hasil yang cukup baik. Sampai pada bulan Mei 2019 lalu, terdapat total 89 Program Strategis Nasional (PSN) yang akan selesai dan 33 proyek + 2 program mulai beroperasi, serta 106 proyek + 1 program industri pesawat dalam tahap konstruksi (Hendra, 2019). Prestasi yang dapat dibanggakan untuk bisa menggebrak pembangunan infrastruktur yang lebih besar pada periode pemerintahannya yang kedua.

Pada proyek infrastruktur jilid II ini pemerintah menerapkan skema pendanaan yang tidak jauh berbeda dengan proyek-proyek pada periode sebelumnya. Pembangunan infrastruktur selanjutnya akan menjadi “bancakan” Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dukungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta partisipasi perusahaan swasta melalui skema yang terus coba dipromosikan yaitu Kerjasama Pemerintah-Badan Usaha (KPBU).

Penerapan skema KPBU sangat diperlukan mengingat anggaran pemerintah untuk kebutuhan infrastruktur berbanding terbalik dengan dana yang tersedia. Pemerintah sampai saat ini selalu menyatakan bahwa keterlibatan swasta melalui skema KPBU menjadi penting untuk menutupi kekurangan anggaran pembangunan infrastruktur. Akan tetapi pada teknis pelaksanaannya, skema pendanaan KPBU yang selalu didorong untuk menambal kekurangan dana tidak banyak menarik partisipasi swasta.

Untuk menarik minat swasta bergabung berbagai macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Diantaranya mekanisme pemilihan mitra melalui tender terbuka kompetitif, pembentukan PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PT PII), PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), PT Indonesia Infrastructure Fund (PT IIF) yang dimaksudkan memberikan insentif dalam bentuk penalangan dana dan penjaminan proyek telah dilakukan.

Bahkan untuk dapat menarik minat investasi asing pemerintah telah banyak merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) sehingga keberadaan asing bisa lebih leluasa dari sisi kepemilikan dalam proyek infrastruktur yang ditawarkan. Akan tetapi, tak sedikit kemudian proyek-proyek dengan skema KPBU tersebut gagal mendapatkan mitra.

Beberapa alasan menjadi penyebab skema KPBU tidak banyak membuahkan hasil. Tidak menariknya proyek dengan skema KPBU di Indonesia tersebut kemudian dilatarbelakangi oleh pemilihan proyek yang kurang transparan; kurangnya pengalaman pemerintah dalam menerapkan skema KPBU mengingat regulasi mengenai skema ini baru matang pada tahun 2005; serta sifat kerjasama yang melibatkan banyak pihak sehingga hubungan yang  dijalin antara pihak swasta dan pemerintah semakin kompleks (Yi Lin, 2017).

Selain itu, regulasi yang rumit selalu menjadi masalah klasik terhadap tersendatnya program yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Bayangkan, dalam satu pelaksanaan proyek dengan skema KPBU saja, pihak swasta harus mematuhi sebanyak 45 regulasi (Yi Lin, 2017). Terlebih regulasi yang diterapkan tidak jarang tumpang tindih antar pemerintah pusat dengan peraturan daerah, pun antar lembaga.

Yang tidak kalah penting adalah masih besarnya dominasi BUMN dalam proyek infrastruktur di Indonesia. Kondisi tersebut kemudian membuat investor baik domestik maupun asing “malas” untuk masuk sebab dipandang tak memberikan lingkungan bisnis yang kompetitif (Rika, 2019).

Sri Mulyani sendiri mengungkapkan bahwa isu dominansi peran BUMN memang sempat menjadi perhatian pemerintah setelah pelaku usaha juga sempat mengeluhkan hal serupa. Untuk itu menurutnya, diperlukan kalibrasi ulang mengenai peran BUMN agar iklim investasi di Indonesia semakin menarik (Rika, 2019).

Jika pada nantinya banyak proyek infrastruktur jilid II yang membutuhkan partisipasi swasta melalui skema KPBU, pemerintah lebih dulu harus berani men-cut regulasi yang dihadapkan pada pihak swasta. Kebutuhan akan partisipasi swasta harus dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui satu pintu saja. Insentif-insentif yang diberikan bersamaan dengan ruwetnya regulasi yang diterapkan tidak akan membawa wacana kerjasama pemerintah swasta berjalan kemana-mana.

Source:

Diaan Yi Lin, 2017, Can Public Private Partnerships Solve Indonesia’s Infrastructure Needs?, McKinsey&Company Reports, https://www.mckinsey.com/~/media/McKinsey/Locations/Asia/Indonesia/Our%20Insights/Can%20PPPs%20solve%20Indonesias%20infrastructure%20needs/Can%20PPPs%20solve%20Indonesias%20infrastructure%20needs.ashx diakses pada 2 Agustus 2019

Hendra Kusuma, Daftar Proyek Strategis Jokowi yang Rampung hingga Mei 2019, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4567411/daftar-proyek-strategis-jokowi-yang-rampung-hingga-mei-2019 diakses pada 2 Agustus 2019

Hesti Rika, Sri Mulyani Sebut Dominasi BUMN Bisa Hambat Investasi Asing, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190801164848-532-417479/sri-mulyani-sebut-dominasi-bumn-bisa-hambat-investasi-asing?utm_source=twitter&utm_medium=oa&utm_content=cnnindonesia&utm_campaign=cmssocmed diakses pada 2 Agustus 2019

Lydia Yuniartha, Ini 7 agenda pembangunan jangka menengah nasional 2020-2024, https://nasional.kontan.co.id/news/ini-7-agenda-pembangunan-jangka-menengah-nasional-2020-2024 diakses pada 2 Agustus 2019

Lydia Yuniartha, Untuk Merealisasikan 7 Agenda Pembangunan RPJMN 2020-2024 butuh RP. 24214 triliun, https://nasional.kontan.co.id/news/untuk-merealisasikan-7-agenda-pembangunan-rpjmn-2020-2024-butuh-rp-24214-triliun diakses pada 2 Agustus 2019

Lailatun Nuzulia
Lailatun Nuzulia
Fresh Graduate Program Studi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.