Jumat, Maret 29, 2024

Infomalisasi Tenaga Kerja di Era Digital

Fuat Edi Kurniawan
Fuat Edi Kurniawan
Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Perkembangan ekonomi digital saat ini mengalami kemajuan yang pesat. Hampir seluruh sektor bisnis dituntut untuk mengikuti tren digital yang saat ini berkembang, diantaranya melalui medium jaringan dan piranti canggih.

Perkembangan digitalisasi dalam sektor ekonomi ini juga semakin memudahkan aktivitas masyarakat, namun juga memunculkan risiko baru yang berdampak pada perubahan sektor ketenagakerjaan. Digitalisasi pada dasarnya telah melahirkan inovasi baru yang menuntut persaingan ekonomi global menjadi semakin luas dan bebas, namun juga menimbulkan digital disruption antara tenaga kerja yang mampu mengakses teknologi dan yang tidak.

Digitalisasi juga telah merubah sistem di banyak industri manufactur menjadi sistem robotic atau otomasi yang juga menimbulkan dampak pengurangan tenaga kerja manusia. Meskipun saat ini masih terdapat eksistensi pelaku usaha yang menggunakan cara konvensional, tapi dapat diproyeksikan bahwa industri konvensional akan bergeser dalam penggunaan teknologi modern di masa depan.

Hal ini juga akan dibarengi dengan banyak pelaku usaha yang memilih untuk mengurangi tenaga kerja manusia dan digantikan dengan teknologi. Tentunya pilihan rasional ini diambil untuk memangkas modal dan meningkatkan profit.

Industri yang berbasis digital tidak bisa dipisahkan dengan proses komersialisasi dan massifikasi kapitalisme modern. Pelaku usaha dan industri yang saat ini masih menggunakan cara-cara konvensional secara sistemik dipaksa bertranfsormasi menjadi industri yang mengedepankan teknologi digital.

Pelaku usaha yang mampu mengelola transformasi tersebut dengan baik, relatif bisa bertahan menghadapi perkembangan. Namun sebaliknya, jika itu tidak mampu dilakukan, perusahaan terancam gulung tikar. Dampaknya, industri konvensional tetap mampu bertahan namun berpeluang melakukan efisiensi yang mengakibatkan pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Disisi lain, digitalisasi juga telah membuka peluang kerja baru dibanyak sektor, terutama di sektor informal, misalnya E-commerce, transportasi berbasis online, dan UMKM berbasis jaringan. Sektor informal ini menjadi alternatif baru bagi tenaga kerja yang terdampak digital disruption.

Inilah yang menjadikan resiko tenaga kerja di Indonesia, dimana sebelumnya banyak yang bekerja pada sektor formal dan manufaktur. Setelah peralihan teknologi, mereka yang kurang mampu dalam akses teknologi tergeser dari sektor formal tersebut.

Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), penciptaan lapangan kerja pada kegiatan ekonomi formal selama 2012-2014 rata-rata sebanyak 1 juta orang per tahun. Pada 2015-2017, penciptaan lapangan kerja ini turun rata-rata 0,47 juta orang per tahun. Pada kegiatan ekonomi informal selama 2011-2014, rata-rata terdapat 1 juta kenaikan tenaga kerja per tahun. Pada 2015-2017, jumlah tenaga kerja bertambah rata-rata 1,5 juta per tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi digital juga telah melahirkan informalisasi pekerjaan. Definisi informalisasi ini mengacu pada tumbuhnya aktivitas penciptaan pendapatan di luar dimensi kelembagaan formal. Pekerja informal terlibat dalam rantai pasok produksi untuk industri mapan.

Di sisi lain, perkembangan industri informal, seperti usaha kecil menengah, menjadi cara agar terus terjadi serapan tenaga kerja. Selama ini, informalisasi pekerjaan dipandang sebagai mekanisme penyelamat untuk mengatasi kegagalan sektor formal menyerap tenaga kerja, yang mampu menjadi solusi mengatasi pengangguran.

Informalisasi pekerjaan bukan suatu hal yang baru, melainkan sudah lama dipraktekan ke dalam praktek ekonomi. Informalisasi ini muncul dengan bentuk kemitraan antara pelaku usaha / industri dengan tenaga kerja. Bentuk kemitraan di era ekonomi digital tidak berbeda dengan informalisasi pekerjaan yang telah berkembang sebelumnya. Para mitra dari penyedia atau perusahaan teknologi digital menerapkan target tugas yang harus diselesaikan dan itu semua biasanya tidak tertuang dalam perjanjian tertulis.

Namun, fenomena ini nyaris tanpa regulasi yang mengatur. Terlebih pada hubungan industrial yang terbentuk. Padahal, kejelasan hubungan industrial merupakan hal yang krusial terkait dengan hak dan tanggungjawab antar kedua subyek; pelaku usaha dan tenaga kerja. Alphanya regulasi ini menjadikan posisi tenaga kerja menjadi rentan dan rawan dieksploitasi.

Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bersama, dimana kemajuan teknologi digital dalam hal kegiatan perekonomian belum dibarengi dengan regulasi yang mengatur dampak-dampak ketidakadilan yang timbul. Sehingga perlu perhatian dari stakeholder terkait dalam penyelesaian permasalahan tenaga kerja di sektor informal. Perlu jejaring pengaman dalam hubungan kerja, sehingga pekerja di sektor informal juga mendapat perlindungan layaknya para pekerja di sektor formal.

Fuat Edi Kurniawan
Fuat Edi Kurniawan
Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.