Jumat, November 15, 2024

Indonesia Gelisah, Galau, Merana

- Advertisement -

Sebuah kegelisan besar akhir-akhir ini terlihat menerjang konsistensi wajah Pendidikan bangsa. Membuat para akademisi kalang kabut, membuat tidak sedikit cendikiawan yang merontak dengan ujung penanya hingga lembar kertas dan kerboard komputer/laptopun jadi ngos-ngosan lantaran dipencet terus menerus.

Betul, Indonesia dan isinya tengah berada diambang kebimbangan. Ketika Identitasnya mulai luntur bersamaan dengan wabah Cepirit Intelektual karena salah konsumsi dan Puber Teknologi yang tidak memiliki anti Virus.

Entah fenomena ataupun tragedi, Bangsa yang sangat mulia ini makin hari menyajikan parodi badut – badut politik yang tidak tau malu dan sangat pandai bermain lakon. Bahkan jika layar televisi bisa bicara, mungkin sudah dia maki – maki badut – badut ini.

Melihat kejadian ini, saya ingin mengajak pembaca yang mungkin sejak tadi kebingungan dan mulai berpikir liar untuk kembali lebih liar lagi berpikir dan kemudian bersama menyadari. Iya, Perlu kita sadari bahwa kini bangsa kita telah tiba pada puncak keserakahan dalam merebut eksistensi dimata Dunia, sementara tidak sedikit kemubazziran yang muncul sebagai dampak dari ulah para pemilik Instruksi dan penjahat Palu Keputusan.

Indonesia sebagai bangsa kokoh yang dulunya menjadi kiblat dari negara – negara ternama di kawasan Asia ataupun bahkan Dunia, kini tidak jauh bedanya seperti barang mainan yang disetir oleh Pahlawan Kesiangan yang kerap kali pukul dada bahwa dia adalah acuan terbaik di muka bumi dalam berbagai aspek.

Diantara berbagai aspek tersebut, aspek terpenting yang sudah kita ketahui bersama adalah standarisasi mutu pendidikan bangsa yang lupa jalan pulang. Ditambah lagi dengan kebiasaan mendewa – dewakan tamatan luar negeri yang juga sejak hadirnya kembali di Tanah air sudah berperan aktif dalam menggiring gaya hidup generasi bangsa yang masih polos dan murni dengan nasionalismenya.

Sadar tidak sadar, setuju tidak setuju. Generasi bangsa hari ini terutama dikalangan kampus terlanjur kehilangan jati diri, otak dan budaya yang dibenturkan dengan teori dan gaya belajar negeri lain yang mengakibatkan kehilangan jati diri ini terjadi.

Saya kira ini juga merupakan dampak dari semakin meningkatnya presentasi jumlah tamatan luar negeri. Kenapa demikian? Para tamatan luar Negeri adalah generasi unggul bangsa yang dikirim ke luar negeri untuk diracuni berbagai virus gaya hidup luar kemudia menularkan itu di dunia perguruan tinggi di Indonesia.

Hadir sebagai tokoh dan sosok berpengaruh dengan tittle kampus luar negeri dimata generasi setelah dicanangkan Ilmu dan gaya serta metode belajar dari luar, hingga pengkultusan pola belajar yang mengedepankan metode dan pendekatan tradisional diabaikan dan dibuang ke bak sampah lantaran dianggap kuno dan tidaklah kompeten. Padahal generasi butuh itu semua.

Semenjak Instruksi Revolusi mental digulirkan oleh Ir. H Joko Widodo, hingga saat ini tampak perubahan semakin tidak terlihat dan mental apa yang hendak direvolusipun tidak jelas. Lantas, ini tanggungjawab siapa? Siapa yang salah, siapa yang benar?  Siapa yang mau membenahi? Jawab Akademisi, Jawab Politisi, Jawab.

Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.