Beberapa hari yang lalu saat membuka Ig tanpa sengaja saya melihat postingan dari sebuah aku gosip yang terkenal. Postingan tersebut berisi capturan permintaaan ikoy-ikoyan terhadap beberapa selebgram dan artis. Saya sendiri saat itu tidak tahu menahu apa itu ikoy-ikoyan.
Saya sebenernya tidak begitu memperdulikan postingan itu. Sampai saat makan siang, seorang teman bercerita bahwa lagi viral Ikoy-ikoyan. Saya pun langsung teringat postingan akun gosip pagi tadi. Rasa penasaran mulai muncul, teman sayapun mulai bercerita.
“Awalnya itu Arief Muhammad membuat instastory yang berisi mau membantu siapapun yang membutuhkan. Para pengikutnya diminta untuk langsung DM, apa yang dibutuhkan. Beberapa yang dipilih langsung dikasih” ungkap teman saya.
“lalu kenapa jadi ikoy-ikoyan?” tanya saya heran.
Teman saya kemudian menjelaskan bahwa Ikoy adalah nama asistennya Arief Muhammad. Disetiap instastory Arief Muhammad selalu meminta Ikoy untuk mentransfer uang yang dijanjikan kepada folower yang terpilih. Alhasil netizen pun menamai acara semacam give away ini menjadi Ikoy-ikoyan.
Ternyata antusias netizen begitu besar. Hingga mereka ramai-ramai meminta para artis atau selebgram lainnya untuk mengadakan acara serupa. Tanggapan para artis dan selebgrampun berbeda, ada yang kemudian ikut mengadakan, adapula yang tidak bersedia bahkan memberikan kritik.
Mereka yang tidak setuju, menganggap ikoy-ikoyan tidak mendidik. Ikoy-ikoyan malah bisa membentuk mental pengemis. Pendapat itupun mendapat banyak dukungan dari para netizen yang lainya.
Awalnya saya melihat ini sebagai bentuk filantropi gaya anak mileneal. Tentu ini sangat bagus, ada sebuah cara yang menggembirakan untuk berbagi dengan orang yang membutuhkan. Ketika beberapa artis atau selebgram kemudian ikut melakukannya tentu yang hal ini menjadi baik, karena akan semakain banyak yang terbantu.
Tapi kemudian saya bertanya apakah bantuan itu benar-benar diberikan kepada orang yang tepat? Melihat sebagian pengguna media sosial Instagram merupakan anak muda mungkin dari golongan kelas menengah. Tentu di tengah pandemi seperti ini mereka juga mempunyai permasalahan masing-masing. Namun saya pribadi berpikiran bahwa jauh banyak yang lebih membutuhkan untuk dibantu.
Strategi Marketing
Parktik berbagi hadiah melalui giveaway sebenarnya sudah sering ada. Giveaway sering dilakukan oleh para artis dan influencer. Apakah itu murni untuk berbagi hadiah? Tentu tidak.
Giveaway digunakan sebagai startegi pemasaran digital. Dalam dunia digital teknik pemasaran tidak lagi bergantung pada pemasaran organik. Pemasaran organik sangat tergantung pada kualitas konten dan interaksi dengan para pengikut. Tentu hal ini akan sangat menguras tenaga dalam pemasaran di media sosial.
Orang-orang di media sosial cenderung jenuh atau tidak tertarik dengan postingan yang hanya berisi info produk saja. Postingan semacam itu seringkali mereka abaikan. Perubahan algoritma dalam media sosial juga memberi pengaruh besar dalam pemasaran. Sehingga dibutuhkan suatu pendekatan baru dalam memasarkan produk.
Biasanya saat suatu akun mengadakan giveaway selalu bekerjasama dengan suatu brand atau produk. Beberapa perusahaan pemasaran juga sudah bekerjasam dengan para influencer. Selalu ada persyaratan tertentu yang harus dilakukan seperti harus folow, kemudian memberikan komentar di postingan dengan menandai beberapa teman dan memberikan like.
Tentu ini tak lapas dari strategi marketing produk. Giveaway terbukti ampuh untuk menaikan jumlah folower dan mengenalkan produk.
Shama Hyder seorang pendiri Zen Media menjelaskan bahwa dalam ekosistem saat ini, pemasar perlu menemukan cara baru dan kreatif untuk meningkatkan keterlibatan merk. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan giveaway di Instagram.
Coba kita amati salah satu brand yang bekerja sama dengan Arief Muhammad mengalami kenaikan folower yang siginfikan. Akun MOB sebelumnya mempunyai folower sebanyak 666 ribu, kemudian setelah Ikoy-ikoy folowernya naik drastis mencapai 1,2 juta. Tentu penambahan ini sangat menguntungkan bagi sponsor.
Bisa dilihat jelas bahwa Ikoy-ikoyan sebenarnya sama-sama menguntungkan. Baik pihak yang memberikan hadiah ataupun mendapatkan hadiah. Sehingga kalau disebut sebagai gerakan filantropi sebenarnya kurang tepat. Karena tujuan utamamnya adalah pemasaran produk. Selalu ada biaya mahal yang ditimbulkan untuk pemasaran produk. Tidak jauh beda dengan iklan di televisi yang per 30 detik biayanya bisa mencapai 100 juta rupiah.
Jika kemduian ikoy-ikoy an dibungkus dengan nuansa berbagi di tengah pandemi. Bagi saya itu sah-sah saja. Kemudian muncul narasi bahwa itu hal yang tidak mendidik dan menyebabkan mental pengemis, saya tidak terlalu mengkhawatirkannya. Toh netizen juga tidak dapat selamanya bergantung acara pada giveaway semacam ini. Selama tidak menimbulkan efek ketergantungan saya rasa giveaway tidak akan memberikan dampak negatif bagi seseorang.
Bukankah kita semua yang hidup suka hadiah, tetapi kita tidak bisa hidup dari hadiah.