Minggu, November 24, 2024

Ihwal Teori Keadilan John Rawls

Rahmad Tri Hadi
Rahmad Tri Hadi
Mahasiswa Pacsasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prodi Aqidah dan Filsafat Islam
- Advertisement -

Keadilan merupakan salah satu diskursus dalam filsafat yang paling banyak dibahas, bahkan menjadi topik utama dalam dunia global saat ini. Para filsuf sejak zaman Sokrates sampai Francois Geny telah mengemukakan beberapa teori hukum alam yang mengedepankan the search for justice dengan tetap mengutamakan keadilan sebagai mahkota alam (Theo Huijbers, 1995: 196).

Bahkan dalam Islam terutama, keadilan mendapat perhatian yang paling serius jika dibandingkan dengan kajian-kajian yang lain, dan merupakan salah satu misi utama nabi dan rasul di utus ke bumi untuk menegakkan keadilan di tengah-tengah kekacauan umat manusia. Konsekuensinya, Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin diharapkan peran dan kontribusinya dalam menegakkan keadilan dan mengembangkan etika keadilan (Musa Asya’rie, Dkk., 1994: 99).

Persoalan keadilan merupakan sebuah persoalan yang tak’kan pernah habis untuk dibicarakan, bak pepatah mengatakan, “tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan”, karena ada banyak hal yang terpaut di dalamnya, baik berhubungan dengan moralitas, kemanusiaan, sosial, ekonomi, politik, sistem kenegaraan, dan kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu, keadilan merupakan bagian yang fundamentalis dalam kehidupan manusia.

Manusia yang dibekali oleh Tuhan akal dan hati yang memungkinkan manusia untuk berbuat adil (tidak berat sebelah, seimbang). Maka dari itu, tak sedikit manusia yang berpikir bahwa berbuat adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan yang dimiliki, bahkan untuk menjadi adil dalam lingkup teori sekilas dianggap mudah, namun belum tentu dengan realisasinya dalam kehidupan manusia. Kendati demikian, bukan berarti tidak ada upaya manusia sama sekali.

Manusia terus didorong untuk membangun gagasan-gagasan tentang keadilan dan menemukan formula yang tepat untuk mewujudkan social justice (keadilan sosial). Salah satu tokoh kontemporer yang mengusung pemikirannya tentang keadilan adalah John Rawls (1921-2002 M). Dia bernama lengkap John Borden Rawls yang merupakan seorang filsuf dari Amerika Serikat yang terkenal pada abad ke-20 di dalam bidang filsafat politik.

Bukunya yang berjudul “Teori Keadilan” (dalam bahasa Inggrisnya: A Theory of Justice) yang ia selesaikan pada tahun 1970 merupakan salah satu teks primer di dalam filsafat politik. A Theory of Justice juga dianggap sebagai karya besarnya tentang moral (etika) yang membahas tentang keadilan sosial. Buku ini selanjutnya diterbitkan ulang di Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, pada tahun 1995.

Bahkan buku ini sudah dicetak ulang lebih dari 22 kali. Buku ini juga diterjemahkan ke dalam berbagai bentuk bahasa, khususnya bahasa Indonesia yang diterjemahkan oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, cetakan ke-dua dengan judul: “Teori Keadilan; Dasar-dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara”.

Pada tahun 1971, ada kesepakatan umum dalam dunia akademis bahwa publikasi dari A Theory of Justice merupakan ihwal yang penting untuk kebangkitan dalam studi akademis filsafat politik. Karyanya telah melintasi garis disiplin, mendapatkan perhatian serius dari ahli hukum, dunia ekonomi, ilmuwan politik, sosiologi, penyalur sumber daya kesehatan, dan teologis. Lewat karyanya John Rawls memberikan pengaruh yang mendasar terhadap bidang politik, khususnya bagi kelompok liberalisme.

Bahkan, pemikiran John Rawls ini sering dianggap sebagai pemicu perdebatan sengit antara komunitarianisme dan liberalisme. John Rawls memiliki perbedaan unik di antara filsuf politik kontemporer yang sering dikutip oleh pengadilan hukum di Amerika Serikat dan Kanada. Dia disebut sebagai politisi terlatih di Amerika Serikat dan Inggris yang berpikir Filosofis.

John Rawls dalam kata pengantarnya menjelaskan tujuan tentang penulisan buku tersebut dengan mengemukakan bahwa posisi sosio-etiknya dan sebuah pembelaan tentang pandangan dan ruang lingkup moral bagi individu-individu dalam masyarakat. Ia menjelaskan pemikirannya bahwa institusi-institusi sosio politik adalah sasaran yang sesuai bagi penilaian moral.

- Advertisement -

Ia membangun teorinya dengan mengusung sebuah metode yang relevan dalam memecahkan suatu masalah yang berhubungan dengan aspek moralitas (John Rawls, 2011: v-xi). Ada dua komponen penting yang termaktub dalam teori keadilannya yaitu, yang pertama original contract dan yang kedua original position, yang sekaligus merupakan asas baru yang membawa orang-orang untuk kembali melihat prinsip keadilan sebagai objek (tujuan), bukan sekedar alat masuk semata.

Selain itu, John Rawls mengusulkan dua prinsip keadilan. Pertama, menjamin persamaan kebebasan asasi. Merupakan Prinsip yang memberikan kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang dimiliki oleh tiap individu. Prinsip ini juga disebut sebagai jiwa dari asas conctract liberty. Kedua, mengatur distribusi barang sosial dan barang ekonomi.

Keduanya diharapkan memberikan benefit yang besar bagi orang-orang yang kurang beruntung, serta memberikan penegasan bahwa dengan kondisi dan opportunity yang sama (Gerald F. Gaus, 2016: 513). Salah satu titik awal ia dalam membangun sebuah teori keadilan secara universal adalah melalui kritiknya yang ia tujukan kepada utilitarianime klasik dan intuisionisme (Will Kymlicka, 2011: 68).

Dalam teori keadilannya, terdapat pokok-pokok pikiran tentang keadilan yang merupakan salah satu nilai moral yang menjadi pandangan hidup/filsafat negara yang baik. Namun, persoalannya adalah begitu banyaknya konsep tentang keadilan dan penafsiran terhadap makna adil, serta macam-macam dan bentuk keadilan, sehingga dalam penerapannya pun seringkali pula menimbulkan polemik.

Menurut John Rawls, dalam menyikapi hal tersebut diperlukan adanya kesamaan pandangan dan kesepakatan dari berbagai unsur masyarakat yang terlibat, demi terwujudnya kehidupan sosial yang adil dan makmur. Di sisi lain kesamaan pandangan tentang keadilan saja juga tidak dapat menjamin terwujudnya keadilan sosial, tanpa dilandasi oleh itikad baik untuk melaksanakan prinsip keadilan sosial tersebut.

Bagi John Rawls, keadilan hanya bisa dipahami jika ia berada di posisi sebagai keadaan yang akan diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut adalah proses yang dinamis yang membutuhkan waktu yang banyak. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh daya-daya (kekuatan) yang bekompetisi dalam lingkup umum konstelasi politik dalam mengaktualisasikannya (Carl Joachim, 2004: 239).

Jika kita komparasikan teori keadilan John Rawls dengan pandangan Islam, dapat kita simpulkan bahwa substansinya sama, namun tidak serupa. Titik persamaannya terletak pada perjuangan untuk menegakkan social justice bagi semua kalangan tanpa melihat strata (egaliter). Dikatakan tidak serupa, jika kita melihat dalam Islam terlihat komponen-komponen keadilan dipengaruhi oleh semangat tauhid (Ilahiah).

Dengan bersumber kepada al-Qur’an dan al-Hadist, yang menyerukan kepada manusia untuk selalu berbuat adil dalam situasi apapun.

Rahmad Tri Hadi
Rahmad Tri Hadi
Mahasiswa Pacsasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prodi Aqidah dan Filsafat Islam
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.