Rabu, April 24, 2024

Ihwal Sains Populer di Indonesia

Joko Priyono
Joko Priyono
Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Menulis buku Manifesto Cinta (2017), Bola Fisika: Beberapa Catatan tentang Sepak Bola dan Fisika (2018), Surat dari Ibu (2019), PMII dan Bayang-bayang Revolusi Industri 4.0 (2020), dan Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan (2021).

Sains atau biasa disebut dengan pengetahuan alam merupakan hasil perpaduan antara panca indera manusia dengan bentangan alam semesta yang sangat begitu luas ini. Hasrat manusia untuk terus menggali informasi, menjelajah atau bahkan meneliti semakin hari, semakin kuat.

Hal tersebut dapat dibuktikan berupa semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berbagai inovasi maupun terobosan yang semakin memanjakan kehidupan manusia hingga sejauh ini.

Pada kenyataannya, puncak kesadaran atas pencapaian demi pencapain dalam peradaban yang terus berjalan ini, manusia semakin sadar bahwa ia hidup di alam semesta tak ada apa-apanya ketimbang setitik debu dengan luasnya ketidaktahuan yang menghinggapinya.

Pada tahun 2018 ada beberapa fakta menarik yang terjadi dalam perkembangan sains. Satu diantaranya adalah ketika salah satu ahli fisika teoritis kelahiran Inggris, Stephen Hawking meninggal dunia tepat pada tanggal 14 Maret tahun 2018.

Bertepatan pada tanggal itu juga, merupakan peringatan hari kematian yang ke-139 salah satu fisikawan ternama yang menggagas teori relativitas yang mengawali tonggak lahirnya Big Science, Albert Einstein.

Siapa yang menduga, Hawking yang telah menelurkan banyak gagasan yang berkaitan mengenai kosmologi yang banyak karyanya telah diterjemahkan dalam banyak bahasa itu meninggal setelah beberapa hari merayakan hari kelahiraannya yang ke-76 yang berbarengan juga dengan peringatan hari kelahiran Galileo Galilei yang ke-376 pada tanggal 8 Januari 2018.

Dua hari sebelum kematian Stephen Hawking, atau tepatnya pada tanggal 12 Maret 2018, referensi yang berkaitan mengenai sains populer di Indonesia bertambah. Hal tersebut dengan ditandai salah satunya berupa peredaran buku terjemahan karya Carlo Rovelli.

Buku Rovelli yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia tersebut memiliki judul Tujuh Pelajaran Singkat Fisika. Yang mana, secara keseluruhan isi maupun kandungan yang ada di dalamnya membahasa mengenai perkembangan fisika terutama adalah fisika modern.

Lebih lanjut, buku yang hanya setebal 78 halaman tersebut berisi tujuh esai yang merupakan perluasan dari artikel mingguan yang ditulis oleh Rovelli di salah satu koran Italia, Il Sore 24 Ore.

Namun, jika ditarik dengan kondisi perkembangan sains di Indonesia, terutama adalah sains populer memunculkan berbagai kritik yang lahir. Terlebih adalah berkaitan mengenai masih minimnya akademisi, intelektual, maupun ilmuwan kita yang juga memfokuskan berkarya tentang sains populer itu sendiri, tentunya ditengah kesibukan yang tiada habisnya.

Kalau bicara data, misalkan adalah apa yang pernah dituliskan Muhidin M. Dahlan dalam bukunya yang berjudul Inilah Esai. Dalam bukunya, Muhidin sedikit menjelaskan akademisi maupun intelektual kita yang menuliskan tentang sains, utamanya berkaitan mengenai sains populer.

Meskipun dispesifikasikan ke dalam ranah sains dan ilmu pengetahuan, ada beberapa nama yang disebutkan, masing-masing adalah; Andi Hakim Nasution, Karlina Leksono Supelli, Nirwan Ahmad Arsuka hingga yang terakhir adalah Sudjoko.

Berkaitan mengenai hal tersebut, tak salah ketika salah satu intelektual yang di banyak waktu terakhir sering mengadakan Kopdar Ngaji Ihya Ulumuddin, Ulil Abshar Abdalla melalui salah satu media sosial yang ia punyai memberikan sedikit pendapat tentang perkembangan sains populer di Indonesia.

Tepatnya pada tanggal 6 Maret 2018, menuliskan keluhan akan kondisi masih minimnya saintis kita yang menggandrungi sains populer. Selain itu, juga menyinggung akan urgensinya literasi dalam bidang sains, terutama di bidang fisika, biologi, dan astronomi. Tak lain dan tak bukan adalah betapa sebanarnya tidak sedikit jumlah saintis yang dimiliki oleh kita. Selain itu, berkaitan dengan pembaca awam yang tentunya tak sedikit yang ingin sekadar tahu ataupun memahami perkembangan sains yang luar biasa ini.

Keilmuan Populer

Liek Wilardjo pernah menuliskan esai dengan judul Bahasa dalam Karangan Keilmuan Populer (1986) yang banyak mengetengahkan ihwal ilmu populer itu sendiri. Ia memaparkan bahwasannya karangan keilmuan populer merupakan karangan keilmuan yang ditujukan kepada sidang pembaca awam.

Dengan arti lain, yang bukan ahli di bidang yang masalahnya dikemukakan dalam karangan tersebut. Tentunya, persoalan bahasa juga menjadi bagian terpenting dalam kerangka keilmuan populer.

Di bagian lain dalam esai tersebut, Liek Wilardjo juga menyinggung persoalan mengenai bahasa. Baginya, bahasa, untuk komunikasi keilmuan harus bersifat ringkas dan bernas, tepat dan ketat, dan bebas dari nuansa perasaan. Ringkas dan bernas artinya tidak berpanjang-panjang, dan konsep yang dalam serta pengertian yang luas dapat mencakup dalam ungkapan dan/atau lambang yang singkat.

Tepat dan ketat artinya jitu dalam makna dan terhindar dari kedwiartian; kepolisemian kata yang tak terjelaskan oleh konteksnya juga tidak ada. Bebas dari nuansa perasaan berarti lugas, tersurat dan apa adanya, tanpa menggugah keharuan atau mengobarkan semangat.

Kemudian, pemaparan tersebut jikalau ditarik dalam konteks pemahaman “sains populer” tentu tidak akan jauh beda. Maksud dari frasa sains populer itu sendiri adalah diskursus maupun wacana sains yang ditujukan oleh pembaca awam, dengan arti lain tidak menguasai dalam bidang tersebut. Hematnya adalah pemaparan maupun penjelasan yang terkait seluk-beluk dunia sains dapat digigit oleh gigi awam yang sama sekali ataupun belum pernah menaruh perhatian banyak tentang keilmuan yang ada di dalamnya.

Tentu saja, saat kita menilik, misal dengan apa yang sedikit dijelaskan tentang siapa saja yang sejauh ini menggandrungi sains populer di Indonesia, masih sangatlah kurang. Tak ayal, ketika, sebut saja banyak referensi seperti halnya buku-buku yang berkaitan mengenai sains populer yang ada hanyalah terjemahan dari karya-karya penulis yang berasal dari luar.

Bisa disebutkan dalam deretan angka akan buku yang telah ada berkaitan mengenai sains populer yang telah diterjemahkan dan diedarkan di Indonesia. Buku-buku itu banyak dilahirkan dari penulis yang tak sedikit orang telah mengenalnya, antara lain; Stephen Hawking, Carl Sagan, Jared Diamond, Charles Darwin, Carlo Rovelli, Richard Feynman, Richard Dawkins, dan tentu masih banyak lagi.

Dan tak ada salahnya memang ketika semakin banyak referensi-refrensi buku sains populer hasil terjemahan dari luar. Tapi, bukankah ada hal lain ketika para akademisi, saintis, intelektual maupun ilmuwan kita yang menghasilkan karya dan bisa dinikmati oleh banyak orang?

Joko Priyono
Joko Priyono
Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Menulis buku Manifesto Cinta (2017), Bola Fisika: Beberapa Catatan tentang Sepak Bola dan Fisika (2018), Surat dari Ibu (2019), PMII dan Bayang-bayang Revolusi Industri 4.0 (2020), dan Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan (2021).
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.