Akhir-akhir ini, kita telah menyaksikan banyaknya grup idol yang manggung di berbagai event Jejepangan. Namun, mereka bukanlah bagian dari JKT48 dan membawakan kultur yang berbeda dari grup idol nasional tersebut. Lantas siapakah mereka dan bagaimana mereka dapat terbentuk?
Budaya populer atau pop culture bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia, terutama budaya populer yang berasal dari Jepang. Sebut saja anime, manga, J-pop, hingga makanan seperti ramen, sushi, dan onigiri banyak digemari oleh banyak orang di Indonesia. Budaya populer ini merupakan cara Jepang untuk menanamkan pengaruhnya di berbagai negara.
Dalam kajian HI, budaya populer ini bisa dimanfaatkan sebagai soft power negara Jepang dalam mencapai kepentingan nasional mereka. Awal kemunculan budaya populer Jepang sendiri berawal dari masuknya anime dan manga di Indonesia. Sejak saat itu, banyak budaya populer Jepang yang mulai merambah di kalangan masyarakat Indonesia.
Salah satu budaya populer Jepang yang banyak digemari masyarakat Indonesia adalah musik. Musik Jepang ini sudah masuk ke Indonesia dari tahun 1980-an dengan kemunculan lagu Kokoro no Tomo yang dipopulerkan oleh Mayumi Itsuwa. Lagu ini merupakan sebuah lagu hits pada zamannya yang membuat masyarakat Indonesia tertarik kepada musik Jepang itu sendiri.
Setelah kepopuleran lagu Kokoro no Tomo, banyak lagu yang masuk ke Indonesia seperti lagu bergenre city pop. Dari sini, masyarakat Indonesia mulai mengikuti dan menggemari musik-musik Jepang. Pada dekade 1990-an, band-band Jepang mulai muncul di radar musik Indonesia seperti L’Arc~en~Ciel, X Japan, dan lain sebagainya.
Bahkan, dandanan mereka yang disebut visual kei mulai banyak ditiru oleh remaja-remaja Indonesia saat itu.Jika berbicara mengenai musik Jepang, pasti tidak akan jauh dari idol. Idol sendiri merupakan sebuah subkultur dari musik Jepang berbentuk grup vokal yang berisikan remaja dengan kemampuan menari dan bernyanyi yang baik.
Jika berkaca pada negara Jepang, idol sendiri biasanya diasosiasikan sebagai sekumpulan perempuan yang memakai seragam sekolah dan bernyanyi di depan banyak orang. Konsep idol ini mulai muncul di Indonesia sejak adanya JKT48 yang mulai diperkenalkan di tahun 2011. Kemunculan JKT48 ini merupakan suatu hal yang baru bagi kancah musik di Indonesia.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk JKT48 dapat sukses di industri musik Indonesia dikarenakan konsep idol you can meet yang dibawa sangat mudah masuk ke pasar lokal. Hal ini terbukti dengan JKT48 yang tetap eksis walaupun sudah berumur kurang lebih sepuluh tahun.Pertumbuhan kultur idol sendiri sangat dipengaruhi oleh adanya JKT48. Dalam perkembangannya, banyak grup idol baru bernuansa Jepang yang muncul di Indonesia. Grup idol tersebut dikategorikan sebagai idol lokal.
Penamaan idol lokal ini dilatarbelakangi agar supaya dapat berbeda dengan JKT48. Idol lokal sendiri merupakan grup idol yang dibuat secara indie oleh para penggemar idol Jepang atau biasa disebut wota.
Biasanya, idol lokal ini berawal dari dance cover lagu idol Jepang yang kemudian mendapat lagu original mereka sendiri. Selayaknya musisi indie lainnya, grup idol ini memproduksi lagu, merchandise, dan lain sebagainya secara mandiri. Walaupun kebanyakan dari mereka bekerja secara independen, tetapi kualitas grup mereka tidak kalah dengan grup idol nasional, seperti JKT48.
Perbedaan mendasar yang membedakan idol lokal dengan idol nasional dalam hal ini yaitu JKT48 adalah stakeholder mereka. JKT48 sendiri dinaungi oleh perusahaan besar yang dulunya berada di bawah Dentsu dan sekarang beralih ke IDN Media, sedangkan idol lokal kebanyakan tidak berada di bawah naungan perusahaan besar kecuali Shojo Complex yang berada di bawah perusahaan Yoshimoto Kogyo. Perbedaan mencolok lainnya adalah kiblat dari idol lokal dan JKT48 itu sendiri.
Kiblat kedua grup idol ini memang sama-sama mengikuti kiblat dari Jepang, tetapi idol lokal lebih mengarah pada idol underground atau chika aidoru yang ada di Jepang. Chika aidoru sendiri merupakan sebutan bagi para idol yang dikelola secara independen dan perform di tempat kecil. Banyak idol lokal yang mengadaptasi budaya chika aidoru, seperti cheki, chant, lifting, dan lain sebagainya.
Perbedaan lainnya bisa dilihat di mana mereka perform, biasanya idol lokal kebanyakan akan perform di acara Jejepangan yang ada di kota mereka, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk tampil di luar kota.Perkembangan skena idol lokal di Indonesia ini terbilang cukup baik dengan bukti bahwa sekarang banyak grup idol yang bermunculan dari berbagai daerah. Sebut saja seperti di kota Jogja yang menjadi salah satu pusat berkembangnya idol lokal di Indonesia.
Perkembangan idol lokal di sana berawal dari Momiji Velvet yang terbentuk pada sekitar tahun 2012 dan berlanjut hingga terbentuknya Kohi Sekai, Minerva Land, Gochikara, Say! Won!, dan lain sebagainya. Tidak hanya di kota Jogja saja, tetapi di ibukota Jakarta sendiri juga memiliki beberapa idol lokal, seperti Twenty Nine Teens, Amai Monogatari, Shojo Complex, Nextanative, dan lain-lain. Tidak mau kalah dengan kedua kota tersebut, Surabaya juga memiliki idol lokal mereka sendiri. Sebut saja seperti Seaberry dan HT-One yang baru mendapatkan lagu original mereka merupakan contoh idol lokal yang ada di Surabaya.