Setelah memalui jalan panjang dan berliku sejak tahun 2010, (Indonesia-Australia Comprehensif Economic Partership Agreement/IA-CEPA) akhirnya sepakat untuk ditandatangani. Setelah menyelesaikan 12 babak negosiasi, penandatanganan ini sekaligus sebagai bentuk implementasi tingkat kementerian, setelah dua kepala negara (Indonesia dan Australia) melakukan pada 31 Agustus 2018 lalu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengapresiasi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Simon Birmingham yang telah menandatangani perjanjian ekonomi komprehensif antara Indonesia-Australia (IA-CEPA), Senin 4 Maret 2019.
Penandatanganan ini menjadi langkah maju setelah tertunda sekitar 9 (sembilan) tahun. Negosiasi kedua negara sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2005. Presiden Indonesia dengan Perdana Menteri Australia saat itu sepakat untuk meningkatkan hubungan perdagangan melalui pembentukan kemitraan ekonomi yang komprehensif dan berkelanjutan. Peluncuran IA-CEPA putaran pertama dilaksanakan pada 2 November 2010 di Jakarta. Namun perundingan sempat terhenti pada 2013 akibat dinamika politik kedua negara yang mengalami naik-turun.
Dengan demikian penandatanganan IA-CEPA bisa menjadi tonggak sejarah baru bagi hubungan bilateral antara Indonesia-Australia khususnya dalam hal perdagangan kedua negara. Melalui IA-CEPA diharapkan juga membuka kesempatan baru bagi para pelaku usaha untuk memperluas jaringan. Karena itu diperlukan sosialisasi dan advokasi sepada semua pemangku kepentingan (stakeholder) sehingga semua mengerti poin-poin yang tertuang dalam IA-CEPA sekaligus dapat mengambil untung setelah perjanjian diratifikasi.
Beberapa hal prinsip yang tertuang dalam IA-CEPA tersebut antara lain adalah soal akses pasar barang. Dengan diberlakukannya IA-CEPA, Australia mengeliminasi semua pos tarifnya (6.474 pos tarif) menjadi nol persen. Beberapa produk asal Indonesia yang berpotensi ditingkatkan a.l. tekstil, karpet/permadani, ethylene glycol, lembaran polymers ethylene, pipa untuk penyaluran migas, furnitur kayu, produk otomotif (mobil listrik), dan produk lainnya.
Kemudian pertukaran tenaga kerja antar perusahaan Indonesia-Australia dalam rangka transfer know how, investasi kerja sama high skilled workers, serta penambahan quota work and holiday visa. Llau Indonesia dan Australia akan membuka akses lebih besar untuk servis and investasi (services and investment), khususnya di sektor tambang, energi, besi dan baja, jasa keuangan, sekolah kejuruan (vocational education), pariwisata, kesehatan, dan agribisnis.
Sebagaimana diketahui, nilai perdagangan antara Indonesia-Australia pada tahun 2018 adalah mencapai US$ 8,6 miliar. Ekspor utama Indonesia ke Australia diantaranya adalah petroleum oil, kayu, furnitur kayu, LCD, LED panel, alas kaki, ban, dan karet. Sementara itu, produk ekspor Australia ke Indonesia a.l. gandum, iron concentrate & haematite, live cattle, batu bara, dan gula rafinasi.
Berdasarkan data BPS, sampai dengan semester I/2018 ekspor Indonesia ke Australia sebesar US$ 1,35 miliar, sedangkan nilai impor sebesar US$ 2,72 miliar. Artinya, Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$ 1,37 miliar sepanjang enam bulan pertama tahun 2018. Angka tersebut sudah lebih baik dibanding tahun 2017 dengan defisit mencapai US$ 3,48 miliar.
Ditengah masih defisitnya neraca perdagangan Indonesia-Australia, IA-CEPA merupakan menjadi satu langkah kemitaan untuk memangkan defisit bahkan berpotensi surplus perdagangan. IA-CEPA merupakan kemitraan komprehensif kedua negara di bidang perdagangan barang, jasa, investasi, serta kerja sama ekonomi. Skema ini cukup meguntungkan bagi Indonesia, pasalnya selain perdagangan, pemerintah Australia juga berkomitmen untuk meningkatkan investasinya di Indonesia.
Dengan demikian, penandatanganan IA-CEPA oleh kedua negara, dipastikan cukup memberikan keuntungan bagi Indonesia. Dalam bidang perdagangan, ekspor Indonesia ke Australia dipastikan akan meningkat, sebagai dampak dari eliminasi bea masuk impor sampai dengan nol persen untuk komoditi tertentu, seperti produk tekstil, herbisida dan pestisida, serta berbagai produk-produk unggulan yang salam ini sudah di ekspor ke Australia, seprti furnitur, ban, alat komunikasi, obat-obatan, permesinan, dan peralatan elektronik.
Dengan hampir sekitar 7.000-an pos tarif yang akan dikenalan tarif impor nol persen, bisa menjadi potensi untuk mendorong surplus perdagangan meskipun berjalan cukup lambat. Pasalnya Australia adalah negara dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu besar atau sekitar 24,6 juta atau 9,5 persen total penduduk Indonesia, peluang penambahan ekspor akan berjalan dan berdampak lambat, karena konsumsi masyarakatnya yang terbatas.
Pada sisi lain, berdasarkan data Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia, total perdagangan barang dan jasa dua arah dengan Indonesia bernilai US$ 16,4 miliar sepanjang tahun 2017. Degan nilai tersebut, menjadikan Indonesia sebagai mitra dagang terbesar ke-13 bagi Australia.
Dengan demikian, melalui IA-CEPA, produk-produk unggulan Australia yang selama ini di ekspor ke Indonesia seperti produk gandum, ternak hidup (sapi), susu dan sektor hortikultura dipastikan juga akan mendapatkan keuntungan dan kepastian akses ekspor yang lebih besar dengan tarif yang lebih rendah di Indonesia. Dan dengan jumlah penduduk yang besar, IA-CEPA membuka peluang peningkatan dan penambahan volume perdagangan untuk produk-produknya.
Disektor jasa, IA-CEPA juga akan cukup menguntungkan Australia. Negeri kanguru ini terkenal sebagai produsen industri baja, tembaga dan plastik, industri kesehatan, pertambangan, telekomunikasi, pariwisata dan pendidikan juga akan memiliki akses yang lebih besar di Indonesia. Penyedia pelatihan kejuruan yang dimiliki Australia akan dapat bermitra dengan para palu usaha Indonesia untuk menyediakan pelatihan keterampilan berkualitas bagi tenaga kerja Indonesia.
“Iming-iming” investasi pasca penandatanganan IA-CEPA harus menjadi komitmen Australia pada Indonesia. Data BPKM sampai dengan kuartal III/2018, realisasi investasi Australia menduduki peringkat ke-10, dengan 532 proyek senilai US$ 344 juta. Peringkat Australia tersebut dibawah Amerika Serikat sebanyak 512 proyek senilai US$ 1 miliar, bahkan di bahwa Belanda yang memiliki 724 proyek dengan nilai US$ 776 juta.
Jika dilihat dari tren investasi sejumlah negara, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016, realisasi investasi Australia berada terendah yakni sebesar 0,5 persen pada 2011 dan angka tertinggi 2,8 persen pada 2012, sedangkan pada 2016 tren investasinya berada di angka 0,6 persen.
Dengan demikian, IA-CEPA bukan hanya memberikan kontribusi pada peningkatan perdagangan kedua negara, namun memberikan kepastian percepatan untuk menguranggi defisit neraca perdagangan melalui investasi sektor manufaktur yang berorientasi ekspor dan bernilai tambah bagi perekonomian. Sektor manufaktur yang bisa ditawarkan kepada pemerintah Australia diantaranya adalah industri pengolahan minyak sawit, industri otomotif, industri elektronika, termasuk industri pegolahan hasil tambang