Selasa, Januari 7, 2025

Humor dan Aplikasi Konkret Joyful Learning

Ulwan Fakhri
Ulwan Fakhri
Peneliti Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3) | www.ihik3.com
- Advertisement -

Bayangkan, mendekati bel pulang sekolah, seorang guru Matematika yang memulai pelajarannya dengan menuliskan ini di papan tulis:

Piktogram berkaitan dengan pelajaran Matematika karya seorang guru dari SMPN 3 Cisauk (sumber: dokumentasi pribadi)

Siswa-siswa yang ngantuk, mungkin akan setidaknya mengucek-ngucek matanya dulu sebelum bertanya, “Apa nih maksudnya?”

Yang belum paham aljabar, bisa saja mencurigai guru tersebut norak. “Masa udah jadi guru, nulis huruf ‘a’ diganti angka 4?” begitu kira-kira dugaan ngaco mereka.

Namun, bagi mereka yang paham, kata tersebut tergolong cemerlang. Ibarat teaser film, kata “4lj4b4r” amat relevan untuk menggambarkan secara umum isi dari pelajaran aljabar itu sendiri.

Sebab matematika aljabar isinya bukan persamaan angka saja, tapi juga ada hurufnya. Nah, huruf ini merupakan representasi dari bilangan atau nilai yang belum diketahui.

Sebagai ilustrasi, seperti inilah contoh persamaan aljabar: x + 2 = 5. Biasanya, siswa akan diminta untuk menemukan berapa nilai x.

Begitulah ide salah seorang guru matematika di SMP Negeri 3 Cisauk, Kab. Tangerang, ketika dipantik dalam pelatihan “Mengajar dengan Humor: Ha? Haha… Aha!” bersama Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3), Kamis (19/20/24).

 

Permainan tersebut terinspirasi dari Fred Stopsky, pengajar sekaligus profesor di bidang pendidikan. Ia menggunakan piktogram (simbol visual) untuk memancing rasa penasaran siswa akan istilah, teori, hingga tokoh yang hendak dikenalkan di kelas (Humor in the Classroom: A New Approach to Critical Thinking, 1992).

- Advertisement -

Untuk membuat piktogram yang sesuai dengan materi ajar ini, pertama-tama, pikirkan dulu istilah atau teori yang akan Anda ajarkan di kelas. Kemudian, cari karakteristik dan ciri yang relevan dengan istilah atau teori tersebut. Setelah itu, simbolisasikan secara visual—sederhana saja dan sebebas-bebasnya.

Kendatipun Prof. Stopsky ini berlatar belakang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), pendekatannya terbukti adaptif untuk berbagai disiplin ilmu. Guru Matematika lain, misalnya, dapat menyimbolkan secara visual materi yang rutin ia ajarkan tiap tahunnya:

Piktogram berkaitan dengan pelajaran Matematika karya seorang guru dari SMPN 3 Cisauk (sumber: dokumentasi pribadi)

Kalau Anda lupa-lupa ingat, eksponen itu nama lain dari perpangkatan—lihat posisi huruf ‘n’ terakhir.

Tak kalah lihai, seorang guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) kepikiran untuk menaruh simbol semacam ini untuk membuka pelajarannya: ✈︎.

100 buat Anda yang berhasil menduga materinya berkaitan dengan pesawat sederhana!

Sementara itu, ‘tetangganya’ guru IPA, yakni guru PAI (Pendidikan Agama Islam), punya ide piktogram yang bakal mempermudah siswa memahami konsep zakat di detik awal kelas dimulai:

Piktogram berkaitan dengan pelajaran Pendidikan Agama Islam karya seorang guru dari SMPN 3 Cisauk (sumber: dokumentasi pribadi)

All-out Mengaplikasikan Deep Learning Ful-Ful

November lalu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, mengeluarkan istilah unik di media: deep learning ful-ful.

Mu’ti sudah menegaskah, deep learning ful-ful bukan pengganti Kurikulum Merdeka. Malah salah kalau deep learning ful-ful dianggap kurikulum, karena istilah itu merupakan pendekatan belajar yang sudah dicetuskan beberapa dekade lalu.

Deep learning sendiri penting dihadirkan di dalam forum pembelajaran supaya pemahaman siswa akan materi lebih mengakar. Nah, deep learning ful-ful yang Mendidasmen maksud adalah singkatan dari pendekatan pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful.

Singkatnya, siswa perlu dikondisikan agar mampu belajar secara lebih sadar dalam memproses materi (mindful), mampu mengaitkan informasi yang diterimanya dengan pengalaman atau sekitarnya (meaningful), serta bergembira sekaligus antusias dalam prosesnya (joyful).

Nah, inspirasi piktogram Stopsky yang mirip dengan permainan tebak gambar ini merupakan salah satu perwujudan saja dari joyful learning. Teknik tersebut bisa banget dibawakan di awal sesi sebagai ice breaker. Barulah setelah siswa tertarik, guru bisa melanjutkan pembahasannya secara lebih mendalam.

Bagi IHIK3, humor merupakan alat yang sayang jika hanya digunakan dalam produk hiburan semata. Pasalnya, berbagai referensi dan riset telah membuktikan humor mampu mengasah kemampuan komunikasi, berpikir kritis dan kreatif, hingga resiliensi. Ketika dikombinasikan dalam pengajaran, tentu dampak humor bisa makin dahsyat dan bakal mendukung implementasi deep learning ful-ful-nya Mendikdasmen.

Kendatipun IHIK3 sudah mengadakan pelatihan mengajar dengan humor sejak 2018 dan mengunjungi sejumlah kota di Pulau Jawa, berbagi di depan para guru SMP merupakan pengalaman baru bagi IHIK3. Maklum, biasanya, IHIK3 bicara di depan para dosen dan di dalam lingkup universitas.

Ketika sebuah sekolah menengah, berjarak 60 km dari perpustakaan humor kami, The Library of Humor Studies, berani membuat gebrakan menggabungkan humor untuk inovasi pembelajaran, kami pun makin yakin bahwa humor memang sebermanfaat itu untuk pendidikan.

Ulwan Fakhri
Ulwan Fakhri
Peneliti Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3) | www.ihik3.com
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.