Surah An-Nur adalah “harta karun” yang melimpah dari ilahi yang berupa bimbingan dalam menjalani kehidupan ini. Di dalam kandungannya terdapat nilai etis, nilai yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat beragama. Dalam tafsir Surah An-Nur ada bagian-bagian yang sangat kuat.
Nouman Ali Khan memberikan catatan penting tentang estetika dan gaya bahasa dalam setiap ayat. Dalam konteks asbab al-Nuzul ia merincikan kejadian yang mencekam. Beberapa tahun setelah hijrah, suasana saat itu menjadi faktor kunci dalam memahami tujuan Allah Swt menurunkan Surah An-Nur. Terutama dalam rangka memahami hukum yang dituangkan pada ayat pembuka pada surat An-Nur.
Surat itu diturunkan di Madinah ketika umat Islam dihadapkan dengan kondisi sosial yang sangat berbeda dan harus menghadapi tantangan sosio-kultural dibandingkan pengalaman di Mekkah yang terbiasa dibawah tekanan agama atau dalam arti “hostility and ill-treatment, especially because of race or political or religious beliefs”.
Dengan kepiawaian yang luar biasa, Allah menyatakan diawal surat An-Nur “diwajibkan” (faradnaha) kepada semua umat Islam. Memberikan kesan hukum sosial yang sangat keras bagi mereka yang terbukti bersalah melakukan perzinahan.
Ayat-ayat pendahuluan merupakan hal penting bagi transisi ke dalam kisah ‘fitnah’ yang melibatkan Bunda Kita Aisha, istri Nabi Muhammad SAW. Sementara Allah menetapkan hukum sosial bahwa pezinah harus menerima 100 pukulan cambuk didepan publik, hukum yang sama kerasnya menimpa orang-orang yang memberikan tuduhan terhadap korban dengan tidak membawa saksi sebanyak empat orang, dalam pandangan Allah orang yang tidak membawa saksi dalam melakukan tuduhan berzinah adalah sebuah kebohongan besar.
Mereka yang menyebar kebohongan dan rumor buruk tidak hanya menerima 80 cambukan, mereka juga harus dikucilkan dari komunitas mereka dan tidak diizinkan memberikan kesaksian di pengadilan.
Penelusuran kejadian fitnah disajikan dalam surat An-Nur justru sebagai sumber hikmah yang mendalam, sebagai bentuk tanggungjawab antar individu sehingga terbentuk sara saling menjaga martabat atau melestarikan nama baik seorang Muslim.
Nouman Ali Khan, menjelaskan bagaimana Abdullah ibn Ubayy ibn Salul, the serpent’s hypocrites (Munafiqun) di Madinah, memulai sebuah desas-desus dengan menyebarkan hoax ‘ada situasi yang tidak beres’ antara Bunda Aisha dan seorang Mujahid bernama Safwan.
Aisyah tidak sengaja ditinggalkan saat kafilah kembali dari pertempuran, Berpikir dengan menggunakan hawdaj (kereta) pada untanya. Matahari telah terbenam saat dia mencari kalung onyx yang hilang dan dia tersesat, tapi saat dia kembali dan mendapati kafilah telah pergi, dia tertidur di perkemahan. Safwan menemukannya dan mengantarkannya kembali ke kafilah.
Ketika dia melihat mereka bersama-sama, Abdullah ibn Ubayy memulai desas-desus yang menggerakan kecurigaan masyarakat Muslim selama lebih dari satu bulan lamanya, sampai Allah Swt mengungkapkan ayat yang membuktikan bahwa Ibu kita Aisha tidak bersalah.
Nouman Ali Khan menggali jauh ke dalam akar kata ‘fitnah”, yang berakar kata “afika” yang berarti (dengan sengaja menyimpang dari jalan yang benar.” Dalam surat An-Nur, Allah Swt memberikan hiburan kepada para korban ketidakadilan yang mengerikan ini.
Praktisnya memberitahukan kepada Nabi Muhammad saw, Mertuanya Abu Bakr As-Siddiq dan putrinya Aisyah bahwa rasa sakit fitnah yang menimpah mereka akan menjadi sumber bimbingan bagi umat manusia selamanya dan oleh karena itu tidak boleh dianggap sebagai sumber kejahatan.
Salah satu pelajaran yang dapat kita petik dalam kejadian mengerikan ini adalah bahwa dalam kasus ini, fitnah termasuk dosa terburuk yang bisa dilakukan oleh seorang Muslim adalah menyebar berita hoax yang bisa merusak reputasi Muslim lainnya dengan mudah.
Allah berfirman bahwa ini adalah ujian iman kita dan menetapkan bahwa kita harus segera menyangkal rumor atau berita hoax dann tidak membiarkan kita mennjadi ladang subur untuk melebih-lebihkan tuduhan yang tidak berdasar. It is haram not to give people the benefit of the doubt.
Allah menggunakan bahasa sangat kasar untuk menggambarkan mulut yang berkontribusi pada bentuk penyimpangan secara eksplisit dari moral yang baik dan mengutuk orang-orang yang menginginkan ketidakberdayaan (dan percakapan yang membuat orang lain tidak berdaya) terlebih melibatkan masyarakat Muslim.
Bentuk kesalahan semacam itu, Allah Swt menjanjikan hukuman yang menyakitkan di dunia ini dan di akhirat nanti. Perilaku fitnah meningkatkan kemesuman dan kejahatan, disamakan dengan berjalan mengikuti jejak setan dan akan menyebabkan penyebaran kejahatan tak khayal menyingkirkan inti kesusilaan manusia.
Saat kita menahan lidah kita dalam menghadapi isu hoax, menurut Nouman Ali Khan, kita akan mencapai keadaan fitrah kemanusiaan kita. Iman adalah pemberian dari Allah yang akan membantu kita menjaga kesucian kita dan melindungi masyarakat kita dari ketidak berdayaan.
Kita harus menahan godaan untuk menghormati, mengambil dasar moral yang tinggi, dan secara terbuka menyalahkan orang lain atas kesalahan mereka, karena dengan berbuat demikian, kita juga melintasi batas etis yang goyah dengan anggapan bahwa klaim yang tidak berdasar itu benar dan dengan tidak hati-hati mengulanginya.