Memasuki hari-hari awal tahun 2019, wajah politik nasional semakin garang. Kalau boleh saya mengibaratkan, kasus hoaks suara suara 7 kontainer yang sudah tercoblos sama nikmatnya dengan semur jengkol Betawi yang dijual di warung tenda nasi uduk pinggir jalan. Sedap Bung!
Sejumlah politisi parpol pengusung pasangan capres-cawapres (Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi) saling bersahutan menolak hoaks dalam berbagai bentuk kampanye politik. Namun faktanya, hoaks semakin subur dan menggairahkan kontestasi politik nasional. Daya tarik hoaks di tahun politik ini, melebihi film XXX yang ditonton secara sembunyi-sembunyi di situs online.
Menyangkut hoaks surat suara 7 kontainer yang sudah tercoblos, semua politisi membantah. Bahkan, ada politisi yang justru membela Wasekjen Demokrat Andi Arief yang diduga ikut mencuit di Twitter, soal kabar surat suara tercoblos itu. Mereka mengatakan bahwa cuitan Andi Arif hanyalah sebuah bentuk warning. Kok warning sih! Bro…Warning dan hoaks itu berbeda banget. Terlalu dungu, jika ada politisi mengatakan hoaks itu sebagai warning.
Pendapat berbeda justru disampaikan Direktur TKN Jokowi-Ma’ruf Bidang Advokasi dan Hukum, Ade Irfan Pulungan. Menurutnya, Bareskrim harus segera memeriksa WA group Andi Arief. “WA group itu harus dia (Andi Arif) buktikan, apakah dia mendapatkan informasi dari satu WA group atau banyak dan sumbernya siapa,” kata Ade Irfan Pulungan di Bareskrim.
Tiga Tujuan Politis
Seperti diberitakan sejumlah media massa sebelumnya, kabar tentang tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos dari China ini, membuat heboh publik, KPU, Bawaslu dan politisi parpol pengusung capres-cawapres yang sedang berkontestasi
Konon kabarnya, hoaks itu menyebar melalui grup WhatsApp dan media sosial. KPU dan Polisi langsung bertindak cepat dan hasilnya, Kabareskrim Polri Komjen Arief Sulistyanto menyatakan bahwa kabar itu adalah hoaks. Selanjutnya, polisi segera melakukan penyidikan intensif dan mulai menelusuri siapa dalang utama penyebar hoaks itu.
Untuk mempertegas bahwa berita itu hoaks, KPU juga langsung mengeluarkan pernyataan tegas bahwa surat suara pilpres 2019 belum dicetak. Lantas apa tujuan pelaku penebar hoaks surat suara yang sudah tercoblos itu? Sedikitnya ada tiga tujuan politis dalam kasus hoaks ini.
Pertama, diduga kuat penyebar hoaks adalah sejumlah oknum politisi parpol salah satu pengusung pasangan capres-cawapres. Tujuannya ialah mereka ingin menjatuhkan kredibiltas KPU dan Bawaslu di mata rakyat.
Kedua, penyebar hoaks sengaja ingin menciptakan keresahan publik. Tujuannya ialah agar rakyat menaruh kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap salah satu pasangan capres-cawapres yang akan berkontestasi di pilpres 2019.
Ketiga, penyebar hoaks ingin menciptakan opini publik bahwa salah satu pasangan capres-cawapres telah melakukan kecurangan dini dan bila mereka menang dalam pilpres 2019, maka kemenangannya tidak layak dipercaya karena telah melakukan tindakan kriminal.
Hoaks Menu Favorit
Nah, kembali kepada semur jengkol. Setahu saya kuliner tradisional Betawi asli ini banyak yang suka, walaupun aroma baunya sangat tidak sedap. Semur jengkol sudah menjadi makanan favorit sebagian besar masyarakat, bahkan ada yang tergila-gila. Kalau dikaitkan dengan hoaks surat suara 7 kontainer yang sudah tercoblos, nampaknya ada kesamaan antara semur jengkol dan hoaks itu. Sejumlah Politisi ramai-ramai membantah, namun di sisi lain mereka menikmati hoaks ini, layaknya menikmati sedapnya semur jengkol.
Kesimpulannya ialah, hoaks apapun yang ditabur, termasuk soal surat suara 7 kontainer yang sudah tercoblos, tetap akan menarik gairah sejumlah oknum politisi konyol yang gila kekuasaan. Hoaks menjadi menu favorit yang akan terus disajikan, walaupun baunya tidak sedap, tapi rasanya tetap nikmat. Selamat menikmati semur jengkol kawan…