Yogyakarta 1947, tepatnya pada kuliah tafsir oleh dosen Husein Yahya, salah satu mahasiswa STI Lafran Pane meminta izin dan mengambil inisiasi untuk mendirikan organisasi mahasiswa Islam. Singkat cerita diizinkan, dan kelas digunakan untuk pembentukan organisasi mahasiswa.
Dengan penuh percaya diri, Lafran Pane berkata “Semua persiapan pembentukan organisasi mahasiswa sudah beres”. Terjadilah diskurus panjang terkait pembentukan itu, namun Lafran Pane tetap komit dan gigih dalam mempertahankan idenya. Alhamdulillah, semua mahasiswa setuju dengan suara bulat mendirikan organisasi yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Memang ditahun-tahun 1960-an, berbagai organisasi kemahasiswaan tumbuh subur. Sebut saja GMNI, CGMNI, PMKRI, GMKI, Mapancas serta organisasi lainnya. Semua berebut massa sebanyak-banyaknya. Akibatnya terjadilah persaingan antar organisasi-organisasi itu. Berdirinya HMI sebagai organisasi kemahasiswaan tidak kalah saing juga dengan organisasi lainnya.
Namun, yang membedakan HMI dengan organisasi lainnya adalah soal perkaderannya. Lafran Pane dalam sambutan peringatan Dies Natalis ke-22 HMI Cabang Yogyakarta 1969 mengemukakan, di mana kader yang dihasilkan HMI adalah dia yang berwawasan keislaman, keindonesiaan dan kemahasiswaan dengan lima kualitas insan cita dan bersifat independen.
Menurut hemat penulis, sistem perkaderan yang ada di HMI adalah wadah intelektualisme dan aktivisme yang selalu berjalan masif. Baik secara formal, informal dan kultural. Wadah itulah yang kemudian menghasilkan bibit-bibit unggul juga kritis dalam memandang fenomena social kemasyarakatan. Lebih-lebihnya berkat wadah itu juga kebanyakan kader HMI menjadi aktor nasional di negara ini.
Lalu seperti apa muatan utama wadah intelektualisme dan aktivisme itu? Tentu HMI memiliki naskah yang terstruktur, dalam istilah HMI adalah Doktrin Perjuangan HMI. Cakupannya adalah: Pemikiran Keislaman-keindonesiaan, Memori Penjelasan tentang Islam sebagai Azaz HMI, tafsir tujuan HMI, tafsir Independensi HMI dan Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP). Namun juga tidak terlepas dari wacana-wacana lainya yang menjadi subjek diskursus HMI, dalam istilah penulis “Intelektual Liar”.
Buku “HMI Candradimuka Mahasiswa” karya Solichin adalah gambaran sederhana terkait tujuan perkaderan yang ada di HMI. “Candradimuka maksudnya kawah candradimuka, yaitu tempat jabang Tetuka, Putra sang Bima ditempa dan digembleng menjadi Gathutkaca yang perkasa. Begitulah HMI bagaikan kawah candradimuka, tempat dan proses kaderisasi mahasiswa untuk menjadi pemimpin bangsa Indonesia”.
Bangsa Indonesia harus beruntung, HMI berdiri sebagai lokomotif penguatan kader bangsa terutama dalam wacana Keindonesiaan dan Keislaman.
Sampai hari ini HMI telah berhasil mencetak generasi-generasi pemimpin, pemikir dan sebagainnya dalam rangka menunjukkan kapasitas dan keunggulan bangsa. Hal inilah yang kemudian di ungkapkan oleh Jendral Soedirman bahwa “HMI bukan sekdar Himpunan Mahasiswa Islam akan tetapi HMI juga Harapan Masyarakat Indonesia.
Sebagai wadah intelektualisme dan aktivisme (perkaderan), HMI tak lekang dari sumbangsih-sumbangsih ide, gagasan dan gerakan perlawanan dalam rangka kemajuan bangsa.
Pada fase berdirinya HMI tahun 47-an, HMI dibenturkan oleh dunamika terkait mempertahankan kemerdekaan oleh kolonialisme Belanda lewat agresi militer I dan II. Kemudian tahun 70 an, HMI berdiri sebagai pengusung narasi Keislaman di Indonesia. Kader HMI muncul dan menwarkan ide tentang Pluralisme dan Sekularisme yang spektakuler. Sekali lagi, hal ini berkat wadah Intelektualisme dan Aktivisme itu.
73 tahun sudah HMI eksis ditengah-tengah perjalanan bangsa. Optimisme dan semangat intelektualisme dan aktivisme selalu ada dalam agenda-agenda perkaderan HMI.
Sebagaimana yang termaktub dalam pasal 5 AD “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang dirihdoi Allah SWT”. Yang menjadi spirit perjuangan setiap kader HMI bahkan menjadi nafas perjuangan. Sebab HMI lahir dengan naluri dan watak perjuangan serta pemikir yang bernafaskan Islam.
Mengingat fungsi HMI sebagai organisasi kader. Maka setiap gerak langkah yang dilakukan, entah dalam menyusun design perkaderan, ataupun agenda-agenda eksternal lainnya selalu berpijak dan berpucuk pada konstitusi yang tertera jelas dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) HMI. Lihat saja dari masa ke masa, kader HMI selalu saja menjadi nafas dan dianggap sebagai kelompok yang memiliki kekayaan imajinasi, kritikan, serta peranan terhadap problem keummatan.
Selain AD/ART, M Alfan Alfian mencatat HMI telah memiliki 10 naskah atau dokumen perjuangan sebagai landasan perjuangan yang meliputi: 1. Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan HMI (1947) 2. Tafsir Asas (1957) 3. Kepribadian HMI (1963) 4. Garis Pokok perjuangan (1966) 5. Nilai Dasar Perjuangan (1969 dan berubah menjadi NIK tahun 1986 dan kembali lagi menjadi NDP 1999) 6. Gambaran Insan Cita (Tafsir Tujuan) 7. Tafsir Independensi (1971) 8. Memori Penjelasan tentang Pancasila sebagai dasar organisasi HMI (1986) 9. Memori penjelasan tentang Pancasila sebagai Asas HMI (1997) 10.
Poin tersebut merupakan pilar bergeraknya HMI, sehingga membuat HMI tidak pernah stagnan dalam merespon dinamika kebangsaan.
Dalam usia HMI yang ke 73 tahun seiring agenda perkaderan itu berjalan, namun HMI juga tak lekang dikritisi khalayak banyak. Apalagi soal politik-politikan, padahal telah jelas sebagai organisasi yang bersifat Independen (Baca; AD Pasal 6). Bahwa yang ikut terlibat dalam politik praktis adalah dia yang mengatas namakan pribadi seseorang, tidak dengan HMI secara kelembagaan.
Namun bisa dilihat koitmen perkaderan itu dengan pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI terpilih pada kongres ke XXX 2018-2020 di Ambon, Maluku. Respiratori Saddam Al-Jihad “Politik No, Kaderisasi Yes”. Pernyataan ini disampaikan pada pelantikan HMI Cabang Malang 2018 lalu. Hal ini sejalan dengan sikap HMI dalam agenda perkaderan dan pengawalan isyu-isyu lokal, nasional sampai Internasional keummatan tanah air.
HMI sebagai wadah perkaderan, maka seluruh aktivitas dikerahkan dan dikembangkan melalui training dan penggalian potensi kualitatif pribadi dalam rangka membentuk kader yang militan, ketajaman pikiran dan keimanan serta kesetiaan terhadap organisasi. Selain itu arah perkaderan difokuskan pada watak dan kepribadian, kemampuan ilmiah, kecerdasan dan kebijaksanaan serta keterampilan.
Selamat milad HMI, umurmu kini 73 tahun. Semakin menua tidak berarti membungkuk, teruslah berdiri kokoh dalam merawat generasi bangsa. Umur panjang perkaderan dan pengabdianmu. Yakin usaha sampai (Yakusa).