Oleh: Cosmas Gun
Media sosial yang lebih dikenal dengan medsos, menghipnotis siapa saja. Mulai dari anak-anak, pelajar, guru, mahasiswa, dosen, politikus, orang awam, hingga warga biasa. Lihatlah, hipnotisnya sungguh luar biasa dahsyat. Semua mata memandang satu benda, wajah menghadap ke bawah, jari jempol menari lincahdi handphone.
Si jempol pun piawai memainkan medsos. Berkat jempol pula, sebuah tulisan, gambar, foto, meme, berita, hoax, dengan mudah dibagikan (share), disimpan, dibaca, atau dilewati. Anehnya, yang laris manis berita hoax alias berita bohong. Berita yang positif, yang berdasarkan fakta-fakta jurnalistik, sering diabaikan begitu saja.
Hipnotis medsos juga membuat kerenggangan hubungan keluarga. Saat anak rindu dengan belaian kasih sayang kedua orang tuanya, mereka justru kehilangan rasa sayang. Kedua ortunya, lebih sering membelai-belai hanphonenya, takut ketinggalan kabar kawan sekantor, teman segrup, atau teman gelapnya. Para ortu beranggapan, semua sudah beres diserahkan kepada pembantu rumah tangga (PRT). Padahal, para PRT juga lebih asyik dengan handphone, ber-WA ria dengan di WA grup perkumpul para babu. Ah, kalau sudah begini, jangan salahkan medsos, ya?
Hipnotis medsos yang lebih parah lagi, menghantam para cendekia. Bagaimana tidak, mereka yang bergelar sarjana, doktor, hingga profesor, sebagian asyik masyuk dengan hoax. Bahkan, anggota DPR, politisi, mantan menteri pun, sering membagikan hoax, tanpa disadari, ataupun dengan kesengajaan. Ini hipnotis medsos yang salah kaprah. Sebab, mereka sedang memburu kursi kekuasaan dengan segala cara walaupun langkah yang dilakukan hina dina sekalipun.
Lebih mengkhawatirkan lagi. Medsos yang seharusnya bisa menyatukan Indonesia, kini justru menjadi ajang perpecahan. Seolah-olah, gara-gara ibu jari, ibu pertiwi menjadi tercabik-cabik, republik pun terbelah, terpecah-pecah, keberagaman dan kebhinekaan diuji kesaktiannya. Luar biasa dahsyatnya. Pencipta medsos bertujuan baik, untuk kepentingan positif, eh… para penggunanya justru sebaliknya. Meluluhlantakkan apa saja. Jadi, kalau sudah begini jangan salahkan medsos. Jangan salahkan ibu jari. Mari kita merenung bersama.