Sabtu, April 19, 2025

Hilirisasi Industri Teh Indonesia dan Tantangan Global

Kuntoro Boga
Kuntoro Boga
Kuntoro Boga Andri, alumnus IPB 1998, gelar Magister (2004) dan Doktor (2007) dari Saga dan Kagoshima University, Jepang. Peneliti Utama LIPI (2017) dan sebagai Kepala BPTP (2016-2018), Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (2018) dan Kepala Biro Humas dan IP (2018-2024), Kepala Pusat BSIP Perkebunan (2024-2025) dan saat ini Kepala Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Perkebunan, Kementan
- Advertisement -

Teh telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia selama dua abad terakhir. Komoditas teh bukan hanya sebagai industri minuman, tetapi juga sebagai saksi sejarah perkembangan ekonomi, kolonialisme, serta simbol budaya yang diwariskan lintas generasi. Selain itu, industri teh berperan penting sebagai tulang punggung ratusan ribu keluarga petani.

Sejak pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1826 melalui Kebun Percobaan Gambung di Jawa Barat, teh dengan cepat berkembang menjadi salah satu komoditas ekspor andalan bagi Indonesia. Komoditas ini tidak hanya menjadi sumber pendapatan negara, tetapi juga turut membentuk struktur sosial dan ekonomi di berbagai daerah penghasil utama seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Hingga tahun 2023, Indonesia mampu mempertahankan posisinya sebagai produsen teh terbesar ketujuh dunia dengan total produksi mencapai sekitar 134 ribu ton (Kementan, 2023).

Kontribusi Ekonomi Industri Teh

Industri teh Indonesia memiliki karakter unik, di mana sekitar 60% produksi nasional berasal dari perkebunan rakyat. Hal ini menandakan peranan penting petani kecil dalam menjaga stabilitas produksi teh nasional. Lebih dari 300 ribu petani teh secara aktif terlibat dalam kegiatan produksi dan pengelolaan lahan, yang sekaligus mencerminkan kontribusi besar teh terhadap penciptaan lapangan kerja, khususnya di daerah pedesaan. Di sisi lain, kontribusi teh terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian relatif kecil, yaitu sekitar 0,3%, namun perannya dalam perekonomian pedesaan tetap strategis.

Secara ekonomi makro, nilai ekspor teh Indonesia pada tahun 2023 tercatat mencapai US$139,6 juta (setara Rp. 2,3 triliun) menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini menunjukkan bahwa teh tetap memiliki nilai strategis meskipun terjadi penurunan sebesar 15% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan tersebut terutama dipicu oleh berkurangnya permintaan global terhadap teh hitam, khususnya dari negara-negara importir utama seperti Pakistan, Rusia, dan Malaysia. Fenomena ini menegaskan bahwa Indonesia perlu lebih adaptif terhadap tren pasar global yang terus berubah.

Di sisi lain, pasar domestik justru memperlihatkan tren positif dengan peningkatan permintaan teh yang cukup signifikan, terutama di kalangan kelas menengah atas yang semakin sadar akan kualitas produk. Tren ini membuka peluang besar bagi pengembangan produk teh premium dan organik yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

Tantangan dalam Industri 

Alih fungsi lahan pertanian teh di Indonesia telah menunjukkan tren yang sangat mengkhawatirkan selama dua dekade terakhir. Tercatat bahwa luas lahan teh mengalami penyusutan signifikan dari 150.000 hektar pada tahun 2000 menjadi hanya sekitar 106.000 hektar pada tahun 2023. Kondisi ini secara khusus sangat terlihat di wilayah Jawa Barat, di mana banyak lahan perkebunan teh yang berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman dan lahan hortikultura. Sebagai contoh, di Kabupaten Garut sendiri, sekitar 8% lahan teh telah berubah fungsi menjadi kebun sayur antara tahun 2018 hingga 2023, seperti yang dilaporkan oleh Pusat Data Teh Indonesia.

Selain masalah penyusutan lahan, produktivitas teh Indonesia juga mengalami stagnasi yang cukup serius. Saat ini, produktivitas rata-rata perkebunan teh nasional bertahan pada angka 1,2 ton per hektar. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan negara-negara produsen teh lain seperti India yang mampu menghasilkan sekitar 2,3 ton per hektar, serta Kenya dengan produktivitas mencapai 2,5 ton per hektar. Rendahnya produktivitas ini secara langsung berdampak pada daya saing industri teh Indonesia di pasar global.

Faktor utama yang menyebabkan stagnasi produktivitas ini adalah usia tanaman yang sudah sangat tua. Data menunjukkan bahwa sekitar 65% tanaman teh di Indonesia telah berusia lebih dari 50 tahun, jauh melebihi usia optimal produksi. Selain itu, kondisi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat adopsi teknologi modern di kalangan industri dan petani teh. Minimnya investasi dalam inovasi, jaminan kualitas teh dan peremajaan tanaman menyebabkan sulitnya upaya peningkatan produktivitas secara signifikan, sehingga dibutuhkan strategi komprehensif untuk mengatasi tantangan tersebut.

Peluang Hilirisasi dan Pasar Global

Industri hilir teh Indonesia kini bergerak menuju segmen premium yang menawarkan nilai tambah lebih tinggi. Pada tahun 2023, ekspor produk teh olahan seperti teh celup dan ekstrak teh menyumbang sekitar 40% dari total ekspor teh nasional, dengan pertumbuhan sekitar 7% per tahun. Perusahaan besar seperti PT Mayora Indah dan PT Sinar Sosro masih mendominasi pasar domestik dengan pangsa hingga 65%. Di sisi lain, startup seperti Javara dan Kopi Javara juga berhasil menembus pasar internasional dengan mengekspor teh organik bersertifikasi ke Eropa dan Amerika Serikat, yang harganya bisa mencapai 3 hingga 5 kali lipat dibanding teh konvensional.

Penggunaan teh tidak lagi terbatas hanya pada industri minuman, melainkan juga semakin meluas ke sektor kosmetik dan farmasi. PT Martina Berto Tbk telah berhasil mengembangkan produk perawatan kulit berbasis katekin teh hijau yang sukses dipasarkan di Timur Tengah. Tren gaya hidup sehat yang meningkat pasca-pandemi juga mendorong kenaikan pasar teh kesehatan hingga mencapai pertumbuhan sekitar 20% per tahun, menunjukkan potensi besar teh sebagai produk multifungsi yang bernilai tinggi.

- Advertisement -

Untuk menjaga momentum tersebut, pemerintah telah meluncurkan Program Peremajaan Kebun Teh Rakyat (P2KTR), yang sejak 2023 menargetkan revitalisasi 5.000 hektar kebun teh per tahun dengan dukungan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbunga rendah sebesar 3%.

Di Garut, program ini terbukti efektif meningkatkan produktivitas kebun hingga 2 ton per hektar melalui penggunaan varietas unggul seperti GMBS 2 dan Gambung 7. Inovasi teknologi juga menjadi fokus penting, seperti penerapan precision agriculture berbasis IoT oleh PT Perkebunan Nusantara VIII di Bandung untuk pemantauan kondisi kebun secara real-time, serta pemanfaatan bioreaktor fermentasi teh hitam oleh program RISET-Pro Kemenristek Dikti yang mampu mempercepat produksi dari 14 hari menjadi hanya 48 jam.

Indonesia harus cermat membaca perubahan tren pasar global. Permintaan teh hitam, yang mendominasi ekspor Indonesia, hanya tumbuh 1,5% per tahun, sedangkan teh hijau dan herbal meningkat hingga 8% per tahun (ITC, 2023). Negara pesaing seperti Vietnam dan China kini mulai beralih ke teh premium dan organik, sementara Indonesia masih terpaku pada pasar komoditas dengan fluktuasi tinggi.

Secara domestik, konsumsi teh per kapita Indonesia hanya sekitar 0,8 kg per tahun—lebih rendah dibanding Malaysia (1,2 kg) dan India (0,9 kg). Oleh karena itu, inisiatif seperti kampanye “Nasionalisme Teh Nusantara” dari Gabungan Pengusaha Teh Indonesia (GPTI) serta program “Teh untuk Bumi” yang menghubungkan konsumsi teh dengan isu lingkungan, perlu digalakkan untuk menarik minat generasi muda.

Kuntoro Boga
Kuntoro Boga
Kuntoro Boga Andri, alumnus IPB 1998, gelar Magister (2004) dan Doktor (2007) dari Saga dan Kagoshima University, Jepang. Peneliti Utama LIPI (2017) dan sebagai Kepala BPTP (2016-2018), Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (2018) dan Kepala Biro Humas dan IP (2018-2024), Kepala Pusat BSIP Perkebunan (2024-2025) dan saat ini Kepala Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Perkebunan, Kementan
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.