Sabtu, April 20, 2024

Hidup Mahasiswa, Hidup Aksi Massa!

Althien Pesurnay
Althien Pesurnay
Pengarang dan tukang survei buku

Jika aksi 98 dipuja-puji dan memuat banyak romantisme. Aksi mahasiswa beberapa hari ini menuai pro dan kontra. Mahasiswa turun ke jalan menolak UU yang melemahkan KPK sekaligus protes dan menuntut perubahan RKUHP yang dianggap berisi pasal-pasal yang membawa kemunduran bagi demokrasi dan berlawanan arah dengan spirit reformasi. Agenda dan isu lain yang dibawa terkait dengan isu Karhutla. Ikut serta isu militerisme, rasisme, represi, dan pelanggaran HAM di Papua yang belum reda sejak sebulan yang lalu.

Kebakaran hutan yang masif terjadi di Kalimantan dan Sumetara menambah kegentingan dan kedaruratan solidaritas sosial. 2019 bisa dinobatkan sebagai tahun paling banyak goncangan sosial-politiknya. Bahkan situasi panas pasca pilpress dan pileg di bulan april tidak berpengaruh menurunkan tensi politik.

Sebaliknya menuju pelantikan presiden periode kedua ini Jokowi justru dihadapkan dengan masalah yang coba disembunyikan rezimnya. Retorika “orang baik” jungkir balik dengan kenyataan dan fakta sosial yang tidak baik-baik saja. Sebagian pengamat bahkan menyebutkan bahwa sejak reformasi tepat pada kepemimpinan Jokowi lah para oligarki memperoleh angin segar dan untung besar.

Aksi mahasiswa yang menamakan diri mereka aliansi rakyat bergerak ini menuntut penyelesaian masalah-masalah yang ditutupi rezim. Masalah-masalah multi-dimensi yang coba ditutup rezim meruak dan terang muncul membakar reaksi publik terkhusus mahasiswa. Rakyat sedang bergerak menuntut kepentingan dan haknya. Mahasiswa menuntut tanggung jawab Pemerintah dan DPR atas masalah-masalah yang sedang terjadi.

Jika diurut aksi mahasiswa terjadi dari Pekan Baru, Lampung, Samarinda, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, Malang, Jember, Makasar, Papua. Di jogja sendiri bahkan ketika universitas-universitas besar secara halus menolak aksi mahasiswa mereka. Aksi Gejayan Memanggil berhasil mengkonsolidasikan gerakan mahasiswa lintas universitas dan kelompok masyarakat yang peduli.

Sikap sebagian besar universitas itu mengecewakan sebab tujuan kehidupan di lingkungan akademik adalah menciptakan warga-negara yang berkeutamaan, aktif berpartisipasi dalam kehidupan publik. Itu berarti bahwa ketika mahasiswa kritis menolak kebijakan dan produk hukum yang menindas dan merugikan rakyat merupakan pertanda keberhasilan perguruan tinggi dan ilmu pengetahuan. Universitas seharusnya mendukung gerakan aksi mahasiswa bukan sebaliknya.

Tuntutan Aspirasi kebebasan yang diwakilkan mahasiswa perlu diberi apresiasi sebesar-besarnya. Aksi protes dan demonstrasi memiliki nilai positif dalam evolusi sosial di masyarakat manapun. Aksi mahasiswa tidak pantas untuk ditolak dari dalam kampus, tidak pantas dipandang dengan sinisisme dari masyarakat kompromistis dan kaum pesimis terpelajar yang sudah mati rasa, mandek akal kritis.

Ada kebuntuan kanal aspirasi di alam demokrasi kita. Pada kondisi genting seperti sekarang ini aksi protes menjadi satu-satunya pilihan. Saat Plesiden dan Dewan Penindas Rakyat abai, ngeyel, dan justru menyepelekan mahasiswa, sikap itu menjadi tantangan untuk agar aksi terus dilanjutkan. Dengan kesadaran kritis gerakan protes dan aksi massa haruslah didukung sepenuhnya oleh semua pihak. Minimal disebarluaskan informasi tentang aksi dan tuntutannya melalui media sosial.

Mosi ketidakpercayaan dan poin-poin tuntutan telah disampaikan oleh perwakilan mahasiswa kepada dewan terhormat di Jakarta. Namun sebelum tuntutan belum membawa hasil, aksi harus tetap “digas, pantang kendur”. Resistensi yang tinggi dan semangat besar dari mahasiswa akan secara efektif menarik perhatian publik dan mengikat tali solidaritas warga-negara secara luas.

Kebijakan dan kehendak elit yang kepala batu harus dibenturkan dengan kehendak rakyat.Catatan kritis dan usulan yang bisa ditarik dari fenomena pro dan kontra ini dirumuskan kedalam beberapa poin. Pertama, sebagai warga negara kita perlu mensyukuri masih ada semangat perjuangan hak dan kebebasan melalui aksi massa dan protes mahasiswa.

Ketakutan bahwa aksi akan ditunggangi sehingga terjadi chaos adalah suatu yang dibutuhkan sebagai awasan namun tidak perlu menjadi paranoid. Sudah menjadi tugas intelejen dan kepolisian agar aksi massa tidak ditunggangi. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga yang mendapat alokasi anggaran negara tertinggi. Harapan bahwa polisi harus bekerja cerdas, ulet dalam melayani masyarakat, mengawal aksi agar tetap lancar dan demokratis merupakan hal yang lumrah.

Kedua, universitas seharusnya mendukung bukan cuci tangan karena kuatir berada dalam hirarki rezim penguasa yang berlanjut ke periode dua. Kampus adalah tempat dimana dalih dan dalil ilmiah diproduksi. Semangat mahasiswa dan gerakan pro rakyat harus disediakan justifikasi akademiknya. Mahasiswa harus didukung universitasnya. Tidak diperlukan kekhawatiran politik sebab arisan politik elit telah berakhir di bulan april, tidak ada lagi ada muatan partisan dalam aksi-aksi. hari-hari ini adalah momen mengartikulasikan hak-hak, kebebasan dan kepentingan warga-negara.

Terakhir, buruknya produk pasal-pasal di RKUHP justru mengikat semangat solidaritas yang menyimpul menjadi aksi massa. Untuk itu dimohon kepada presiden dan dewan terhormat agar menyelesaikan masalah Karhutla dan pelanggaran HAM di papua yang mendesak. Berikutnya bapak-bapak wakil rakyat dimohon menunda pengesahan RKUHP dan membatalkan UU KPK secara konstitusional.

Untuk menenangkan publik dan massa aksi sebaiknya pemerintah berkomunikasi dengan baik. Kepala staf kepresidenan, Menkopolhukam, Menkominfo sering membuat blunder di media massa. Pernyataan yang keluar terkesan tidak manusiawi dan ditangkap sebagai inkompetensi, bahkan lebih menyerupai guyonan. Respon kesal dan marah netizen di ruang publik digital lebih sering dikarenakan oleh komunikasi politik (publik) yang buruk oleh istana dan senayan.

Sebagai warga negara penulis hendak menitipkan pesan kepada pembaca semua bahwa protes dan aksi massa berlangsung di luar tahun kontestasi politik itu merupakan tanda kebuntuan dan kerusakan serius di ranah kebijakan publik. Terlalu banyak kepentingan elit dan oligarki yang diakomodir sedangkan hak, kebebasan dan kepentingan rakyat dipinggirkan

. Jika bapak presiden dan dewan-dewan yang terhormat tidak mengindahkan pesan-pesan ini, jangan salahkan aksi protes dan demonstrasi mungkin semakin meluas. Segi positifnya perlu kita sampaikan terima kasih kepada para penguasa karena telah mengikat solidaritas kita sesama rakyat, warga negara. Kepada om, tante, mas, mbak, kakak, adek-adek pembaca, penulis ucapkan salam “see you on the street”.

Althien Pesurnay
Althien Pesurnay
Pengarang dan tukang survei buku
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.