Jumat, Maret 29, 2024

Hari Raya Idil Fitri: Muhasabah Sosial

Amri Ikhsan
Amri Ikhsan
Saya seorang guru yang hobbi menulis

Berbeda dengan perayaan Hari Raya tahun tahun sebelumnya, lebaran tahun ini tepat setelah peristiwa politik paling penting dalam 5 tahun, yaitu Pemilu 2019 untuk Pilpres dan Pileg. Lebaran kali ini dirayakan setelah KPU mengumumkan hasil Pilpre dan Pileg 2019.

Peristiwa politik ini dirasakan cukup melelahkan dan menguras energi anak bangsa. Peristiwa ini boleh jadi telah mengikis nilai spiritualitas dan social yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Akibatnya, sebagian kita telah menjadi sosok ‘baru’ yang emosional, tidak sensitif terhadap hoaks, suka curiga, membenci orang yang beda pilihan, saling merendahkan, padahal kita sebangsa dan bahkan seiman.

Kontestasi politik ini telah mengubah sebagian karakter anak bangsa, kehilangan rasa sosial, akal sehat, serta sikap adil sehingga sebagian kita menjadi pribadi yang mau menang sendiri, keras tidak mau kalah, emosi bila pilihan merasa dikalahkan. Ini sejenis budaya yang tidak semestinya ada dalam tubuh bangsa ini.

Perbedaan pilihan politik telah mendidik kita untuk terbiasa mempertontonkan ujaran, sikap, dan perbuatan yang merekayasa rasa takut, ketidaknyaman, keraguan, ketidakpercayaan yang menimbulkan hilangnya rasa aman dan damai di tengah masyarakat.

Kesemua ini diperparah dengan keberadaan media sosial (medsos) yang seharusnya perekat silaturrahmi, dalam tahun politik malah berfungsi sebaliknya. Akibatnya, medsos ternyata tidak membuat kita semakin akrab, semakin dekat secara sosial malah hubungan social semakin jauh dari keakraban.

Atau, jangan-jangan media sosial semakin menenggelamkan kita dalam jurang informasi yang sebagian besar remeh-temeh (Niam). Kita lebih senang berdiskusi hal hal yang tidak penting. Biasanya informasi yang kita bagi adalah sesuatu yang kita sendiri senang membacanya tapi tidak bagi orang lain.

Maka sudah saatnya menjadikan momen Hari Raya 1440 H ini sebagai masa muhasabah, ajang mengevaluasi diri, sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT dan waktunya memperbaiki jalinan silaturrahmi. Hari raya menjadi momentum menghadirkan nilai-nilai Islam yang menyuarakan kenyamanan, keselamatan, kebahagiaan, kedamaian, keadilan, cinta kasih, keramahan, kelembutan, berintegritas dan berakhlak mulia dalam menebar dan mewujudkan kehidupan bersama yang menggembirakan.

Muhasabah dimulai dengan berpikir. Berpikir sebelum bertindak, berbuat dan beramal adalah hal yang patut untuk dilakukan. Bahkan, sebagian ulama menyatakan bahwa hendaknya seseorang berhenti sejenak, merenung di saat pertama munculnya keinginan untuk melakukan sesuatu. Tidak bersegera kepadanya sampai benar-benar jelas baginya bahwa melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya (Qadri).

Pemikiran, sikap, dan tindakan orang yang puasa haruslah mencerminkan perilaku mulia ketika berinteraksi dengan orang lain, seperti bersuara rendah, bertabayun, berhias diri dengan iman, berukhuwah, tidak merendahkan sesama, tidak berprasangka, tidak saling memberi label buruk, tidak tajassus (mencari-cari keslahan orang), tidak ghibah (membicarakan keburukan orang), dll. (Natsir)

Hari raya Idul Fitri adalah salah satu syiar dalam agama Islam bukan sekedar menjaga tradisi. Idealnya, seorang muslim menyambutnya dengan bahagia dan mengagungkannya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar (agama) Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati “ (QS Al-Haj 32)

Idul fitri bukanlah fase istrirahat dari aktifitas ramadhan, sejatinya idul fitri adalah masih dalam satu tarikan nafas ramadhan. Ramadhan dan idul fitri adalah dua keping nikmat yang diturunkan Allah kepada kaum muslimin sebagai momen muhasabah diri untuk merubah pola pikir dan pola sikap agar lebih baik dibanding dengan bulan-bulan sebelumnya. (Setyawati)

Diriwayatkan, pasca lebaran, Rasulullah SAW dan para sahabat bukannya bersantai-santai karena lepas dari kekangan rantai puasa. Justru pasca lebaran Rasulllah dan sahabat semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka meyakini bahwa begitu banyak godaan untuk mendekatkan diri kepada Allah di luar ramadhan, karenanya mereka sangat berhati-hati dalam menjaga ketaatan mereka kepada Allah selama 11 bulan sebelum masuk ramadhan tahun depan.

Hari raya Idul Fitri adalah merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah puasa. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa yaitu manusia yang bertaqwa (NU online).

Pemaknaan hari raya Idul Fitri hendaknya bersifat positif, menjalin silaturrahmi sebagai sarana membebaskan diri dari dosa yang berhubungan dengan manusia. Silaturahmi tidak hanya berbentuk pertemuan formal seperti Halal bi Halal, namun mengikis habis hal hal yang menghambat jalannya silaturrahmi, perselisihan, beda pandangan, dll.

Seorang muslim yang kembali kepada fitrahnya ia akan memiliki sikap yaitu pertama, ia tetap istiqomah memegang agama tauhid yaitu islam, ia tetap akan berkeyakinan bahwa Allah itu maha Esa dan hanya kepadanya kita memohon (Mulyanto). Kedua, dalam kehidupan sehari-hari ia akan selalu menjalankan prinsip kerja sama, melakukan dematerialisasi kehidupan dan berbuat dan berkata yang benar. Ketiga, ia tetap santun dalam berkomunikasi, selalu menjaga keakraban, toleran dengan sesama, dll.

Hari raya idil fitri harus dijadikan momen muhasabah sosial, kita hilangkan rasa benci, rasa dengki, rasa iri hati, rasa dendam, rasa sombong dan rasa bangga dengan apa yang kita miliki hari ini. Kita ganti semua itu dengan rasa kasih sayang dan rasa persaudaraan. Kita buka lembaran baru yang masih putih, dan kita tutup halaman yang lama yang mungkin banyak terdapat kotoran & noda seraya mengucapkan Minal Aidin Walfaizin Mohon Ma’af Lahir dan Batin.

Oleh karena itu, diakui Idul Fitri tahun 2019 ini berbeda dengan Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya karena kita baru saja telah melaksanakan pesta demokrasi pileg dan piklpres. Walaupun kita berbeda pilihan, itulah seninya berdemokrasi. Pesta itu sudah selesai, waktunya kita merajut kembali dan maksimalkan bersilaturahmi untuk meminta maaf, memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf. Jangan biarkan kedengkian dan kebencian merasuk kembali ke jiwa kita yang telah suci. Semoga!

Amri Ikhsan
Amri Ikhsan
Saya seorang guru yang hobbi menulis
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.