Indonesia dipercaya untuk kembali memegang keketuaan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada tahun 2023. Hal tersebut menjadi keempat kalinya Indonesia menjadi ketua ASEAN. Indonesia sudah tiga kali menjadi ketua ASEAN, pada tahun 1996, 2003, dan 2011.
Keketuaan Indonesia akan mengangkat tema ‘ASEAN Matters: Epicentrum of Growth. ASEAN Matters sendiri terdiri dari 3 elemen penting yaitu penguatan kapasitas dan efektivitas ASEAN, persatuan ASEAN, dan sentralitas ASEAN. Sedangkan episentrum pertumbuhan terkait dengan peran ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional dan dunia yang terdiri dari 4 elemen penting yaitu arsitektur kesehatan, ketahanan energi, ketahanan pangan, dan stabilitas keuangan.
Secara rinci, Indonesia mengangkat tiga isu prioritas di bidang ekonomi, yaitu pemulihan dan pembangunan kembali, ekonomi digital, dan keberlanjutan, yang implementasinya dijabarkan dalam 16 Priority Economic Deliverables (PED) tahun 2023.
Indonesia juga akan memperkuat posisi ASEAN sebagai kawasan yang stabil dan damai, menjunjung tinggi hukum internasional, dan memperkuat kerja sama sehingga ASEAN mampu menjadi kawasan yang kuat, inklusif, dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui peran pentingnya sebagai Keketuaan ASEAN 2023, Indonesia semakin menegaskan posisinya sebagai kekuatan menengah global yang secara substansial dapat mempengaruhi agenda global sekaligus menjadi bagian dari solusi permasalahan global. (Limanseto, 2023)
Harapan Indonesia
Ekspektasi yang diberikan seringkali terlalu tinggi untuk Indonesia. Sebagai negara terbesar di kawasan ini, Indonesia sering dipandang sebagai primus interpares dari negara-negara anggota ASEAN, yang masing-masing memiliki hak veto atas pengambilan keputusan ASEAN.
Terdapat banyak harapan dari negara-negara lain, karena Indonesia dinilai berhasil sebagai tian rumah G20. Namun, kepemimpinan Indonesia kemungkinan besar akan dihadapkan pada tantangan serius di luar kendalinya. Padahal tolak ukur keberhasilan keketuaan Indonesia di G20 tahun ini adalah kemampuannya menyelenggarakan pertemuan yang ‘normal’ mungkin dalam menghadapi tantangan besar global, tolok ukur keberhasilan keketuaan Indonesia di ASEAN jauh lebih tinggi.
Selain itu, Indonesia dapat diharapkan untuk mendorong kemajuan yang nyata pada Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP), menggunakannya sebagai pembuka untuk arsitektur regional ASEAN-sentris. Diajukan oleh Indonesia dan diadopsi pada tahun 2019, AOIP berupaya untuk menempatkan imprimatur ASEAN di Indo-Pasifik pada saat kekuatan eksternal, khususnya A.S., berupaya mempromosikan interpretasi mereka terhadap arsitektur keamanan kawasan.
Sebagai kekuatan menengah di Asia-Pasifik, Indonesia dapat menjadi pengaruh moderat dan pasifik. Ini menggunakan hak pilihan untuk melenturkan, jika diperlukan, otot diplomatik dan strategisnya bahkan melawan kekuatan besar seperti AS dan China, sambil membangun kemitraannya dengan negara-negara yang berpikiran sama, terutama di ASEAN, untuk menstabilkan pemulihan setelah uji coba kembar Covid dan perang di Ukraina. (Lau, 2023)
Tantangan Indonesia
Tantangan utama bagi ASEAN tidak berubah selama dua tahun terakhir. ASEAN menghadapi penggulingan demokrasi di Myanmar. Tugas berat bagi ASEAN adalah Myanmar yang telah mempersulit kepresidenan Brunei dan Kamboja. Jokowi pada masa kepresidenan Brunei menjadi tuan rumah Leaders Meeting di Jakarta yang berujung pada Five-Point Consensus (5PC) yang tetap menjadi posisi ASEAN. Upaya menteri luar negeri Brunei dan Kamboja, sebagai utusan khusus ASEAN tidak berhasil menggerakkan rezim Myanmar.
Situasi di Myanmar semakin memburuk dari hari ke hari, dengan lebih banyak kekerasan dan tindakan keras dan ruang lingkup yang lebih kecil bagi kekuatan demokrasi bahkan untuk bertemu dengan lawan bicara ASEAN. Ini tetap menjadi masalah penting yang harus dihadapi Jokowi. Indonesia bersama Malaysia dan Singapura memimpin ASEAN untuk posisi yang lebih tegas di Myanmar. Mereka mengatasi rintangan oleh anggota yang lebih pendiam. Mereka tidak berhasil menggerakkan Myanmar, menimbulkan pertanyaan tentang sentralitas ASEAN jika tidak dapat mempertahankan prinsip dan keputusannya sendiri.
Ada juga tantangan lainnya seperti sengketa Laut China Selatan. Indonesia telah berupaya mengoordinasikan upaya regional untuk memulihkan keseimbangan kekuatan di kawasan ini. Namun, mengingat kontradiksi internal di dalam anggota ASEAN dan berbagai tingkat ketidakpercayaan mereka terhadap China, pendekatan kebijakan bersama, atau konsensus, mungkin sulit ditemukan, dan itu dapat bermanfaat bagi China.
Hubungan Asia Tenggara dengan China adalah hubungan yang kompleks dengan prioritas geostrategis dan geoekonomi yang bersaing. Prioritas kawasan ini tetap pada pembangunan ekonomi karena menghadapi kesenjangan infrastruktur yang sangat besar, dan China mendanai proyek infrastruktur utama di banyak sektor, termasuk transportasi (kereta api dan jembatan berkecepatan tinggi) dan energi (pembangkit listrik, sering kali bertenaga batu bara). Cina memiliki pengaruh dan bobot ekonomi yang besar di wilayah tersebut. (Prakash & Priyandita, 2022)
Selain itu, ada tantangan ke depan bagi Indonesia sebagai ketua ASEAN untuk menyelaraskan posisi mereka pada krisis Ukraina, mengetahui sepenuhnya bahwa mereka semua memiliki pandangan yang berbeda. Dalam aspek politik krisis, beberapa negara seperti Vietnam dan Laos abstain.
Sembilan anggota ASEAN termasuk Indonesia, Kamboja, Singapura, dan Timor Leste memilih resolusi UNGA. Di bawah Indonesia, ASEAN akan berupaya menstabilkan pasokan dan harga internasional karena hal ini berdampak pada pertumbuhan mereka. Indonesia berkomitmen untuk mengejar ASEAN sebagai tiang pertumbuhan yang substansial. Di bawah Indonesia, ASEAN akan berupaya menstabilkan pasokan dan harga internasional karena hal ini berdampak pada pertumbuhan mereka. Indonesia berkomitmen untuk mengejar ASEAN sebagai tiang pertumbuhan yang substansial. (Singh, 2023)