Pendidikan di Indonesa tampaknya selalu berada dalam keadaan yang dinamis, berbagai dinamika silih berganti mendampingi aspek-aspek fundamental di dalam suatu dasar ilmu pendidikan, seperti rutinnya perubahan kurikulum, kebijakan guru honorer yang belum jelas, dan disparitas pendidikan. Hal ini tentu saja masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pemangku kebijakan yang terkait, untuk segera memberikan sebuah solusi agar berbagai problematika ini tidak merambat jauh sampai ke akar-akarnya.
Tentu saja, saya pribadi masih memiliki keyakinan, bahkan bisa dikatakan harapan kepada pemerintahan yang baru sekarang, di bawah Presiden Prabowo dan Wakilnya Gibran Rakabuming Raka. Terlebih lagi, pada tanggal 28 November 2024, pada momentum puncak peringatan hari guru nasional yang diadakan di Jakarta International Velodrome, Presiden Prabowo Subianto mengatakan secara langsung bahwa guru-guru non-ASN nilai tunjangan profesinya dinaikkan menjadi 2 juta per bulan.
Tentu saja ini menjadi kabar baik bagi para seluruh guru di Indonesia, walaupun beberapa hari setelah pengumuman tersebut ada sebuah bentuk klarifikasi dari Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Abdul Mu’thi, bahwa kenaikan gaji 2 juta per bulan khusus untuk guru yang sudah tersertifikasi. Dari sini saya memandang, bahwa setidaknya kita perlu memberikan sedikit ruang bagi keduanya tersebut untuk merevitalisasi atau membenahi sebuah sistem pendidikan yang sedang kacau.
Kemudian, pada tahun 2025, Kemendikdasmen memprioritaskan beberapa program strategis, seperti penguatan pendidikan karakter, pemerataan akses pendidikan melalui wajib belajar 13 tahun, dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan. Kementerian juga berfokus pada pengembangan manusia yang berkualitas, unggul dan penyediaan layanan pendidikan yang merata bagi seluruh siswa di Indonesia, termasuk bantuan pendidikan bagi 19 juta siswa melalui Program Indonesia Pintar. Hal ini tentunya juga menjadi sebuah asa dan harapan baru bagi masyarakat yang berharap banyak pada bidang pendidikan Indonesia di tahun 2025 ini.
Harapan lain yang tentu saja kami harapkan kepada kementrian pendidikan adalah bagaimana tidak ada lagi yang namanya disparitas. Disparitas yang saya maksud disini adalah bagaimana masih banyak ketimpangan, kesenjangan dan kurang meratanya kualitas pendidikan di Indonesia, bila melihat catatan dari Kementrian Pendidikan pada tahun 2020, ada sekitar 75% jumlah sekolah di Indonesia dinyatakan belum mencapai standar kualitas pendidikan, dimana terdapat hampir 40.000 sekolah yang tersebar di Indonesia khususnya di wilayah 3 T.
Jika hal ini terus dibiarkan oleh pemerintah, maka yang terjadi akan berdampak pada sistem sosial di masyarakat, dimana kemiskinan akan naik, memperbesar jurang antara kelompok kaya dan miskin, sehingga memengaruhi stabilitas sosial, juga dapat menghambat pengembangan potensi sumber daya manusia, yang berdampak pada pembangunan nasional. Oleh karena itu, saran saya pemerintah harus aktif dalam menyelesaikan berbagai problematika yang ada di masyarakat, khususnya yang menyangkut mengenai pendidikan.
Karena saya memandang, bahwa kami seluruh warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, kami berhak untuk menjadi manusia-manusia yang memiliki kemampuan berpikir yang luas, maka dari itu pemerintah harus mengusahakan bagaimana pendidikan ini dapat merata ke seluruh masyarakat Indonesia, karena hal ini merupakan amanah dari konstitusi yang harus dijalankan oleh pemerintah Indonesia kepada seluruh rakyatnya.
Di satu sisi yang lain, saya juga ingin mengajak kepada seluruh masyarakat untuk turut aktif berkolaborasi dengan pemerintah dalam mengentaskan berbagai dinamika dan problematika di bidang pendidikan. Karena bila pemerintah sudah menjalankan program untuk mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih baik, namun tidak mendapat dukungan dari masyarakat, maka hasil yang didapat pun juga tidak akan maksimal. Tentunya, hal ini juga perlu akan kesadaran dari dalam pribadi seseorang untuk dapat berlapang dada mengikhlaskan yang telah lalu dan berani membuka lembaran harapan baru di masa yang akan datang.
Berbagai problematika di masa pemerintahan 2019-2024 lalu memang memberikan pukulan telak bagi masyarakat, banyak problematika yang belum selesai dan menyebabkan ketimpangan besar di dalam pendidikan di Indonesia. Jika meminjam istilah dari Naquib Al-Attas, saya memandang bahwa pemerintah telah kehilangan adab atau ‘loss off adab’ kepada masyarakat karena tidak memperhatikan masyarkat, bahkan lalai terhadap kewajiban mereka dalam memberikan pelayanan yang layak terhadap masyarakat.
Oleh karena itu, saya pribadi mengajak kepada seluruh masyarakat untuk menjadikan sebuah kejadian-kejadian yang begitu pait di periode pemerintahan lalu sebagai sebuah refleksi yang konstruktif dan berharap pada pemerintahan selanjutnya untuk bisa meneruskan manifestasi pendidikan Indonesia yang diwarisi oleh para leluhur-leluhur sebelumnya. Namun, kita juga harus bersikap kooperatif, tentu ini semua membutuhkan waktu dan proses.
Kemudian, pada bagian penutup ini, saya ingin memberikan sebuah catatan kepada seluruh orang-orang yang bekerja di bidang pendidikan khususnya, bahwa jangan menutupi sesuatu yang seharusnya diketahui oleh masyarakat, seperti anggaran, pemerataan sekolah, kompetensi sumber daya guru, dan lain-lain. Karena bagi saya, kita semua berhak untuk mengetahuinya, tidak perlu lagi ada yang ditutupi. Karena bila kita ingin menjadikan negara ini maju dan dewasa, maka diri kita sendiri pun juga harus bersikap selayaknya seperti orang yang maju.