Rabu, November 20, 2024

Hanya di Indonesia, Politik Hoax Kalah

Raylis Sumitra
Raylis Sumitra
Presedium PENA 98 (Perhimpunan Nasional Aktivitis 98) Jawa Timur Mantan Jurnalis pengemar kopi
- Advertisement -

Kemurkaan terhadap Jokowi semakin bertambah-tambah. Strategi proganda firehouse of falsehood tidak berdaya mengalahkan figur yang terlanjur stigma plonga-plongo ini.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi mengumumkan pasangan Jokowi-KH. Ma’ruf Amin unggul di Pilpres 2019, 21 Mei dini hari. Saat itulah, ditasbihkan secara resmi bahwa Jokowi pemenangan. Tidak hanya itu, pengumuman resmi KPU 17 Ramadhan ini, akan jadi catatan penting. Kekalahan politik hoax. Yang 10 tahun terahkir menjadi trend politik dunia.

Firehouse of Falsehood yang lebih dikenal dengan propaganda Rusia. Tidak berdaya menyingkirkan Jokowi. Sebuah taktik strategi manajemen komunikasi politik, dengan memainkan isu-isu negatif dengan memanfaatkan teknologi digital. Dipaksa menyerah ditangan Jokowi.

Membanjiri ruang publik dengan fitnah, caci-maki, ujaran kebencian sebagai metode indentik propaganda ini. Tidak mampu mengeser suara dukungan kepada Jokowi. Mantan Walikota Solo ini, tetap unggul diangka 55 persen. Sementara Prabowo hanya mampu meraih 44 %.

Kenyataan inilah, yang semakin membuat oposisi geram terhadap Jokowi. Masuk akal sih. Kenapa oposisi geram. Apa alasannya?

Saat pertanyaan itu muncul. Tiba-tiba muncul tulisan di Watsup Group (WAG). Tulisan itu berjudul, ‘Hanya di Indonesia Politik Hoax Kalah’ yang ditulis Hery Haryanto Azumi Sekretaris Jenderal Majelis Dzikir Hubbul Wathon”.

Dalam tulisan tersebut, menjelaskan, strategi proganda Rusia mampu menyihir persepsi warga dinegera para masters of decepcion Amerika dan Inggris. Akal sehat dikalahkan oleh semburan2 kebohongan, sehingga Trump terpilih menjadi Presiden dan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit).

Dalam tulisan tersebut, juga mengkisahkan, kekaisaran Mongol yang telah berhasil meluluhlantakkan Asia dan Eropa, ternyata harus lari terbirit-birit oleh strategi Raden Wijaya, putra Jawa Sunda yang diambil menantu oleh Prabu Kertanegara yang menjadi arsitek Ekspedisi Pamalayu.

Indonesia ternyata memiliki sejarah dan pakar strategi dan tipudaya yang tdk kalah oleh Machiavelli, Clausewitz, Sun Tzu, bahkan Brzezinski. Alih-alih meminjam strategi hoax luar negeri, lebih baik kita bergotong royong sesama anak negeri dengan “kerja, kerja, kerja”.  Insyaallah Indonesia Emas dapat kita raih dengan kebersamaan dan kecintaan kepada Ibu Pertiwi.

Jokowi Membuktikan

Kemenangan ini sebenarnya jawaban atas sikap politik Jokowi selama ini.  Bahwa potensi Indonesia tidaklah seremeh yang distigma pihak luar. Dengan modal Sumber daya manuasia,  sosial dan alam. Indonesia seharusnya mampu mempengaruhi kehidupan dunia.

- Advertisement -

Revolusi mental yang selama ini didengungkan, pesan dari Jokowi. Bahwa Indonesia bukan bangsa kelas tiga. Indonesia memiliki sejarah sebagai bangsa yang tanguh.

Revolusi Mental bukan hanya mercusuar pencintraan ideologis cara pandang berbangsa yang ditawarkan. Melainkan memiliki nilai filosofis strategis Jokowi. Perjalanan era orde lama,  ordebaru hingga orde reformasi. Adalah sebuah pelajaran perjalanan berbangsa masyarakat Indonesia. Dan saatnya, bangsa ini kembali kepada kejayaan.

Pilpres 2019, Jokowi membuktikan bahwa bangsa ini. Tidaklah seremeh yang dibayangkan. Kesadaraan inilah yang diinginkan Jokowi dengan revolusi mentalnya.

Ya, banyak pengamat atau ahli, mendifinisikan bahwa Pilpres 2019. Bukan hanya sekedar pertarungan konstestan antara Jokowi dan Prabowo saja.  Tapi pertarungan ideologisasi.  Ada yang menyebut antara Pancasila dan Khilafah, antara Ahli Sunnah Wal Jamaah, atau pro NKRI dan Anti NKRI.

Semua itu tidak salah. Semua adalah situasinal yang terencana sebagai bentuk aplikatif revolusi mental. Jokowi ingin menciptakan kerangka kontruksi sosial masyarakat. Yaitu kembali kepada konsensus para pendiri bangsa ini. Meskipun resikonya sangat besar sekali.

Efek Pilpres 2019, bukan hal yang tidak diduga.  Jokowi paham dan menyadari hal tersebut.  Kuatnya polarisasi hingga ke akar rumput.  Termasuk resiko konflik horisontal.  Bentrok antar pendukung setelah Pilpres.

Bisa dilihat dari sikap Jokowi paska coblosan.  Situasi nasional memanas dengan hiruk pikuk klaim kemenangan.  Tapi ditangapi dingin oleh Jokowi.  Dengan tenang dia,  mengatakan supaya menunggu pengumuman KPU.  Ini kan,  bertolak belakang dengan Tim Kampanye Nasional,  yang mendorong segera melakukan tasyakuran kemenangan.

Jokowi akan membuktikan itu semua.  Dia akan mampu menyelesaikan dengan dingin.  Seperti saat membius ratusan massa pendukung gerakan 212 di Monas. Jokowi hadir ditengah ratusan ribu massa.

Jokowi mempunyai cara sendiri bagaimana rekonsiliasi ini. Setelah dia buktikan mengalahkan strategi propanda Rusia. Kita menunggu pembuktian Jokowi mendinginkan situasi nasional yang memanas paska coblosan.

Raylis Sumitra
Raylis Sumitra
Presedium PENA 98 (Perhimpunan Nasional Aktivitis 98) Jawa Timur Mantan Jurnalis pengemar kopi
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.