Rabu, April 30, 2025

Habib: Polemik yang Tak Kunjung Usai

Suni Subagja
Suni Subagja
Masyarakat sipil
- Advertisement -

Akhir-akhir ini, media sosial sedang dihebohkan dengan adanya polemik Habib yang tak kian selesai. Fenomena seperti polemik nasab, habib Zaidan yang tertawa karena olok-oloknya gus Miftah kepada tukang es dan majelis sholawat yang isinya joget-jogetan, serta berbagai hal lainnya yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Di satu sisi, ada sebagian orang yang mencoba mengingatkan dan merasa bahwa mereka tidak mencerminkan ajaran Islam. Disisi lain, masih ada sebagian orang yang fanatik terhadap Habib, sehingga melakukan pembenaran atas mereka, bukan lagi berfokus pada kebenaran itu sendiri.Kondisi yang sangat ditakutkan akan menjerumuskan umat Islam pada praktik pengkultusan.

Lalu, bagaimana sikap yang mesti kita lakukan dalam menghadapi fenomena seperti itu. Namun sebelum lebih jauh, kita pahami dulu bagaimana konsep Habib dalam Islam.

Habib dalam Islam

Habib merupakan sebutan kepada keturunan Nabi yang terorganisir oleh Lembaga Rabithah Alawiyyah. Menurut Habib Ja’far, seorang habib itu harus mencintai orang lain, sehingga ia dapat dicintai orang lain. Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad (1634-1720 M) menjelaskan keutamaan mencintai keturunan Nabi. Hal ini termaktub dalam kitabnya yang berjudul Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wal Ushulul Hikamiyyah, (Dar Al-Hawi, Cet. II, 1998, hal. 89) sebagai berikut:

“Ahlul Bait memiliki kemuliaan tersendiri, dan Rasulullah telah menunjukkan perhatiannya yang besar kepada mereka. Beliau berulang-ulang berwasiat dan mengimbau agar umatnya mencintai dan menyayangi mereka. Dengan itu pula Allah subhanahu wataála telah memerintahkan di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya: “Katakanlah wahai Muhammad, tiada aku minta suatu balasan melainkan kecintaan kalian pada kerabatku.” (QS 42:23).

Pengkultusan dan Penyimpangan

Secara historis, adanya perilaku pengkultusan akan berdampak pada penyimpangan ajaran. Misalnya, sejarah adanya penyembahan berhala di Mekkah. Mereka menganggap bahwa penyembahan berhala ini menjadi bagian dari ajaran Ibrahim.

Mengapa mereka meyakini itu?Karena yang awal membawa berhala itu adalah Umar bin Luhay, seorang pemimpin yang terkenal dermawan, bijaksana dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap agama.Umar bin Luhay membawa berhala itu dari syam yang ia yakini sebagai negeri suci turunnya para Nabi.

Tak sampai disitu, Penduduk Hijaz mengikuti penyembahan ini karena meyakini bahwa masyarakat Mekkah sebagai penjaga tanah suci. Sehingga mereka menganggap bahwa ini merupakan suatu kebenaran.Untuk menghindari pengkultusan ini, Sayyid Alamah pun mengingatkan kepada Umat Islam untuk tetap berada dalam batas kewajaran dalam mencintai dan menghormati Habib.

“Seluruh kaum Muslimin hendaknya memastikan kecintaan dan kasih sayang mereka kepada Ahlul Bait, serta menghormati dan memuliakan mereka secara wajar dan tidak berlebih-lebihan.”

Sebagai seorang muslim, kita memiliki kewajiban untuk menghormati dan mencintai mereka, namun jika mereka mencampur adukkan antara yang baik dan buruk, yang mana hal ini disebabkan kejahilannya, maka kita mesti tak segan untuk mengingatkan dan menasehatinya.

- Advertisement -

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami batasan dalam mencintai dan menghormati Habib, sehingga dapat terhindar dari perilaku pengkultusan.

Bersikap Kritis sebagai Solusi

Dalam Kitab Sunan Ahmad, Nabi Saw bersabda,

“Sesungguhnya rusaknya umat ada di tangan anak-anak bodoh dari bangsa Quraisy.” (H.R. Ahmad No. 9919).

Imam Nawawi dalam Syarahnya menyebutkan, hadis ini mengingatkan mereka yang memiliki keturunan mulia untuk senantiasa mencari ilmu pengetahuan. Sehingga, mereka dimuliakan tidak hanya karena keturunan, melainkan karena nilai dan kebijaksanaannya.

Selain itu, hadis ini pun mengingatkan umat Islam untuk senantiasa bersikap kritis. Jika mereka sebagai pemimpin dan tokoh agama melakukan kekeliruan yang menimbulkan dampak negatif seperti pentimpangan, maka kita memiliki tanggung jawab untuk meluruskan pandangan dan menasehati mereka. Sehingga praktik keagamaan yang kita lakukan seirama dengan nilai-nilai keislaman yang sejati.

Jangan sampai kita tejebak dalam pembenaran atas mereka, bukan atas kebenaran itu sendiri.Kita mesti tetap menjaga budaya kajian keislaman yang kritis, dialektis dan berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah.

Suni Subagja
Suni Subagja
Masyarakat sipil
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.